Demi mendapatkan uang untuk pengobatan neneknya, Ajeng terjebak dalam situasi yang rumit, dan mau tidak mau, Ajeng terpkasa menjadi pengantin penggantin nyonya Vanya. Nyonya Vanya yang mengalami kecelakaan di sehari sebelum pernikahannya.
"Aku jiji...
Ebook ready di playbook. Bagi yg gk sabar pengen baca cepat sampai tamat
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
****
Untung saja, Ajeng sudah berada dalam kamar mandi saat ini, sehingga Tuan Adnan yang sudah Ajeng tampar dan caci, tidak akan melihat betapa gemetar kedua lutut Ajeng saat ini. Tidak melihat betapa pucat wajah Ajeng. Ajeng yang ketakutan setengah mati, karena sudah ia caci bahkan tampar, bisa saja Tuan Adnan membunuhnya.
Tapi, sudah 5 menit berlalu, Ajeng berdiri takut di dalam kamar mandi dengan memeluk kuat seprei sebagai alas tidurnya, tidak ada batang hidung Tuan Adnan yang ikut masuk ke dalam kamar mandi.
"Huftt,"untuk pertama kali sejak 5 menit yang sudah lalu, baru Ajeng menghembuskan nafasnya lega.
Perlahan tapi pasti Ajeng mulai duduk di atas lantai yang super dingin ini.
Bahkan saking dinginnya, membuat Ajeng ingin pipis. Tapi, di tahan sama Ajeng.
Ajeng yang saat ini, dengan lemas sudah membaringkan tubuhnya di atas lantai. Tanpa mengalasi sedikitpun lantai putih bersih itu. Seprei yang di peluknya tadi, sudah Ajeng simpan begitu saja di atas perutnya.
"Cepat lah pagi, biar aku bisa segera terbebas dari dalam ruangan ini,"ucap Ajeng dengan nada dan raut mengharapnya.
Ajeng tidak sabar, ingin segera keluar dari kamar ini, tidak sabar ingin pergi dari kota ini dengan anaknya Ednan yang Ajeng titip pada Bi Nani.
***
5 menit sudah berlalu, Adnan masih berdiri membeku di tempat yang sama, tangannya memegang pipinya yang di tampar sangat kuat oleh Ajeng.
Ajeng yang tubuh mungilnya sudah di telan oleh pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat di depan sana.
Andai orang lain melihat kejadian tadi, Ajeng yang menamparnya, Ajeng yang mencacinya, Adnan demi Tuhan, tidak berani membayangkan, seberapa besar rasa malu yang harus ia tanggung.
Yang utama, Adnan tidak menyangka, betapa licin dan pintar mulut Ajeng membungkam mulutnya.
Ya, siapa yang tidak suka dan gila dengan uang di dunia ini. Orang mencuri karena uang, perempuan menjual dirinya semua karena uang. Uang dan uang. Tidak ada yang tulus. Ah, ada. Vanya, hanya Vanya yang tulus di dunia ini. Menyelamatkan hidupnya tanpa mengharap imbalan sedikitpun.
"Kamu Membuatku merasa semakin jijik dan muak padamu, Ajeng..."ucap Adnan dengan kedua tangan mengepal erat.
Tidak boleh. Ia tidak boleh diam seperti ini. Ajeng harus mendapat hukuman atas kelakuan kurang ajarnya barusan. Sehingga dengan langkah lebar, Adnan berjalan menuju kamar mandi. Adnan bahkan detik ini sudah berdiri tepat di depan pintu kamar mandi.