Bab 21

158 5 0
                                    

Akun anonim beserta video panas itu langsung lenyap dari dunia maya lima jam kemudian, tetapi wajah Rafa sudah telanjur beredar luas bahkan sampai ke media sosial lain. Para netizen yang haus akan gosip langsung mengupas identitas Rafa sampai ke akar-akarnya. Siapa nama orang tua, alamat rumah, pendidikan, sampai pekerjaannya.

Semua orang tak menyangka bagaimana bisa seorang pria cerdas dan memiliki karier yang cemerlang bisa melakukan tindakan tak bermoral seperti itu.

Rafa pun dipanggil oleh pihak kampus untuk dimintai keterangan. Pria itu tak menyangkal kalau ia yang ada dalam video itu. Maka, tanpa menunggu waktu, pihak kampus memecatnya. Namanya sampai dimasukan ke dalam daftar hitam kampus yang ada di kota yang dikenal sebagai salah satu kota terpanas di Indonesia. Ia juga dipecat sebagai penyanyi kafe dan band yang dibentuk bersama mahasiswanya langsung dibubarkan.

Semua orang memandang hina Rafa. Image yang dibangun sebagai anak baik-baik runtuh begitu saja. Sofi dan Cahyo langsung jatuh sakit dan entah siapa yang memberi tahu, berita yang berusaha disembunyikan sampai juga di telinga Oma.

Oma langsung pingsan mendengar berita mengejutkan tentang cucu kesayangannya. Tekanan darah dan gula darah melonjak naik. Kondisi Oma semakin menurun sehingga dilarikan ke rumah sakit dan langsung masuk ruang ICU karena terkena serangan jantung.

Rafa duduk di samping Oma yang belum sadarkan diri sejak dua hari yang lalu. Ia memegang tangan ringkih berkeriput itu. Saturasi oksigen Oma naik turun, membuat mereka harus bersiap mendapatkan kabar terburuk.

Rafa membawanya ke bibir dan dikecupnya. Teringat sebelum jatuh pingsan, Oma mengatakan kekecewaan pada Rafa.

"Maafkan aku, udah membuat semua orang kecewa. Mantan pacarku yang menyebarkan video udah ditangkap. Aku akan terima dijodohkan sama siapa saja, asal Oma bangun." Rafa menunduk dan bahunya bergetar. Satu per satu bulir air mata jatuh membasahi punggung tangan wanita berusia 70 tahun itu.

Memori tentang Oma yang begitu menyayangi, memanjakan, selalu menasihatinya untuk menjadi anak baik, dan selalu membela kalau dimarahi orang tuanya berlarian silih berganti di pikirannya. Rafa membekap mulut yang mulai mengeluarkan isakan.

"Oma ... maafkan aku ... yuk, bangun, Oma. Rafa tunggu sekarang."

Rafa mengangkat tangan dan mengelus kulit pucat Oma, tetapi geraknya berhenti ketika ia mendengar satu tarikan napas panjang Oma dan diikuti dengan bunyi "bip" panjang. Rafa menengok dan menemukan layar EKG menampilkan garis lurus.

Rafa menekan tombol untuk memanggil dokter dan suster. Tenaga kesehatan bergegas datang dan melakukan CPR, tetapi usaha mereka tak membuahkan hasil.

Oma telah pergi untuk selamanya.

***

Selama menjaga jasad Oma di rumah duka, Rafa harus menahan malu akibat tatapan mencela dari orang-orang. Bahkan ada yang terang-terangan menudingnya sebagai penyebab kepergian Oma.

Tak perlu dihakimi pun Rafa sudah tahu kalau ia adalah pembunuh Oma akibat keputusan bodoh yang ia buat di masa lalu, semua jadi hancur berantakan. Masa depan yang suram, kehilangan Oma tercinta, dan hubungan dengan orang tua menjadi renggang--Cahyo dan Sofia tak mau bertegur sapa dengannya sejak Oma masuk rumah sakit.

"Orang tuamu masih nggak mau diajak bicara?" tanya Dinda sedang duduk di samping Rafa, matanya lurus memandang peti putih, tempat Oma beristirahat dengan tenang.

Rafa menoleh pada Dinda. "Papa belum, hanya Mama aja yang masih mau memandang mukaku. Itu pun kalau ngomong, nada bicaranya masih ketus."

Dinda menepuk punggung tangan Rafa. "Perlakukan mereka dengan baik. Diam aja kalau mereka marah-marah. Namanya kita sedang melakukakn kesalahan."

Orang yang Tepat di Waktu yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang