BISMILLAH
HAPPY READINGKaki Kumara terasa lejar setelah ia berlari mengelilingi lapangan sepak bola tiga putaran. Waktu yang diberikan oleh guru untuk mengelilingi lapangan sebesar ini adalah lima menit. Itu lebih dari cukup untuknya yang larinya sangat cepat. Tapi siswi lain, banyak yang gagal mengelilingi lapangan tiga putaran dalam lima menit.
Meski larinya sangat cepat, tetapi ini impas dengan bayarannya. Keletihannya tidak akan hilang dalam waktu yang singkat. Kumara masih terengah-engah hingga saat ini. Ia memutuskan untuk istirahat sebentar di kantin.
"Ngorong, Ra?" Kata Diva, ketika melihat Kumara hampir menghabiskan botol minuman kemasan 600ml yang ia bawa dari rumah. Diva duduk di depan Kumara.
"Mana kembaranmu?" Tanyanya.
Merasa tidak memiliki kembaran Kumara mengernyitkan dahinya dan bertanya balik, "Siapa kembaran aku? Aku anak tunggal."
"Itu Kinara. Kalian kan kaya magnet, namanya aja mirip."
"Beda huruf! Tuh, dateng orangnya."
Diva menoleh ke belakang. Dari jauh Kinara berjalan ke arah mereka sembari membawa nampan berisi dua mangkok bakso, satu piring penuh gorengan, dan dua minuman kaleng larutan penyegar.
"Eh, kutub selatan udah balik."
"Kutub selatan?" Kinara duduk di samping Kumara dan menyodorkan pesanan titipannya.
"Iya lah, magnet sisi negatif kan kutub selatan. Dan kutub utaranya Kumara, yang kesannya lebih positif," jelas Diva.
"Kog gitu? Harusnya kan gue yang sisi kutub utara. Kan Kumara keliatan suram banget tiap hari. Ga ada warna-warninya," protes Kinara.
"Lah, wong koe sing lebih sering ngomel."
"Ck, kampret lo!" Cela Kinara.
"Ssst, jangan ngumpat! Ga boleh ngumpat, dosa! Allah melarang hambanya mengumpat," Sela Kumara.
"Tuh, dengerin!" Kata Diva yang merasa dirinya terbela.
"Btw ra, koe kog bisa lari cepet ngono, padahal bukan e tadi pagi koe habis jatuh kan?" Lanjutnya bertanya seraya menyomot gorengan yang di bawa Kinara tadi. Bahasa campurannya juga logatnya yang campuran antara Jawa dengan orang Minang, membuat cara bicaranya khas sekali.
"Entah, emang dasarnya aku larinya cepet aja si. Gara-gara waktu kecil sering latihan di rumah Kakek dulu."
"Buat apa? Ikut lomba kah?" Tanya Kinara.
"Bukan, tapi buat kabur dari soangnya Kakek aku."
Sontak, Kinara dan Diva tertawa berdekah-dekah.
"Kog bisa?" Tanya Diva.
"Aku juga pernah, lho, tapi dikejar ayam. Gara-gara habis dari warung, pulang-pulang bawa roti. Ayamnya ngiler kali ya? Langsung dikejar tuh gue," timpal Kinara.
"Kalau aku pas MI pulangnya ke rumah Kakek sebentar karena memang deket rumah Kakek. Entah apa bagusnya pelihara soang? Kakek punya 4 soang. Walaupun aku sering jatuh, aku harus bisa lari sekenceng-kencengnya. Makanya, ini mah bukan apa-apa. Dulu malah sampe pernah kecebur got." Cerita Kumara membuat mereka berdua tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR INSAN
Teen FictionKumara, seorang gadis biasa yang hanya tinggal bersama seorang ayah. Ditinggal ibu tersayang karena sebuah kemalangan. Sang gadis ditakdirkan tidak dapat menyentuh lelaki mana pun yang tidak memiliki hubungan darah. Lelaki yang menyentuhnya, mengaki...