BISMILLAH
HAPPY READINGPenting! Tokoh pria bernama Aksa di ganti dengan Ahmad Youssef. Kenapa? Krn namanya terlalu pasaran sekarang. Youssef bacanya Yusuf ya! Jadi kalau disingkat sef, kalau bacanya cepet bakal kedengerannya jadi suf.
"Pesanan atas nama Yura!" Seru Youssef. Tangannya memegang dua cangkir Coffe Latte.
Seorang gadis rambut panjang digerai bertopi putih mengangkat lengan. Lekas sang barista mengantarkan kedua cangkir pesanan gadis tersebut. Tatkala keduanya di letakkan di atas meja, sang gadis kagum dengan kecantikan latte art di muka cangkir. Ia jadi sayang meminumnya. Teman di depannya bahkan tak henti-hentinya memotret.
Jam kerja telah usai, Youssef segera menutup cafe bersama rekan kerjanya. Mereka kemudian melaporkan hasil dari penjualan hari ini kepada pemilik cafe, yaitu ayah Cinta, sepupu Youssef sendiri.
Jauh di depan rumah Cinta, Youssef melihat Cinta sedang duduk di teras bersama ayahnya. Rasanya malas sekali jika harus bertemu dengannya.
"Naufal!" Sang terpanggil heran dengan Youssef yang tadinya di sampingnya, kini malah jauh tertinggal di belakang.
"Sini! Lelet banget kamu."
"Kamu hari ini lapor sendiri ya? Aku males ketemu dia."
"Emang kenapa si kalau ketemu dia? Kamu sering banget menghindar kalau ada dia."
Bagaimana tidak? Gadis yang dimaksud itu suka sekali memperhatikannya bahkan ketika ada orang lain yang mengajaknya berbicara, bukannya memperhatikan lawan bicaranya, gadis itu masih saja memperhatikan Youssef. Tentu saja itu membuatnya risih. Mengingat Naufal sebenarnya suka dengan sang gadis, Youssef mencoba membantunya. Naufal pernah berbicara pada majikannya agar diizinkan menikahi putrinya. Jawabannya adalah tunggu sampai anaknya lulus dan tanya persetujuannya. Giliran saat Naufal menyatakan maksudnya pada Cinta, gadis itu enggan menjawab. Enggan menjawab bukan berarti tidak mau kan?
Namun, Naufal tau, jika Cinta hanya menyukai Youssef. Meski begitu, ia akan tetap berusaha mengambil hatinya.
"Aku udah tiap hari ketemu dia di kelas. Kalau aku makin sering ketemu sama dia, ntar kamu ga punya kesempatan ngambil hatinya," ujar Youssef lalu terkekeh.
"Gitu ya?" Youssef menganggukkan kepala.
"Wah, makasih ya! Kamu tu temen paling baik yang aku punya," kata Naufal seraya mengepalkan tangan dan meninju pundak Youssef pelan.
"Sama-sama, udah ya, balik dulu, bye!"
Dengan semangat Naufal melanjutkan langkahnya menuju rumah pemilik tempatnya bekerja. Sementara Youssef berbalik ke cafe untuk mengambil kendaraan roda duanya. Jarak antara rumah majikan dengan Cafe hanya sepuluh meter, biasanya cukup berjalan kaki untuk melaporkan hasil penjualan.
Motor bebek klasik C70 dengan body berwarna coksu terparkir di belakang cafe. Motor itu lah yang setia menemani perjalanan hidup Youssef sejak kelas satu Aliyah. Suara nyanyian knalpon yang sumbang ketika mesin dinyalakan, menandakan motor sudah lawas. Seharian sudah melepas keringat, waktunya melepas penat, juga mengisi perut yang sedari tadi berteriak minta diisi. Penjual martabak telur tidak lupa mencoba merayu-rayunya meski hanya sebatas gambar kecil di depan stand. Antrian entah ke berapa, tidak mengubah niatnya ikut dalam antrian martabak telur yang sedap dibau maupun dimakan. Dengan bergas penjual meleperkan adonan untuk kulit martabak, memasaknya, memberi isian, sampai martabak siap dan dipotong kecil-kecil.
Tiga puluh menit menunggu, akhirnya pesanannya siap. Lelaki berusia legal itu kembali mengendarai motornya sampai di rumah.
Hanya dengan suara sumbang motornya, cukup untuk memanggil sang ibu agar dibukakan pintu. Tidak perlu mengetok-ngetok pintu sampai tangan terasa ngilu. Selepas memasukkan motor ke dalam rumah, bersalaman, Youssef memberikan martabak kesukaan ibu dan adeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR INSAN
Teen FictionKumara, seorang gadis biasa yang hanya tinggal bersama seorang ayah. Ditinggal ibu tersayang karena sebuah kemalangan. Sang gadis ditakdirkan tidak dapat menyentuh lelaki mana pun yang tidak memiliki hubungan darah. Lelaki yang menyentuhnya, mengaki...