Perkataan Yoga tentang Cleo di belakang sekolah kemarin rupanya cukup mengganggu Rama. Praduga asal cowok itu soal sikap Cleo yang sangat senang ketika disiksa Ghea, mengacaukan segala rencana yang sudah dia persiapkan sejak lama. Ditambah lagi ketika didapatinya Cleo masih masuk sekolah pagi ini, padahal sudah jelas keadaan cewek itu sedang remuk redam—jadilah Rama semakin kepikiran. Seperti yang Yoga bilang, mungkin benar, tanpa harus repot-repot dia bunuh, Cleo memang sudah berniat untuk mati pelan-pelan.Dari tempat duduknya, diam-diam Rama mengamati cewek berkacamata hitam yang kini tengah menyimak penjelasan Bu Wirda. Tidak seperti dugaanya, yang berharap cewek itu masuk dengan keadaan tubuh penuh memar dan luka lebam, terlepas dari kacamata hitam yang membuatnya tampil nyentrik, Cleo datang dengan kondisi "normal". Entah berapa lapis foundation yang cewek itu habiskan cuma untuk menutupi luka-luka lebam di kulitnya—yang jelas kini Cleo tampak baik-baik saja di mata orang awam. Absurd memang. Di saat cewek itu bisa saja tidak masuk sekolah sampai lukanya sembuh, Cleo malah memutuskan berpura-pura seperti orang sehat agar bisa sekolah.
"Cleo, kenapa kamu pake kacamata di kelas? Kita ini lagi belajar, bukan berjemur di pantai!"
Omelan Bu Wirda—guru seni budaya mereka yang tadinya sibuk menjelaskan praktek pagelaran seni antar kelas itu—menarik semua perhatian anak-anak di kelas untuk menatap Cleo juga.
"Mata saya infeksi, Bu," jawab Cleo, yang tentu saja bohong.
Bu Wirda berdecak. "Terus kenapa pake kacamata hitam sih? Kenapa nggak yang transparan aja?"
"Saya malu, Bu. Mata saya merah," ujar Cleo singkat, tapi cukup membuat Bu Wirda tidak menaruh perhatian pada cewek itu lagi.
Rama tersenyum miring. Pandangannya kini beralih pada layar ponselnya yang menampakkan sederet informasi soal Cleo yang baru dia terima dari salah satu kenalannya yang sekolah di SMA N 12.
Gue nggak tau banyak. Cleo anaknya tertutup. Hampir gak keliatan punya temen. Tapi gue liat dia masih bisa bersosialiasi walau terpaksa. Gak ansos bangetlah. Selain kasusnya kemaren, setau gue Cleo nggak pernah macem-macem di sekolah. Normal aja . Terus kayaknya tu cewek lumayan kaya deh. Gue pernah liat dia bawa Pajero pas pensi. Oh iya, kata temen gue yang anak taekwondo, Cleo sabuk hitam. Ati-ati lo, Ram! Gue sih nggak naksir, tapi di sini lumayan banyak cowok yang diem-diem ngincer dia. Lo tau Rian kan? Gue denger-denger di juga pernah nembak Cleo. Tapi ditolak mentah-mentah!
Nih foto Cleo pas masih di 12.
Di bawah informasi itu terdapat dua foto Cleo saat masih sekolah di SMA yang lama. Bukan foto personal sebenarnya, melainkan foto grup kelas pada kegiatan formal. Tapi cukup melihat sosok Cleo di sana, lalu mendapati betapa kerennya cara berpenampilan Cleo saat itu, Rama bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang Cleo miliki sebelum dia dikeluarkan dari sekolah dan mendarat di Grafika.
"Cantik. Kaya. Jago berantem...." gumam Rama, matanya kembali melirik Cleo. Dia mendenguskan tawa geli saat menyadari keadaan Cleo sekarang justru kebalikan dari segala yang dia katakan tadi, "Lo punya power buat ngelawan cewek-cewek itu. Tapi kenapa diem? Apa lo emang pengen mati aja?"
"Hah?" sahut Fajar, saat mendengar teman sebangkunya bicara.
Rama mengibaskan tangannya sambil lalu.
"Nggak ngomong sama lo!"
Fajar berdecak panjang. "Daripada sibuk ngomong sama setan, mending lo pikirin tuh pagelaran seni! Pokoknya kelas kita harus menang! Gue nggak mau tau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Dalam Bayang-Bayang
Fiksi UmumCleo tidak pernah merasa bersalah atas kematian Hera. Cleo juga tidak menerima fakta bahwa dia yang merundung Hera sampai cewek itu memutuskan untuk bunuh diri. Tapi semua orang mengatakan Cleo bersalah. Tantenya, wali kelasnya, teman-temannya di se...