[03] The Guardian

693 92 14
                                    

Ketika Lyrr sampai di kamar, dia mematung di depan pintu dengan mata membelalak. Jeritannya tertahan di tenggorokannya. Begitupula Seyla yang kini ikut mematung di belakangnya. Keduanya tidak ada yang bisa bergerak sedikitpun, dan pandangan mereka berdua tertuju pada satu objek, sesosok makhluk mengerikan yang entah bagaimana bisa berada di dalam kamar mereka.

Makhluk itu sangat menyeramkan, dia manusia, tapi sudah membusuk sebagian. Bisa dibilang... Dia makhluk hidup yang bangkit. Pakaiannya berantakan dan terobek-robek, tulang-tulang nya terlihat dari kulit dan daging yang terkelupas. Matanya kosong namun ganas dan penuh dendam.

Seyla bergetar ketakutan, dia takut, sangat takut. Dia merasa matanya memanas dan kakinya tidak sanggup menopang dirinya lagi. Dia benar-benar memiliki trauma dan pengalaman buruk tentang mayat hidup.

Dulu, Seyla memiliki kakek yang adalah seorang Guardian di sebuah Schési yang tidak terlalu terkenal. Kakek nya sering mengajaknya berpergian untuk memburu hantu, iblis dan mayat hidup. Seyla awalnya bahagia, dia ingin menjadi guardian seperti kakeknya, namun suatu hari hal buruk terjadi.

Mereka di kepung mayat-mayat hidup di sebuah desa kosong. Tidak ada yang bisa membantu. Sang kakek berusaha mati-matian melindunginya, dan pada akhirnya Seyla harus melihat kakeknya tercabik-cabik di depan matanya hingga tewas.

Karena itu, Seyla begitu takut pada mayat hidup.

Seyla terjatuh ke lantai. Lyrr otomatis menoleh kaget, dia akhirnya ingat trauma yang di miliki Seyla, lalu melotot ngeri begitu mendengar suara geraman mayat hidup di belakangnya.

Mayat itu menyadari kehadiran mereka.

Mayat itu meraung-raung kasar dan berjalan mendekat dengan langkahnya yang terseok-seok.

Lyrr panik, dia tidak membawa pedangnya. Pedangnya di letakkan di dalam laci meja tepat di belakang mayat itu. Lyrr hanya memiliki tangan kosong, dan dia tidak yakin akan menang dengan keberuntungannya saja.

Sekuat apapun seorang Clyrr Mourqueen di masa lalu, dia sadar, jika di situasi ini dia sama sekali tidak berguna.

Konyol sekali.

Seorang wanita yang memimpin pasukan pemberontak dan mengatur rencana untuk meluluh lantakkan sang Dewi iblis bisa bergetar ketakutan di hadapan satu mayat hidup.

Dia seumur hidup nya belum pernah menghadapi mayat hidup. Mayat hidup adalah manusia yang sudah mati lalu bangkit lagi karena dendam yang sangat kuat. Di dunia lamanya tidak ada yang seperti itu. Jika ada, maka warga Castelli pasti sudah bangkit untuk balas dendam.

Mayat itu semakin dekat, Lyrr semakin waspada. Dia menyiagakan tangannya di depan tubuhnya, untuk melindungi dengan tonjokan kalau kalau mayat itu sudah sangat dekat dengannya.

"Nona..."

Lyrr tersentak mendengar suara lirih itu. Dia menatap hantu yang akhirnya berhenti melangkah tepat di hadapannya. Mereka kini saling berhadapan.

Mayat hidup itu menatapnya sayu, tangan nya yang sudah hancur berusaha menggapai Lyrr, "nona..."

Lyrr bergetar mendengar suara lirih itu. Nona apanya?! Siapa yang di panggil nona oleh mayat mengerikan ini?!

Lyrr memundurkan tubuhnya perlahan, nafasnya menderu tidak beraturan, kepalanya pusing dan bingung, nona apa?!

Dia cukup alergi menjadi nona dari makhluk abnormal. Sudah cukup di kehidupan lamanya, dia tidak ingin mendapatkan julukan macam ini lagi di kehidupan sekarang.

Mayat itu akhirnya berhasil menggapainya, mencengkram tangannya dengan kuat hingga Lyrr memekik kaget. Tangan itu begitu kasar, kulit nya terkelupas dan mengering, jangan lupakan tulang dan kukunya yang mencuat tajam, yang kini menekan kulit lembut Lyrr hingga menembus kulit dan dagingnya. Darah mengalir dari cengkraman itu, Lyrr menghentakkan tangannya keras hingga cengkraman itu lepas.

Melihat itu mayat hidup itu tampak murka, dia menerjang Lyrr, ingin mencabik-cabik tubuhnya hingga sebuah suara harmonika terdengar, membuat si mayat itu terdiam mematung. Nada yang dikeluarkan harmonika itu begitu memerintah dan dominan, lagu yang di mainkan juga terkesan cepat dan rapi.

Lyrr melotot dan bisa melihat sesosok wanita kini duduk santai di atas jendela kamarnya sambil memainkan sebuah harmonika berwarna hitam. Sosok itu terasa familiar, dan Lyrr langsung mengenalinya. Dia adalah wanita yang Lyrr temui ketika sarapan baru saja.

Tampaknya alunan lagu itu mengendalikan si mayat. Mayat itu kini mencekik lehernya sendiri hingga kepala itu putus dan dia menghancurkan dadanya, lalu jatuh berdebum di lantai.

Hening.

Tidak ada yang membuka suara. Seyla sudah pingsan di lantai begitu melihat kepala mayat itu menggelinding hingga menyentuh kakinya.

Lyrr sendiri berdiri mematung dengan mulut yang terbuka lebar, sebelah tangan kirinya memegang tangan kanannya yang terluka karena  cengkraman itu, sementara darah masih terus mengalir menetes ke lantai.

Seraphim tertawa kecil lalu melompat masuk ke dalam kamar. Dia berjalan mendekati Lyrr dan menarik tangan kanannya yang terluka. "Kau sangat untung, Khion. Lukanya tidak terlalu dalam dan dia tidak membawa energi kutukan."

Lyrr masih terlalu syok untuk memahami keadaan, jadi dia hanya melongo menatap wajah Seraphim yang tersenyum. "Kak Sera... Kenapa bisa ada disini?" Sambil melongo itulah yang dia tanyakan.

Seraphim tertawa keras, merasa itu adalah hal lucu. Dia menepuk kepala Lyrr lembut, "aku memang sejak awal ada disini. Aku sudah tahu mayat hidup akan muncul disini, karena itu aku sudah bersiaga disini. Aku tidak menduga dia akan menyerang kalian, tapi aku akhirnya berhasil menghentikannya tepat waktu."

Seraphim berjalan menuju Seyla dan membantunya berdiri, menopangnya, "aku tidak tahu anak ini berat juga, Khion bantu aku membawanya."

Lyrr mendekat dan ikut membantu menopang Seyla lalu membaringkannya di kasur.

"Kenapa mayat hidup bisa ada disini?" Lyrr bertanya penasaran.

"Entahlah, aku sebenarnya tidak bisa menjelaskan nya kepada kalian, terlebih lagi kalian remaja. Jika kita bertemu lagi, aku akan menjelaskan padamu." Seraphim tersenyum tengil. "Omong-omong kau mau kemana? Kalian bahkan tidak membawa pakaian atau tas? Aku tidak melihat ada kesiapan berpergian disini." Seraphim menatap perut datar Lyrr, "dan kamu sedang hamil. Kamu sangat berani pergi tanpa membawa jimat. Jika aku tidak di sini secara kebetulan, entah apa yang akan terjadi."

Lyrr menatap Seraphim kagum. "kau tahu?"

"Tentu saja. Aku bisa melihat energi manusia. Dan perut mu mengeluarkan energi. Biasanya orang hamil akan mengeluarkan energi. Jadi yah, kamu hamil dan aku tahu."

Lyrr menggaruk kepalanya, "sebenarnya kami hanya pergi untuk berjalan-jalan saja, menikmati suasana kota."

"Ku sarankan cepatlah kembali ke rumah. Akan berbahaya jika pergi tanpa persiapan, apalagi dalam keadaan rentan seperti ini. Jika bisa, pergilah bersama pasanganmu."

Lyrr mengangguki ucapan Seraphim, "baiklah kak Sera, terima kasih banyak."

"Sama-sama. Tapi, lain kali kalian harus berhati-hati dan siap dalam keadaan semacam ini, bahkan bisa saja lebih parah." Seraphim menasihati lalu bangkit berdiri. "Aku masih hal yang harus di lakukan lagi. Jadi ku pikir kita harus berpisah sampai disini. Cepatlah kembali ke rumahmu." Seraphim menepuk kepala Lyrr pelan dan berjalan keluar kamar, meninggalkan Lyrr diam di tempat. []


TBC

Oke sampai disini dulu. Terima kasih sudah membaca teman-teman!

See uuu!

Tertanda
IchaSunny

[S2] Reise des Licht Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang