Bab 20

42 3 0
                                    

Rafa lupa kalau Dinda juga memiliki ponsel. Sekalipun ia berusaha untuk menutup berita yang sedang menghebohkan dunia maya saat ini, Dinda dapat mengetahuinya. Manajer dari sebuah brand kosmetik lokal yang baru saja menjadikan Dinda sebagai brand ambasador menghubungi, meminta konfirmasi soal kebenaran berita itu.

"Tolong pastikan kebenaran beritu tersebut karena hal ini pasti akan memengaruhi reputasi brand kami. Mengingat Mbak Dinda adalah brand ambasador kami," ucap sang Manajer sebelum menutup panggilan.

Dinda menjatuhkan ponsel ke lantai. Tubuhnya langsung tersungkur lemah di kasur. Matanya ia pejam kuat-kuat dan kedua lengan memeluk tubuhnya yang sedang gemetar hebat. Bagaikan sedang menyaksikan sebuah film, memorinya memutar adegan per adegan ketika ia menyerahkan tubuhnya pada Thomas untuk pertama kalinya.

Ia memukul dadanya menggunakan kepalan tangan. Amarah, kesedihan, dan penyesalan berkumpul menjadi satu membuatnya sesak. Mulutnya terbuka untuk memasok oksigen sebanyak mungkin akibat dadanya yang terhimpit.

"Raf, carikan aku video itu. Aku mau lihat," pinta Dinda dengan terbata-bata melawan tenggorokannya yang terasa perih.

Rafa sudah mengambil ponsel Dinda di lantai dan langsung menonaktifkannya agar tak ada yang menghubungi. Awalnya ia menolak, tetapi akhirnya mengalah setelah Dinda memohon padanya dengan jeritan. Terpaksa ia mengunduh video panas itu yang sudah disebar di grup alumni SMA tempat Dinda, Becka, dan Rafa bersekolah. Sudah pasti di grup itu ribut mempertanyakan keberadaan Dinda.

Telapak tangan Rafa basah, jantungnya berdetak berisik sekali, matanya memanas rasanya ingin menangis, tak tega pada Dinda yang berusaha menguatkan diri melihat rekaman itu.

"Kalau nggak sanggup langsung bilang, ya," ucap Rafa dengan suara serak.

Dinda mengangguk. Matanya sudah basah.

Rafa mengarahkan ponsel itu sejajar dengan perut gadis itu. Membuat Dinda menunduk, sementara kedua tangan saling meremas. Dinda menutup mata lalu mengembuskan napas gugupnya untuk menguatkan diri melihat video itu.

Ada seorang wanita berambut lurus hitam, bertubuh kurus, kulit sawo matang yang sedang bergerak kaku bersamaan dengan gerak sang pria yang berada di atasnya di tempat ber-sprei warna abu-abu polos ukuran king. Dinda hanya sanggup melihat video itu sampai detik ke lima dari total berdurasi 20 detik.

Wajah gadis itu semakin memucat dan seketika rasa mual melalui tenggorokan dan langsung memuntahkan isi makanan yang masih tersimpan di lambungnya. Reflek Rafa melempar ponselnya ke sembarang tempat dan buru-buru mengangkat rambut gadis itu agar tak terkena muntahan. Cowok itu tak merasa jijik sama sekali, padahal ada cipratan muntahan di kaki celananya. Rafa tak peduli.

Setelah selesai mengeluarka isi perutnya, Rafa menyeka mulut Dinda memakai tisu dan menidurkannya di kasur. Dinda yang tadinya meringis, perlahan berganti dengan isak, lalu jeritan yang memekakan telinga.

"Itu aku, Raf ... di kamar Thomas ... dia ja--hat."

Seolah pria itu berada di sampingnya, suara Thomas yang merayunya dengan kata-kata manis yang selalu membuatnya terbuai untuk menyerahkan diri, kembali diputar jelas di telinganya.

Video itu diambil saat pertama kali Dinda menyerahkan tubuhnya dijamah oleh Thomas dan ia baru ingat, saat Thomas merayunya, pria itu tengah memegang sebuah tablet. Ia yakin sudah pasti Thomas menggunakan benda itu untuk merekamnya.

Sementara Dinda tengah menangis meratapi kemalangan yang sedang ia alami, Rafa tengah sibuk membersihkan muntahan yang berserakan di lantai.

Setelah lantainya bersih, Rafa mencuci kain pel di kamar mandi yang berada di dekat dapur. Cowok itu mengerjakannya dengan hati-hati, tak ingin membuat keributan yang bisa membangunkan Widia yang sudah tertidur nyenyak.

Orang yang Tepat di Waktu yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang