TIGA

2.3K 255 8
                                    

Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Dan juga mohon maaf jika cerita terlihat aneh atau absurd. Karena ini cerita pertama aku. Makasih semuanya. Semoga kalian suka ya.

.
.
.
.
.
Selamat membaca

Shani menghempaskan dirinya di atas kasur king size yang di baluti sprei warna hitam. Malam ini ia tidur di rumah Gracia. Awalnya ingin menolak namun Gracia bilang takut telat besok. Akhirnya ia mengalah dan sekarang ia berada di kamar tamu. Tepat disamping kamar Gracia.

Ia memikir sejenak reaksi yang Gracia berikan kepada ayahnya sendiri. "Apa separah itu? Apa yang terjadi sama kamu?" Gumam Shani.

Jam menunjukan pukul 02.00 dini hari. Namum mata Shani seolah enggan terpejam padahal besok ia harus ektra dalam menjaga Gracia. Ia berdecak kesal sembari bangun dan berjalan menuju dapur ingin mengambil segelas air.

Langkahnya terhenti ketika melewati ruang tamu. Disana terlihat Gracia sedang duduk termenung. Ia memberanikan diri berjalan mendekati Gracia namun tidak terlalu dekat. Masih berjarak. "Hm.. permisi Nona Gracia" suara pelan Shani membuyarkan lamunan Gracia.

"Sejak kapan kamu disitu?" Tanya Gracia dingin.

"Baru saja" Shani merasa kehadirannya tidak di inginkan oleh Gracia. "Kalau begitu saya permisi. Mau kedapur" lanjut Shani pergi meninggalkan Gracia sendirian.

Setelah melepas dahaganya, ia kembali berjalan melewati ruang tamu namun kali ini langkahnya terhenti oleh suara serak Gracia, "Shani, bisa tolong kesini?"

Shani yang mendengar itu berjalan mendekati Gracia, lagi. Berpikir apakah Gracia sedang menangis. Ia mengambil tempat duduk di samping Gracia dan tentu saja dengan jarak yang sedikit jauh. Suara tangis Gracia terdengar. Ia terdiam menatap Gracia disampingnya yang kini memeluk lutut, menyembunyikan wajah. Shani tidak melakukan apapun lebih tepatnya tidak bisa melakukan apapun jadi ia hanya diam menemani gadis itu hingga tenang.

Gracia mengusap pipinya pelan. Ia sudah tenang. Sebenarnya ia khawatir akan hari esok. Bagaimana ia harus menghadapi Investor- Investor itu. Membayangkannya saja membuat ia mual. Namun ia juga tidak mau selalu terpuruk dalam masa lalu. Ia butuh bangkit untuk melawan rasa traumanya. Namun setiap ia akan memulai bayangan masa lalu selalu muncul.

Bagaimana bisa paman yang sangat ia percayai melakukan hal yang sangat buruk padanya.

"Boleh aku pinjam tangan kamu sebentar" Gracia membuka suara. Kali ini suaranya hangat tidak sedingin tadi.

Shani terkejut, ia bingung dengan sikap gadis di sampingnya, "untuk apa?" Tanya Shani memastikan, takut tangannya kenapa-kenapa. Walau ia rasa itu tidak mungkin terjadi namun bisa saja Gracia melakukan hal gila dengan tangannya. Shani sedikit was-was.

"Mau coba hilangin trauma. Capek juga hidup kaya gini terus" keluh Gracia.

Shani menjulurkan pelan tangannya.

Gracia menatap tangan Shani, rasa ragu mulai menyelimutinya. Ia benci bersentuhan dengan orang lain. Namun entah mengapa ia ingin mencoba menyentuh tangan Shani. Hanya Shani.

"Menurut ku kamu tidak perlu memaksakan diri. Semua ada masanya. Lakukan pelan-pelan saja" kata Shani ingin menarik tangannya namun langsung di genggam oleh Gracia. Entah keberanian dari mana kini tangan Gracia berada di genggaman Shani.

Dingin. Itu yang pertama kali Shani rasakan. Entah karena karena hawa sekeliling yang dingin atau memang tangan Gracia dingin karena sedang mencoba melawan rasa traumanya.

MY HAPPINESS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang