Bab 12

12 1 0
                                    

Widia sedang berada di tempat kerja di rumah tetangga. Kebetulan hari ini jadwal kerjanya sebagai pekerja rumah tangga infal. Makanya sehabis makan siang hanya Dinda sendiri di rumah.

Dinda sudah selesai merekam konten tanpa ada bantuan siapa pun. Tadi katanya Becka akan membantu, tetapi sahabatnya itu memberitahu kalau tak bisa ke rumah karena ia ada urusan mendadak.

Biasanya sehabis membuat video, Dinda akan langsung memindahkan rekaman ke laptop dan menyuntingnya. Kegiatan penyuntingan biasa dilakukan di ruang tamu dengan make-up belum ia hapus di wajahnya.

Sekitar jam dua siang saat suasana sepi, pintu rumahnya diketuk oleh seseorang tanpa suara sapaan. Tanpa ada firasat apa pun, Dinda menggerakan kursi roda ke arah pintu untuk membuka benda yang terbuat dari kayu jati itu. Dahinya mengernyit melihat seorang gadis berkulit putih, berpostur tak begitu tinggi, mengenakan dress hitam menutupi mata kakinya yang membuatnya semakin kelihatan pendek, sedang melambaikan tangan ke arahnya dengan senyuman lebar.

"Hai, Dinda. Aku Vaya, boleh bertamu sebentar?" ucapnya dengan nada riang.

Dinda menengok ke dalam dan menimbang sesuatu, ia mengarahkan kursi rodanya ke teras. "Di sini aja ... silakan duduk. Ada perlu apa?" Dinda menunjuk kursi plastik berwarna hijau, menyuruh Vaya duduk.

Vaya mengangguk lalu ia mengambil tisu basah dari tasnya dan membersihkan hampir seluruh permukaan kursi. Setelah dipastikan sudah bersih, ia lalu duduk dengan pose menumpukkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Setelah itu, salah satu tangannya mengutak-atik ponsel lalu menunjukkannya pada Dinda.

Sontak mata Dinda terbelalak dan rasa mual menyerangnya. Ia menutup telinga menyingkirkan suara berisik penuh desahan dari video itu. Kepalanya nyeri membayangkan kilasan adegan yang sempat tertangkap netranya.

"Upss ... sorry, kamu nggak biasa lihat video kayak gini, ya? Sekali lagi maaf." Vaya buru-buru mengambil ponsel di tangan Dinda lalu menyimpannya di dalam tas. Bibirnya membentuk seringai tipis.

"Nggak sopan! Datang ke rumah orang yang nggak kenal kamu dan langsung nunjukin video porno kayak gitu. Siapa kamu dan dari mana dapat alamat rumahku?" tanya Dinda dengan suara rendah dan dalam. Ia mengembuskan napas untuk menetralkan degup jantung yang menggila, tetapi dagunya ia angkat setinggi mungkin, tak ingin terlihat ketakutan.

Vaya mengangkat kepala dan memperbaiki duduknya. Kedua kaki disejajarkan, kedua tangan ditaruh di atas lutut, dan punggungnya ditegakkan. "Aku Vaya, pacarnya Rafa. Aku tau alamat rumahmu dari media sosial Becka."

Ada sebuah foto yang diunggah Becka di akun media sosialnya. Ada Dinda, Becka, Rafa, dan Widia. Becka menyertakan nama kompleks tempat tinggal Dinda di foto itu. Kebetulan akun Becka diatur bisa dilihat oleh publik sehingga dengan mudah diketahui Vaya.

Perempuan itu memesan taksi dan mengatakan tujuannya ke perumahan tempat tinggal Dinda. Kemudian, setelah sampai di perumahan, ia berkeliling sekitar dua jam untuk bertanya letak rumah Dinda dari satu rumah ke rumah yang lain dengan bermodalkan menunjukkan foto dari media sosial Becka.

Dinda ikut menegakkan punggungnya dan menautkan kesepuluh jarinya. "Nggak sopan stalking akun orang yang ngak kamu kenal. Terus apa maksudmu ke sini?" Dinda menatap tajam Vaya.

Vaya mendengkus disertai tawa kecil. "Aku dengar dari seseorang kalau kamu dan Rafa dijodohkan. Makanya aku menemuimu untuk ngasih tau kalau kamu ditipu Rafa. Selama ini dia punya pacar, yaitu aku ... sebelum hubungan kalian berlanjut sampai ke pernikahan, sebaiknya batalkan perjodohan ini."

Dinda mengibas tangan di udara. "Tenang aja, hubungan kami nggak akan sampai ke pelaminan karena aku nggak bisa menikah dengan orang yang nggak aku cintai."

Orang yang Tepat di Waktu yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang