Sore ini, Albert mengajak Allen untuk pergi memancing. Ia mencari waktu luang untuk menghabiskan waktu hanya untuk bersama dengan anaknya, karena ia merasa Andi sangat butuh diperhatikan, apalagi ditambah dengan tingkahnya anaknya itu semakin hari semakkin aneh.
Allen hanya mengikuti perkataan ayah Andi. Lagipula dia sangat penasaran dengan suasana di luar kota itu. Mereka mulai berangkat dengan mobil yang dibawa pribadi oleh ayah Andi sendiri. Allen cukup menikmati pemandangan dunia ini sembari dalam perjalanan.
"Bagaimana pertemuan Andi dengan Ibu kemarin?" tanya Albert kepada Allen.
Allen yang melamun menikmati pemandangan langsung tersadar dengan ucapan Albert. "Aku tidak banyak bicara dengan ibu, lagipula dia hanya singgah sebentar."
"Andi belum memaafkan ibu?"
Allen bergeming, ia tidak tahu apa yang harus dikatakan.
"Ayah sudah memaafkan perbuatan ibu sejak lama, ayah sama-sekali tidak dendam dengannya." Albert mengehela napas di sela-sela ia menyetir mobil. "Ayah bersyukur, walau ia memilih untuk pergi meninggalkan Ayah, dia meninggalkan putra yang sangat baik seperti Andi," lanjutnya lagi.Allen baru memahami masalah apa yang dihadapi Andi. Pantas saja, Andi tidak betah ketika bersama ibunya.
"Andi juga 'kan sudah lama memaapkan dan memang tidak pernah membenci ibu," ucap Albert lagi.
"Bagaimana Ayah tahu?"
"Apa alasan kamu mewarnai rambut menjadi hitam seperti itu?"
"Trend?" Allen melihat warna rambutnya lewat kaca mobil.
Albert seketika tertawa. "Tidak, Andi hanya ingin memiliki warna rambut setipe dengan ibu, 'kan?"
Allen terdiam kembali, ia juga baru mengetahui alasan mengapa rambutnya hitam sejak ia terbangun di dunia ini. Andi sudah mewarnai rambut ini sejak lama, pantas saja tidak ada yang mengomentari warna rambutku.
Albert menghentikan mobil di samping jalan. Mereka menghadap ke arah danau yang sudah terpampang luas di depan mereka. Keduanya langsung turun dan berjalan mengampiri danau itu, selain mereka berdua ternyata banyak orang yang memancing ikan di sana. Tiupan angin segar musim semi menerpa wajah Allen, ia menyukai tempat ini.
Allen berteriak ditengah-tengah lapangan rumput dekat danau itu. "Aku seperti liburan ke luar negeri!" Sejenak pemuda itu memejamkan mata sembari menikmati segarnya udara.
Albert turun membuka jok mobil dan mengambil peralatan memancing. Ia sejenak menoleh ke arah Allen dan tersenyum lebar.
"Sudah lama Ayah tidak melihat senyum lebarmu itu," ucap Albert yang tiba-tiba sudah berada di samping Allen.
Allen yang terkejut karena suara Albert langsung membuka matanya. "Eh, Andi bantu ayah." Ia mengambil beberapa peralatan dan membawanya terlebih dahulu ke dekat danau.
"Eh, anak ini, tunggu Ayah!"
Keesokan harinya Allen dan Lian bertemu lagi, kali ini mereka berkumpul di rumah Andi. Allen ingin memberitahukan kepada Lian bahwa dia menemukan surat kiriman dari Andi lagi di tempat yang sama.
** Jangan khawatir dengan keadaan orang-orang dan pekerjaan di dimensimu, aku bisa mengatur semuanya dengan rapi. Namun, aku mengkhawatirkan semua hal di di dimensiku, apakah kacau karena perbuatanmu? Bagaimana dengan kekasihku, Star. Awas kamu macam-macam dengannya.
~Andinata PutraLian mengeleng-gelengkan kepalanya sembari tertawa ketika membaca surat kiriman dari Andi. "Ini murni kesalahannya malah marah-marah dengan orang lain, mana yang hanya ia pikirkan cuma Star."
Allen tertawa mengejek. "Sumpah ini orang tidak ada rasa bersalahnya."
"Hei, Andi! Pertama, kamu harus menunjukan caramu berkirim surat terlebih dahulu, baru memberikan pesan seperti itu!" Lian berteriak di kamar milik teman kecilnya itu, berharap suaranya sampai ke dimensi sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Allendra
Teen Fiction[BELUM REVISI, AUTHOR MASIH MENGUNAKAN PUEBI DAN EYD V SECARA CAMPURAN.] Blurb: Terjebak di dunia paralel menyebabkan duniaku berubah menjadi 360°, pada awalnya aku menyukai dunia ini. Namun, lama kelamaan, mengapa rasanya sangat aneh?