twenty eight

7.7K 572 5
                                    

Theresa Patricia

Aku menangis seharian. Kenapa cinta sesakit ini?. Aku membiarkan diriku tertarik padanya, jatuh cinta hingga merasa memiliki dia seutuhnya. Sehingga saat aku kehilangannya, dunia ku pun ikut hilang.

Aku jatuh sejatuhnya. Hidupku 4 bulan terakhir penuh kehangatan, kini menjadi dingin. Rumah yang terasa hidup, kini kembali kosong. Aku memeluk bantal yang ovi gunakan di kamarnya ini. Aku masih mencium harumnya disini. Mataku nanar tiap kali menatap isi kamar ini yang berkurang, pakaian ovi sudah tak disini.

Aku bangun tidur. Moodku tentu saja tak baik. Aku sudaj tidak masuk kerja beberapa hari. Reyna terus menelponku, namun aku tak menggubris. Aku hanya berharap satu nama yang muncul di layar hp ku. Namun nama tersebut tak pernah menghubungiku sekalipun. Aku sedih.

Tok..tok... aku menoleh ke arah pintu. Aku bangkit dengan malas.

"Maaf non, ibu barusan telpon. Ibu bilang sekarang lagi di klinik" kata buk asih. Aku mendesah berat. Mami mau apa lagi?. Aku berdecak kesal karena harus ke klinik sekarang.

Aku menghentikan langkahku di depan pintu ruanganku. Berdiam sejenak, mengatur emosi dan pikiranku agar tenang menemui mami. Terakhir bertemu mami ketika mami bicara denganku dan ovi.

Tatapanku dan mami bertemu. Mami sedang duduk di kursiku. Ia berputar-putar disana seperti yang sering aku lakukan ketika sedang berpikir.

"Bisa-bisanya kamu satuin masalah pribadi ke kerjaan. Lihat bahkam pasien vip kamu semua dicancel" ucap mami. Aku hanya diam, aku memilih membuat kopi.

Aku meletakkan dua kopi di meja depan sofaku. Mami berjalan menghampiri dan duduk di dekatku. Ia meminum kopinya perlahan, kami diam beberapa saat.

"Mami merasa bersalah dengan wanda (ibu ovi)"

"Mami yang minta ovi untuk kerja bersama kamu, tak menyangka kalian berdua malah terjebak dalam ikatan" ucap mami. Aku menatap mami.

"Mami gak bisa bayangin bagaimana reaksi mereka sa. Mami saja kecewa, apalagi mereka. Tapi mami lebih kecewa sama diri mami kalau membiarkan kamu gak bahagia"

Aku menautkan telapak tanganku, aku gelisah menunggu akhir penjelasan mami.

"Mami harap kamu tidak salah langkah, mami tidak akan maafin kamu kalau ini hanya main-main. Ovi juga sudah mami anggap anak mami"

"Aku serius dengan ovi mi, aku sayang dan cinta sama dia. Please mi!" Ucapku. Air mataku menetes, aku menundukkan kepalaku.

"Mami akan membiarkan hal ini, jika kalian saling mencintai"
Ucapan mami bagaikan matahari di hatiku yang beku. Aku menatap mami, mami tersenyum. Aku beranjak memeluk mami. Aku menangis di pelukannya. Rasanya seluruh bebanku hilang, dan ibulah yang membantuku menurunkan beban itu dari pundakku.

"Makasih mi" ucapku dengan uraian air mata. Mami mengangguk menepuk-nepuk bahuku.

*****
Aku kembali masuk ke klinik dengan perasaan lebih baik. Terutama setelah berbicara dengan mami. Aku masih tak menyangka mami berbesar hati demi kebahagiaanku.

"Ah, jadi aku nih yang kena" kak joy ngedumel. Ia bersungut-sungut di depanku. Aku hanya tertawa kecil. Kak joy dari tadi bahas mami yang sudah memintanya menikah, tahun ini kak joy 30 tahun.

"Aku mau nikah sama siapa coba?"tanyanya padaku. Aku menaikkan kedua bahuku.

"Mami malah bilang, pilih saja salah satu dari kota yang kamu datangi. Gila gak sih" keluhnya mengacak-acak rambutnya.

"Berarti mami cuma butuh cucunya kak, bukan menantu"

"What??" Kak joy terperangan, ia semakin kesal dengan ucapanku.

I Get Tachycardia When I'm With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang