E P I S O D E - 10

167 10 3
                                    

_Episode - 10_
.

.

.

Pukul enam sore Arka kembali ke rumah sakit. Dia melangkah riang memasuki ruang rawat Raisa. Laki-laki itu terlihat segar dengan senyum tiga jari di wajahnya. Kali ini dia datang dengan sebuah ransel hitam serta beberapa kantong plastik berisi makanan.

Arka tersenyum manis ke arah Raisa. Raisa yang sedang fokus dengan televisi hanya meliriknya dari ujung mata. Arka melepaskan ransel beserta jaketnya dan menaruh barang-barang itu di sofa. Lalu dia mendekat ke arah Raisa.

Arka menatap Raisa lekat-lekat. "Gimana kabar lo hari ini? Apa lo kangen sama gue? Maaf seharian ini gue banyak kerjaan di luar."

Raisa mengalihkan pandangannya. Berusaha tak memperdulikan Arka sedikitpun. "Minggir! Lo ngalangin pandangan gue!"

Arka mengulum senyum. Dia berpindah dari hadapan Raisa. Pandangan matanya mengikuti arah pandang Raisa yang menatap ke arah televisi. "Lo nonton apa sih? FTV?" Dia kembali menatap ke arah Raisa.

Raisa tak bergeming sama sekali. Dia memfokuskan diri pada siaran di televisi. Selama beberapa menit Arka ikut hanyut dalam tontonan itu. Tapi detik kemudian dia tersadar jika perempuan di sampingnya ini berusaha mengacuhkannya. Dia tidak menganggap Arka sama sekali.

Arka mendudukkan diri di tepi kasur. Kembali menghalangi pandangan Raisa pada televisi. Raisa menatap sengit ke arah laki-laki itu.

"Apa sih yang sedang lo lakuin? Lo mau ngalangin gue nonton tv?" tanya Raisa dengan nada tajam.

Arka terkekeh sekilas. "Apa lo lagi coba mengabaikan gue?" Dia mendekatkan wajahnya ke arah Raisa.

Raisa tak menjawab sama sekali. Dia mengalihkan pandangan ke luar jendela. Langit sudah berwarna merah. Menampakkan pergantian antara siang dan malam. Arka terus menatap perempuan itu. Menuntut jawaban atas pertanyaannya.

"Kenapa lo melakukan semua itu?" Raisa berkata dengan suara pelan. Tatapannya menghunus bagai pedang ke arah kedua mata Arka.

"What?" Arka mengernyit tidak mengerti.

"Kenapa lo ngaku-ngaku sebagai pacar gue? Apa yang sebenarnya lo rencanakan, hah? Lo mau main drama atau apa?" tanya perempuan itu dengan galaknya.

"Bukannya gue udah bilang kalau gue suka sama lo. Gue pikir masalah kita sudah selesai sejak tadi. Gue menyatakan perasaan gue dan mulai sekarang kita pacaran. Bukannya begitu?"

Arka mengerutkan kening. Matanya menatap wajah Raisa lekat. Membuat bibirnya berkedut menciptakan sebuah senyum. Perempuan di hadapannya ini begitu lucu, keras kepala dan juga galak. Membuat Arka semakin tertarik padanya. Hatinya menjadi semakin bersemangat untuk memikat seorang Raisa Della Anugrahita.

"Hah?"

Raisa menganga kaget. Apa sebenarnya yang laki-laki itu pikirkan? Sejak tadi dia terus mengatakan hal-hal yang membuatnya mulai gila. Arkarezel Jun Zahir terus mengoceh tentangnya yang sudah menjadi pacar laki-laki itu. Raisa merasa syaraf otak Arka sudah putus sejak dulu.

"Terserah apa yang mau lo katakan! Yang jelas gue bukan pacar lo!" Raisa melemparkan remote televisi ke arah Arka. "Lagian kalo di luar gue udah punya cowok lain, gimana?" senyumnya licik.

Arka mengerjap kaget menangkap benda berbentuk persegi itu. Untung saja benda itu jatuh tepat di tangannya. Jika tidak dia pasti akan dituntut untuk membayar ganti rugi karena sudah merusak properti rumah sakit. Arka menggelengkan kepala dan meletakkan remote itu ke atas meja.

"Mana? Kalo lo beneran punya cowok, harusnya itu cowok udah datang ke sini, dong! Tapi mana? Nggak ada tuh, yang dateng!" Raisa hanya menggeram kesal. "Lagian status di KTP lo juga belum kawin, kok! Jadi, sah-sah aja dong, kalo kita pacaran!"

One Deeper LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang