Allen dan Andi saling berpandangan, mereka terhubung lewat cermin yang berada di kamar itu. Cukup lama mereka tidak bersuara, Allen sekilas mengosok-gosok matanya dengan kedua tangan karena masih tidak percaya dengan keajaiban ini. Berharap pantulan cermin akan mengikuti perilaku Allen, malah yang terjadi adalah sebaliknya. Andi hanya menatap dengan wajah kebingungan.
Belum menyerah, Allen mundur tiga langkah lalu mengambil posisi membelakangi cermin, ia mengitung 1, 2, dan 3 lalu membalikan posisi mendadak. "Cilukba!"
"Ah, kaget," ucap Andi pura-pura terkejut.
"J-jadi-" ucap Allen dengan terbata-bata.
"Iya." Sebelum Allen melanjutkan perkataanya Andi mengangguk menyetujui.
Allen menutup mulutnya sendiri karena shock. "Bagaimana bisa kita terhubung lewat ini dan apa yang kamu lakukan?"
"Aku hanya mendekati cermin tadi, karena ia mengeluarkan cahaya yang aneh."
Allen langsung terdiam menatap Andi, wajahnya mulai terlihat kesal.
"Kenapa?" tanya Andi dengan polos, ia meraba-raba ke arah cermin berharap bisa menembus cermin itu secara langsung.
"Mengapa kamu melakukan itu?"
"Apa-oh maap, ya. Aku hanya melakukan itu spontan, aku sangat penasaran dengan artefak kuno itu dan tidak menyangka ini bisa terjadi," ujar Andi dengan wajah yang dibuat menyesal.
"Bukan apa, ya, Kaleng Kong Guan! Kamu melakukan itu tanpa persetujuan aku," balas Allen sambil mengetuk-ngetukan ke tangannya ke atas meja laci tempat diletakkannya cermin itu. Ia menahan kesal dengan bertingkah seperti itu.
Andi ikut merasa kesal. "Sudah aku katakan bahwa itu tidak sengaja."
"Makanya, balik sini!" titah Allen.
"Aku tidak bisa!"
"KENAPA TIDAK BISA?"
Keduanya saling adu urat.
"Aku kekurangan beberapa huruf artefak itu, jadi tidak sempat membaca mantra untuk pulang!"
"Akh!" Allen merasa frustasi dan mengacak-ngacak rambutnya, ia mundur ke arah kasur; terduduk sembari menunduk, tangan kanannya memegang kepala karena merasakan pusing.
Ia melanjutkan perkataanya lagi. "Bagaimana bisa kamu menghilangkannya, coba kamu pikir. Selama beberapa minggu ini, aku prustasi seperti orang bodoh menjawab pertanyaan-pertanyaan orang di sekelilingmu."
"Aku tidak menghilangkannya. Mereka memang tidak ada sejak aku mengambil artefak itu, bisa jadi ia masih berada di gua dengan artefak berbeda."
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Allen mendongakkan kepalanya dan menatap Andi melalui cermin.
Andi memegang dagu dan mulai berpikir. "Cari artefak kuno kedua, mereka berpasangan." Ia mulai mencari jalan keluar.
Allen menunjuk ke arah Andi, dengan eskpresi marah, tapi ditahan. "KAMU-"
"Sorry, bukannya ada untungnya juga kamu di sana? Bisa jadi anak dari keturunan bangsawan, lagipula tidak ada yang mencurigaimu. Wajah kita sangat mirip," balas Andi.
"Lalu apa untungnya kamu di sana, mau makan saja adanya mie instan, apa kamu cocok hidup sederhana seperti itu?"
"Cocok-cocok saja, di sini aku mempunyai orangtua yang lengkap, aku sayang ibu," balas Andi dengan tersenyum ringan sambil memeluk dirinya sendiri.
Ketika mendengar itu Allen merasa kesal sekali. "Itu ibuku, di sini ibumu juga ada. Dia selalu meminta maap kepadamu, maapkanlah dia dan kembali ke sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Allendra
Teen Fiction[BELUM REVISI, AUTHOR MASIH MENGUNAKAN PUEBI DAN EYD V SECARA CAMPURAN.] Blurb: Terjebak di dunia paralel menyebabkan duniaku berubah menjadi 360°, pada awalnya aku menyukai dunia ini. Namun, lama kelamaan, mengapa rasanya sangat aneh?