× Forget Me Not ×

177 21 12
                                    

Akhir-akhir ini, pikiranku rumit sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir-akhir ini, pikiranku rumit sekali.

Ada banyak yang kupikirkan tapi aku sendiri tidak tahu, apa saja yang sedang kupikirkan saking penuhnya. Seolah ruangan di otakku telah penuh sehingga sudah tidak ada ruang lagi hanya untuk sekedar melihat apa yang ada dalam pikiranku.

Semuanya tercampur. Beradu padu dengan semua masalah yang datang silih berganti.

Pun sebanyak apapun masalahnya, aku tetap tenang. Tetap merasa kalau masalah itu akan selesai juga pada akhirnya, jadi untuk apa membuang tenaga dan pikiran hanya untuk memikirkannya? Aku benar-benar tidak mengerti dengan cara pandang kaum over thinking, sebenarnya darimana mereka mendapatkan tenaga untuk memikirkan hal itu-itu saja selama seharian? Semalaman? Atau bahkan sepanjang hidupnya?

Aku yang sejak tadi mencoba memikirkan segala hal itu pada akhirnya hanyalah mengisi otak dengan berbagai pertanyaan. Kenapa ini begitu, kenapa langit itu warna biru, kenapa air itu mengalir, kenapa, kenapa dan kenapa.

Terkadang, aku penasaran dengan isi otak orang lain. Tengah memikirkan apa, apa pemikirannya sama randomnya denganku atau justru seperti benang kusut yang tidak ditemukan ujungnya atau bahkan seperti mencari berlian ditengah ribuan paku hingga membuat manik otomatis mengeluarkan air mata bahkan hanya dengan mencoba memikirkannya.

Aku benar-benar penasaran, makanya mencoba bertanya pada lelaki, yang sejak tiga puluh menit yang lalu aku mendudukkan diri di cafe ini terus memandangiku.

"Hey, apa yang sedang kau pikir kan?" Aku mencoba ramah, walaupun bibirku terasa kering dan kuku jariku menekan kuat pergelangan tanganku. Gugup. Jiwa pemalu dan introvert ku ini sedang diuji.

Lelaki yang kupikir agak gila karena bukannya merasa malu saat aku menangkap basahnya tengah menatapku itu malah mengulas senyum lebar. Seakan menanti momen aku membuka mulut untuk memulai percakapan.

Bahkan tanpa ku persilahkan, dia sudah mengambil tempat duduk di hadapanku. Membuat jarak kami kini hanya terhalang meja bulat berdiameter 60 cm.

"Hi, aku Jhoan."

Aku tidak bertanya soal namanya, tapi tetap kutanggapi. "Aku Deyra."

"Nama yang cantik."

Aku juga tidak perlu pujian. "Terima kasih."

Sekali lagi, lelaki itu tersenyum hingga lesung pipinya agak terlihat. Dia juga punya gigi kelinci, agak lucu dan ... tampan.

"Kau bertanya apa tadi? Apa yang sedang kupikirkan?" Aku mengangguk. Meminum greentea latte yang tinggal tersisa setengahnya. Aku akan pulang setelah minumanku habis, atau mungkin memesannya lagi kalau-kalau lelaki yang tengah berbicara denganku ini seru.

"Well, aku hanya sedang berpikir, apa yang tengah dilakukan seorang Deyra di tempat seperti ini. Kupikir kau lebih suka berdiam di rumah daripada pergi ke cafe seorang diri seperti ini tapi ini bagus, karena itu artinya, kau sudah mau melihat dunia luar."

Tubuhku seketika menegang. Dia ... Mengenalku?

Lelaki itu sepertinya menyadari perubahan raut wajahku. Namun lagi-lagi, dia hanya tersenyum—begitu tulus dan hangat, sambil memegang tanganku.

"Aku pacarmu, Deyra. Hari ini hari jadi ke-100 hari kita."

"Wow ..." Sepertinya aku telah melupakan hal penting. "Kau tidak menipuku, kan?"

Jhoan tertawa. "Menipumu? Astaga, kau ini benar-benar ya." Lelaki itu mengeluarkan ponselnya, kemudian menunjukan sesuatu padaku. Dimulai membuka kunci ponselnya dengan sidik jariku yang langsung terbuka lalu galeri yang penuh dengan fotoku juga foto kami berdua. Ya, disana kami terlihat bahagia sampai aku tidak mengenali wajahku sendiri. Bahkan aku tidak ingat, kapan terakhir kali bisa tersenyum selebar itu saat Jhoan mencium pipiku.

"Keren, kau mengeditnya?" Aku masih tidak percaya.

"Astaga Deyra, kau serius?! Kau benar-benar tidak ingat? Foto ini bahkan baru diambil tiga hari yang lalu!" Kali ini dia terlihat kecewa, tapi alih-alih terlihat kesal, aku malah melihat sorot matanya yang sedih.

Aku melipat bibir, kembali meminum minumanku sampai habis. "Maaf."

Jhoan menghela napas. Dia meraih wajahku, menangkup kedua pipiku dengan tangan besarnya dan entah kenapa, aku hanya diam saja, tidak mengelak atau menyingkirkan tangannya. Seolah tubuhku sudah terbiasa disentuh olehnya. "Untuk hari ini saja, bisakah kau mengabulkan permintaanku?"

Aku berkedip. "Apa?"

"Tolong, jangan lupakan aku."

Aku tidak begitu mengerti apa maksudnya, tapi aku mengangguk. Itu hal yang mudah namun terdengar agak aneh. Apa dia mau pergi jauh makanya takut dilupakan olehku?

Karena minumanku sudah habis dan aku mulai bosan, kami mulai meninggalkan cafe itu dan berjalan sambil berpegangan tangan menyusuri taman kota yang terlihat cukup ramai di akhir pekan ini.

Bunga sakura berguguran, langit biru terlihat sangat bersih dengan burung-burung yang berterbangan ke arah barat.

Untuk beberapa saat, kami hanya terdiam, menikmati suasana taman ini dengan tenang.

Aku melihat genggaman tangan kami yang masih bertaut, lalu melihat lelaki itu yang menatap lurus ke depan.

"Kau siapa?" tanyaku, tanpa melepas genggaman tangan kami.

Rasanya seperti ada yang tidak beres tapi aku sendiri tidak tahu apa itu. Maka ketika lelaki itu membawaku kedalam peluknya, aku hanya bisa terdiam sementara lelaki itu mulai terisak. Dia menangis. Tanganku spontan menepuk-nepuk punggungnya, mengucapkan kata-kata supaya membuatnya lebih baik tapi malah membuat tangisnya semakin keras.

Sakit, entah kenapa aku juga mulai mengeluarkan air mata tat kala manikku melihat alarm pemberitahuan di ponselku yang sudah disetting bergetar setiap setengah jam.

Don't forget: 1000th days Anniversary with jhoan♡

Astaga, sepertinya aku telah melupakannya lagi. "Jhoan, maafkan aku. Maafkan aku." Kali ini aku mengingatnya. Walaupun tidak semua, aku tahu kalau lelaki ini memang pacarku. Jhoan, seharusnya kau tidak mencintaiku, kau berhak mendapatkan wanita yang lebih baik daripada seorang penderita alzheimer akut yang bahkan tidak bisa mengingat dan bisa melupakanmu kapan saja.

 Jhoan, seharusnya kau tidak mencintaiku, kau berhak mendapatkan wanita yang lebih baik daripada seorang penderita alzheimer akut yang bahkan tidak bisa mengingat dan bisa melupakanmu kapan saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo, apa kabar?
Sorry kalo gaje,
Baru mulai nulis lagi

— Mi

RANDOM 00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang