**
"Kamu beneran mau pergi? Pergi ke mana?"
Ini pertanyaanku yang ke sekian kali.
Sejak selesai makan dan kembali ke mobil, aku tak henti menanyakan tujuan Rasya setelah mengantarku pulang.
Namun, Rasya keukeuh bilang akan kembali ke kampus. Tapi, aku tidak percaya.
Aku jadi penasaran setengah mati karna hanya mendapati jawaban yang sama dari mulut Rasya.
Memang apa sih yang aku harapkan?
"Nanti ya aku kasih tau," ujar Rasya sambil membuka sabuk pengamanku.
Aku menghindar saat ia hendak menciumku.
Dia tampaknya agak terkejut namun hanya diam dan tidak mempermasalahkannya.
"Oke, makasih ya udah anterin aku pulang. Hati-hati." Aku bergegas pergi, tanpa menoleh ke belakang lagi.
Aku kesal. Bete. Penasaran setengah mati.
Berbagai pikiran negatif tentang Bella memenuhi otakku.
Aku perlu pengalihan sejenak untuk situasi ini.
Apartemen lengang saat aku tiba.
Bungkusan pecel ayam tergeletak begitu saja di atas meja makan, seperti dalam pesan chat Kak Han tadi.
"Kakak? Tidur ya?" Aku menuju kamar Kak Han lalu mendorong pelan pintu kamarnya pelan.
Sosoknya sedang meringkuk di balik selimut dengan ac yang dimatikan.
Aku melangkah mendekat, firasatku jadi tidak enak. Semuanya terbukti benar ketika aku meraba kening Kak Han, rasanya panas.
Kak Han demam.
Aku bergegas mengambil air hangat dan handuk bersih.
Lalu, kembali ke kamar Kak Han dan mulai mengompres dahinya.
"Maaf ya Kak, Kania pulangnya lama."
Kelopak mata Kak Han bergerak, perlahan membuka dan tampak sayu.
"Kenapa minta maaf? Kakak cuma kecapean kok."
Aku cemberut. Suara Kak Han lemah sekali.
"Tetep aja Kakak lagi sakit, tapi aku malah lama di luar gak langsung pulang."
Kak Han terkekeh pelan.
"Kakak jadi inget dulu kamu nangis tiap Kakak sakit."
Ah, masa-masa itu.
Entah kenapa rasanya bernostalgia itu menyenangkan. Aku ingat selalu menangis tiap Kak Han sakit.
Sakit apa pun itu, demam, jatuh dari sepeda motor, keseleo saat main futsal, terhantuk sudut meja hingga kuku kakinya copot pun aku menangis.
Aku secengeng itu memang.
"Tapi, kali ini Kania ga nangis."
"Ah masa?"
Kak Han malah mengejek.
Aku berdecak pelan seraya mengganti bagian kain kompres di dahi Kak Han.
"Kakak mau makan apa?"
"Kakak udah makan kok tadi."
"Bohong deh, pecel ayamnya ada dua bungkus. Aku tau Kakak belum makan."
"Kakak udah makan sama konsumsi di mubes tadi," ulang Kak Han.
Aku berdecak pelan mendengar kata mubes. Aku agak sensitif dengan kata itu sekarang.
Kak Han menggeser posisi berbaringnya. Aku rasa ia meminta aku untuk tidur di sampingnya.
"Ada yang mau Kakak bilang," ujarnya sambil menepuk sisi tempat tidur di sebelahnya.
Aku mengubah posisiku lalu menyamping sambil memeriksa suhu tubuh Kak Han.
Aku rasa Kak Han perlu obat penurun panas. Suhu tubuhnya panas sekali.
"Kakak perlu minum obat deh."
"Oke, tapi nanti. Ini momennya pas buat ngasih tau kamu."
Aku jadi penasaran.
"Kakak pernah cerita kan ada temen Kakak yang seorganisasi pacaran diem-diem."
"Heem."
"Mereka pacaran karena gak sadar saling suka abisnya keseringan bareng-bareng. Mereka yang ketum sama bendahara organisasi Kakak itu kan?"
"Nah iya bener!"
Aku mengamati langit-langit kamar Kak Han. Aku tahu pembicaraan ini akan mengarah kemana.
"Mereka masih pacaran ya Kak?"
"Masih. Sering berantem juga. Kamu tau lah Kakak yang ada di tengah-tengah mereka harus selalu siap jadi tempat curhat secara gak langsung."
Aku tergelak. Menjadi wakil ketua organisasi dan berada di antara dua orang yang sedang menjalin hubungan tentu tidak mudah.
Namun, tawaku langsung sirna begitu saja.
Itu hanya tawa spontan yang tiba-tiba hilang saat sekilas ingatan menyebalkan kembali datang.
"Aku tau kemana arah omongan Kakak."
Aku menoleh sekilas pada Kak Han.
Kak Han balas menatapku sendu. Sorot matanya jadi terlebih menyedihkan karena tampak sayu.
"Gapapa, di sini masih ada Kakak."
Aku nyengir. Memang dari awal hanya Kak Han yang selalu ada.
**
Date : 30 Januari 2023
Revisi : 29 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Coz I'm Your Home (✔)
Romance[Completed/Tamat] [Fiction About S.Coups] Warn 18+ Area physical touch, kissing, bucin! Namanya Rasya. Ketua BEM yang dikenal supel dan berwibawa. Tapi, bagi Kania, Rasya hanya cowok jahat yang pernah Kania kenal. Kania tidak tahu kenapa R...