Orang yang ditunjuk Della untuk menggantikan tugasnya sebagai wali Cleo adalah petugas kebersihan di kampusnya dulu. Namanya Bu Mae. Wanita itu sudah berumur 57 tahun sekarang. Terlalu tua untuk bekerja sebenarnya. Namun karena beberapa hari lalu Bu Mae tiba-tiba menghubunginya untuk mencari info lowongan kerja, sebab wanita itu sudah diharuskan pensiun oleh pihak kampus padahal dia harus mencari uang untuk melunasi utang dan membiayai cucunya yang masih kecil, jadilah Della merekrutnya sebagai pengawas Cleo di rumah.Dalama situasi ini, kelihatannya memang Bu Mae yang beruntung. Siapa juga yang tidak mau mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi dengan mudah, dibayar di muka pula? Tapi sebenarnya yang terjadi justru sebaliknya. Della yang merasa sangat beruntung waktu tau Bu Mae bersedia bekerja untuknya. Karena bukan cuman mengurangi beban pikirannya soal keponakannya, dari semua orang yang dikenalnya, Della yakin cuma Bu Mae yang mampu menghadapi sikap Cleo. Wanita tua itu tangguh. Dan memiliki kesabaran yang luas. Lawan bicara yang sepadan untuk Cleo yang keras dan selalu sinis nyaris pada segala hal.
"Ngomong-ngomong enih rumah apa balai warga sih, Neng?! Guedeee amaaat yak! Kalo ada arisan RT mah pasti kagak bingung nyari tempat?! Masya Allah! Bener kan tebakan Ibu dulu. Abis lulus kuliah Eneng Della pasti jadi dokter sukses! Alhamdulillah ya, Neng!"
Pujian heboh Bu Mae yang dikatakan dengan logat betawi kental itu tak kuasa membuat Della tertawa. Sikap canggungnya saat menyambut Bu Mae beberapa waktu lalu, seolah lenyap begitu melihat tingkah energik wanita yang umurnya sudah setengah abad itu.
"Iya, Bu. Tapi sayangnya ini bukan rumah saya," koreksi Della di sisa-sisa tawanya. "Ini rumah almarhum Kakak laki-laki saya. Keponakan saya yang tinggal di sini. Saya di Bandung sama suami saya."
"Oohh begituuu ya, Neeeenggg. Tapi mah saya yakin rumahnya Neng Della gak kalah gedenya!" balas Bu Mae sambil mengusap-usap bahu Della lembut.
Della tersenyum ramah. "Aminin aja ya, Bu."
"Amiin Ya robal Alaminnn!" timpal Bu Mae nyaring.
Della yang sudah biasa mendengarnya saat kuliah tampak tidak heran mendengar cara bicara Bu Mae. Bu Mae memang ceriwis. Tipikal orang yang sangat gampang meramaikan suasana. Bahkan hawa suram rumah ini berkurang 30% cuma dengan kedatangannya saja. Della jadi penasaran, akan seperti apa jika Bu Mae yang berisik ini berinteraksi dengan Cleo.
"Jadi tugas Ibu di sini tuh apa aja ya, Neng?" tanya Bu Mae kemudian.
"Oh itu," Della berdeham, menetralkan nada bicaranya, "Seperti yang sudah bilang di telepon, saya ingin Ibu Mae menggantikan saya menjadi walinya Cleo, keponakan perempuan saya yang tinggal di sini. Nah tugas Ibu cukup awasin Cleo, perhatiin kesehatannya, makannya, kegiatannya sehari-hari, lalu Bu Mae kasih laporannya setiap minggu ke saya. Itu aja."
"Oalah sip-sip," Bu Mae mengangguk mengerti, "Neng Cleo emang SD kelas berapa, Neng?"
Della menggeleng sambil tertawa. "Cleo sudah kelas 2 SMA kok, Bu. Dia sudah remaja."
Sepasang mata Bu Mae melebar. Dia kaget, bahwa anak yang akan diurusnya rupanya sudah cukup dewasa.
"Loh, kirain Ibu keponakannya Neng Della masih kecil. Sampe harus diawasin segala!"
Della tersenyum sumir. "Secara fisik, Cleo memang sudah dewasa. Tapi mentalnya yang masih seperti anak-anak."
Bu Mae berkedip-kedip. Dahinya mengerut bingung. "Maaf, Neng. Maksudnya Neng Cleo kayak anak-anak tuh bagaimana ya, Neng? Coba-coba jelasin lagi sama Ibu, Ibu belum ngerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Dalam Bayang-Bayang
General FictionCleo tidak pernah merasa bersalah atas kematian Hera. Cleo juga tidak menerima fakta bahwa dia yang merundung Hera sampai cewek itu memutuskan untuk bunuh diri. Tapi semua orang mengatakan Cleo bersalah. Tantenya, wali kelasnya, teman-temannya di se...