SEBELAS

1.7K 155 0
                                    

Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Cerita ini murni dari imajinasi aku, tolong jangan dibawa kedunia nyata ya. Makasih semuanya. Semoga kalian suka ya.

.
.
.
.
.
Selamat membaca

Sudah hampir 2 jam Gracia duduk di sofa sambil menatap ponsel yang ia letakkan di atas meja, tak jauh dari nya. Selama itu pula ia menunggu kabar dari sang kekasih yang tiba-tiba menghilang entah kemana.

Berkali-kali ia coba menghubungi Shani, namun kekasihnya itu tak kunjung mengangkat panggilan darinya.

Jam menunjukkan pukul 3 pagi, Gracia belum tidur sama sekali ia masih betah berjaga demi menanti kabar dari Shani. Ia tidak mau menarik kesimpulan bahwa telah terjadi hal berbahaya pada Shani, ia hanya berpikir mungkin Shani sedang menyelesaikan tugas yang di berikan bos nya sehingga ia tidak bisa mengangkat panggilan dari Gracia saat ini.

Lamunan Gracia terusik saat melihat sang ayah yang baru saja menuruni tangga berjalan menuju kearahnya, "Shani mana?" Tanya Harlan.

"Dia belum pulang Pa. Ada apa?" Tanya Gracia balik, tumben sekali ayah nya ini menanyakan keberadaan Shani.

"Papa dapat kabar dari atasan Shani kalau kalian berdua memiliki hubungan khusus, apa itu benar?"

"Iya itu benar, aku dan Shani telah berpacaran. Apakah papa akan menyuruh ku untuk menjauhi Shani?"

Harlan tertawa mendengat pertanyaan yang keluar dari mulut putrinya itu kemudian ia berkata, "Tentu saja tidak, Papa akan mendukung apapun pilihan mu. Lagi pula Papa senang dengan Shani dan Papa rasa ia yang terbaik untuk mu"

Gracia tidak percaya dengan apa yang ia dengar baru saja. "Papa serius?"

"Iya Gre. Papa serius, tapi sekarang semua pilihan ada di Shani. Atasannya memberikan ia 2 pilihan, bertahan dengan pekerjaannya atau dirimu. Jika ia memilih mu maka ia akan di hukum atas kelalaian dalam bertugas dan melanggar aturan. Kemungkin besar ia akan di pecat, tapi jika ia memilih pekerjaannya ia akan berpisah denganmu"

Gracia mendengar dengan seksama tiap kalimat yang di lontarkan oleh ayahnya itu. Ekspresi bahagianya berubah menjadi kesedihan. Pikiran buruk mulai menghantuinya, ia takut Shani akan memilih untuk meninggalkannya.

"Lebih baik besok kamu temui Shani, bicarakan baik-baik dan cari solusi. Papa yakin saat ini ia sedang merasa terpuruk. Hanya kamu yang dapat membantunya. Tapi jangan memaksanya untuk memilihmu biarkan ia memilih jalan hidup yang ia tempuh", pesan Harlan sebelum ia pergi meninggalkan Gracia.

_____

Shani terbangun dari tidurnya. Kepala nya terasa berat ditambah tubuhnya yang pegal karena ia tidur dengan posisi duduk untuk waktu yang lama. Ia menyadari ada sebuah selimut yang menutupi dirinya. Tapi seingatnya, semalam ia tidak beranjak sedikit pun dari posisi ini walau hanya sekedar mengambil selimut. Lalu dari mana selimut ini, pikirnya.

Indra penciumannya terusik oleh bau yang datang dari arah dapur, Shani berdiri dengan terhuyung mengetahui ada orang lain selain dirinya di apartemen ini.

Sosok tubuh mungil menyapa pandangannya. Sosok itu tengah sibuk menata meja makan. Shani mengetahui bahwa itu adalah Gracia, walaupun saat ini Gracia berdiri memungguginya.

"Gee?" Panggil Shani dengan suara seraknya, menyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi semata.

Gracia berbalik dengan senyum khasnya. Ia baru saja menyelesaikan kegiatannya dan menuju kearah Shani yang masih berdiri menatapnya. Ia memeluk Shani erat sembari menepuk pelan punggung Shani seakan menenangkannya.

Shani terdiam dengan perlakuan Gracia saat ini. Pelukan ini terasa sangat nyaman, semua rasa pegal di tubuhnya hilang begitupun rasa berat di kepalanya. Pelukan ini seperti obat untuk tubuh Shani yang lelah.

"Tolong, jangan tiba-tiba hilang seperti kemarin malam dan juga jangan lari dari masalah. Ayo selesaikan bersama-sama. Aku senang jika kamu menceritakan semua masalahmu padaku" Gracia membuka suara namun masih dengan posisi ia memeluk Shani.

"Aku minta maaf". Hanya itu yang keluar dari mulut Shani, tenggorokannya seakan terasa kering karena rasa bersalah telah membuat Gracia khawatir.

"Tidak apa, berkat Papa aku tau semua masalah yang sedang kamu hadapi" ucap Gracia kali ini melepaskan pelukannya dan menatap dalam kearah mata Shani, seakan memberitahukan bahwa Shani dapat mengandalkannya.

Shani tertunduk tak berani membalas tatapan Gracia. Ia merasa malu karena ia memilih kabur dari masalah padahal ia memiliki seseorang seperti Gracia yang dapat di andalkan.

"Ayo makan dulu, kita selesaikan semua dengan keadaan kenyang". Gracia menarik tangan Shani pelan mengajaknya untuk duduk di meja makan dan menyicipi beberapa makanan yang telah ia masak special untuk Shani seorang.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Tanya Shani begitu ia selesai dengan semua makanan di atas meja.

"Papa menyetujui hubungan kita, namun ia meminta ku untuk tidak memaksa mu untuk memilihku. Ia menyuruh mu memilih jalan mu sendiri. Tapi aku berharap kamu lebih memilihku"

Shani menarik pelan tangan Gracia lalu menggenggamnya erat, "Aku selalu memilihmu. Dimanapun, kapanpun, bagaimanapun, bahkan sekarang pun aku tetap memilih mu"

Shani mengelus pipi Gracia, kemudian menarik dagu Gracia dan menempelkan bibirnya tepat di bibir Gracia. Shani menarik tubuh Gracia agar semakin mendekat kearahnya, mengikis jarak antara mereka. Gracia yang paham segera mengalungkan tangannya di leher Shani. Keduanya memejamkan mata menikmati ciuman panas yang sedang berlangsung.

Gracia menarik diri terlebih dahulu karena ia mulai kehabisan napas. Begitupun Shani yang segera menghirup udara segar sebanyak mungkin. Mereka saling bertukar pandang dan tertawa melihat wajah masing-masing yang memerah.

To be Continued.

MY HAPPINESS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang