8

6 5 2
                                    


"Apakah kita akan menjadi semoga yang tersemogakan?"


Pagi ini aku bangun dengan semangat, tersenyum secerah mentari di pagi ini. Hampir 2 tahun aku di SMA baru kali ini aku pergi dengan penuh semangat ke sekolah, mungkin terdengar berlebihan tapi memang aku adalah manusia yang seperti itu, menjalani hidup seperti daun yang hanyut di sungai, pasrah, entah kemana arus membawa. Namun hari ini aku bertekad akan menjadi anak SMA pada umumnya yang menikmati masa putih abu abu ini dengan percintaan dan pertemanan yang lebih luas lagi.

"Wah anak bunda tumben nih senyum senyum dipagi hari" goda bundaku sambil menatap dengan mata berbinar.

"Kesurupan tu bund" tunjuk glara ngaco.

"Apasi ah" aku menarik ikat rambutnya jahil.

"Ih rese banget"

"kamu duluan kan"

"awas ya lo" aku waspada karena glara mendekat ke arahku dengan tangan yang berusaha menggapai rambutku, sontak saja aku lari, dan terjadilah aksi kejar kejaran dipagi hari.

"Ih glaraa sakit taii"

"Mampus lo" dia menarik rambutku sekuat tenaga, sedangkan aku menarik kerah bajunya.

"Heh Glara, gaboleh lo gue kebiasaan deh!" Omel bunda berjalan mendekat kearah kami dengan memegang sapu.

"Ini glara gamau lepasin bund sakit tau rambut aku" adu ku kepada bunda.

"Hih dasar cengeng manja pengadu" glara melepaskan rambutku dengan kasar.

"Glara ga boleh ngomong gitu ke kakak, yang sopan! Kakak juga udah gede kok masi berantem sama adek"

"Gabut aja" jawabku dengan kekehan sambil merangkul bunda.

"Dasar manusia ga jelas" lagi, glara dengan mulut pedasnya itu yang selalu memancing emosiku.

"Udah udah cepetan sarapan nanti telat!, bunda panggil ayah dulu"

Aku mulai duduk tenang dimeja makan, meneguk pelan susu coklat buatan bunda sambil menunggu ayah dan bunda turun.

"Pagi" sapa ayah.

"Pagi yah"

Kami mulai makan dengan tenang. Hari ini bunda memasak nasi goreng sosis, kesukaan kita.

"Gimana kemarin sekolahnya, Gyuri Glara?" Ucap ayah setelah kami menghabiskan sarapan.

"Kalau aku tentu menyenangkan yah" ucap Glara.

"Ya lumayan yah" seperti biasa selalu jawaban itu yang aku berikan ketika ayah bertanya tentang sekolah.

"Ingat ya jangan jadi anak bandel, patuhi aturan sekolah" Ini bunda, pasti selalu bilang begitu, ga tau aja aku disekolah gimana.

"Glara tuh"

"Lah kok gue"

"Nah kan yah dia ngomong pake lo gue" sengaja, biar glara kena marah, itu sangat menyenangkan.

"Glara ga boleh ngomong pake lo gue" tegas ayah.

"Maaf"

"Jangan diulangi lagi glara,ayo pake sepatu kamu cepat, bareng ayah kan?"

"Iya yah"

"Aku bareng ayah juga ya" ucapku cengengesan.

"Kenapa motor kamu rusak?"

"Enggak kok, lagi pengen aja diantar ayah hehe"

"Yaudah ayo, ayah lagi buru-buru nih"

"Hati-hati ya kalian" kami bergantian mencium tangan bunda rutinitas ketika hendak berpergian.

Didalam mobil hanya diisi dengan obrolan kecil, karena ayah fokus menyetir. Fyi, ayahku adalah seorang kepala sekolah di SMA Garuda, sekolah sahabatku Mikasa, kenapa aku tidak sekolah disana saja? jawabannya aku tidak diterima disana, mungkin karena sekolahnya yang hanya menerima murid pintar seperti sahabatku, sedangkan aku hanya manusia dengan otak pas-pasan.

"Nanti pulangnya mau ayah jemput?" tanya ayahku, walaupun dia sedang sibuk-sibuknya tetapi jika anak dan istrinya membutuhkan bantuannya ayah siap datang saat itu juga, tentu aku selalu bersyukur lahir di keluarga harmonis ini.

"Engga usah yah, nanti aku habis pulang sekolah mau pergi main dulu bareng teman aku, bolehkan yah?"

"Hm jaga diri kamu"

"Tentu"

"Aku pamit yah,see u" Ketika sudah tiba didepan gerbang sekolahku. Langsung saja mobil ayah melesat pergi, sepertinya dia sangat terburu-buru. Aku mulai mengayunkan kaki memasuki sekolah,menuju kelas.

"Anata" langsung saja aku berbalik badan, menatap orang yang memanggil namaku. Dia Razka.

"Bareng ke kelas" ucapnya. Sepertinya dia baru selesai memarkirkan motornya.

"Oh ayo"

"Nanti jadikan?"

"Iya jadi"

"Thanks ya udah mau nemenin gue"

"Iya, santai aja" ucapku jujur sedikit gugup jalan berdampingan gini dengan dia, bahkan wangi farfum nya tercium.

Hening. Tidak ada lagi percakapan diantara kita, jujur saja aku ingin terus bertukar kata bersama dia, namun aku tidak tau mau membahas apa, dan sepertinya dia juga tak pandai mencari topik.

"Hm aku duluan ka" aku sudah sampai didepan kelasku, dan kelasnya masih melewati 1 kelas lagi.

"Iyaa see u nanti siang" ucapnya dihiasi dengan senyum tipis yang ku balas dengan anggukan.

"OMG GYURII GERCEP BANGET NICHH" siapa lagi kalau bukan Zea sipaling heboh.

"Ngomongin apa lo tadi bareng dia?"

"Ngomongin lo"

"Whatt?!! seriosly?"

"Hm" aku menjawabnya dengan malas.

"Ah lo seriuss deh yur"

"Ini serius"

"Boong banget, ngomongin apasih hah?"

"Kepo banget si"

"Wajib"

"Ga ngomong apa apa kok"

"Boong, gue kaget tau lo bisa ngobrol gitu sama dia"

"Kenapa?"

"Kek, anjir serius itu lo?! Gyuri anata yang sama gue aja kadang masih malu malu kambing eh ini udah berani ngobrol sama cogan" Zea dengan segala ke lebay an nya.

"Lebay deh ze"

"Tapi lo keren si, ada kemajuan semoga anu deh"

"Anu apadeh?"

"Ya itu seperti yang lo impikan, gue gatau, cuma bantu doain aja"

"Lah kocak" aku tertawa pelan, benar kata Zea ada kemajuan, ya semoga saja berjalan sesuai yang aku impikan. Semoga.





























FavoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang