Eighteen

10.1K 721 5
                                    

Aku baru bangun dari tidurku. Aku tersenyum malu mengingat kejadian malam ini. Pacaran, ya aku dan ovi resmi pacaran.

Aku tidak menyangka akan memiliki pacar dalam waktu dekat. Aku pikir setelah putus dari devan, aku tak ingin memiliki suatu hubungan dengan siapapun.

Berpacaran dengan dengan membuatku lelah. Devan adalah teman kuliahku, ia selalu mendekatiku sejak pertama kenalan. Aku yang menganggapnya teman tentu tak menolak banyak menghabiskan waktu bersamanya di kampus ataupun di luar kampus.

Bertahun berteman tidak menjamin kita paham akan sama lain. Setelah lulus kuliah, devan bilang menyukaiku dan ingin menjadikanku pacarnya. Saat itu devan adalah orang terdekatku, mungkin aku takut dia pergi dariku. Menerimanya menjadi pacar ternyata pilihan yang salah.

Aku tau aku punya andil besar dalam kesalahan hubunganku dengan devan. Andai aku tak menerimanya, tentu aku dan dia tak akan seperti ini. Tentu saja kita akan jadi teman yang baik, bahkan bisa berbisnis bareng.

"Kamu yang buat aku begini tesa, setalah satu tahun kamu bahkan tidak pernah menciumku. Lalu apa yang aku harapkan dari hubungan ini ha?"

Kurang lebih itu lah ucapan devan malam itu ketika aku memergokinya sedang tidur dengan rekan bisnisnya yang juga rekan bisnisku.

Saat itu aku bukan marah karena aku merasa dia mengkhianati cinta, atau menusukku sebagai pacar. Aku sudah bilang, hubungan ini tak ada dasar cinta dariku. Aku marah melihatnya tidak profesional dalam bekerja, dia merusak bisnis yang udah sama-sama kita bangun.

Sejak hari itu kita putus, aku juga hilang kepercayaan untuk membangun bisnis dengan orang lain. Aku memberanikan diri untuk berdiri sendiri di atas kakiku, dengan susah payah aku mulai lagi.

"Kk tidur nyenyak?" Gadis disebelahku sedang memakai seatbeltnya.

"Yeah, nyenyak sekali" jawabku dengan senyum manis. Lovi terlihat malu.

Lovi. Wanita ini berbeda, aku belum pernah bertemu dengannya saat mami menceritakan tentang anak sahabatnya. Namun entah kenapa gambaran mami tentang ovi terukir jelas di kepalaku. Melihatnya di bandara untuk pertama kali cukup membuatku tertarik dengannya.

Karena ketertarikanku tentu aku harus mendekatinya, aku melakukan beberapa hal untuknya. Walau kadang maksud hatiku tak tersampaikan dengan baik, aku tetap berusaha.

Sampailah aku di titik ini, menjadikannya sebagai kekasih. Aku paham betul hubungan seperti ini tak akan mudah, namun aku akan mencoba yang terbaik untuk hubungan ini.

"Ayo turun!" Ajakku. Lovi mengerutkan keningnya. Aku turun terlebih dahulu, membukakan pintu mobil ovi.

"K..kak" lovi tampak ragu. Aku menariknya dan menggenggam tangannya.

"Kk serius mau masuk bareng?" Tanyanya ragu. Aku mengangguk dan membawanya masuk. Ketika memasuki lobi klinik, ovi melepas genggaman tanganku. Aku menatapnya heran, ovi hanya menggeleng dan berjalan mendahuluiku. Aku mendesah berat dan mengembungkan kedua pipiku.

Hari ini pasien hanya 3. Aku menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat.

"Mau visite kapan buk?" Tanya reyna. Aku masih bingung. Minggu depan adalah jadwalku untuk mulai berkeliling memantau klinikku di daerah lain. Aku melakukannya tiap 3 bulan. Kegiatan ini lumayan menyita waktu, menguras tenaga dan pikiranku.

"Andai aku punya dua tubuh" kesalku sembari menghempaskan tubuhku di sofa.

"3 bulan lalu ibu gak visite" reyna mengingatkanku. Ah tentu saja aku melewatkan waktu visite untuk menyambut lovi.

"Ok, minggu depan reyn. Kabarin mereka seperti biasa, jangan lupa dokter Lingga buat handle disini"

"Ok bu"

I Get Tachycardia When I'm With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang