Tok.. tok.. tok...
"masuk" kata seseorang dalam ruangan.
"apa kamu sudah bosan menjadi sekretaris disini?" tanya pak rizky ke adel
"maaf pak" jawab adel seperti kucing kelaparan
"kamu tau kan ini kontrak kerja yang sangat penting untuk perusahaan? Lalu kenapa kamu bisa terlambat sampai di tolak? Apa kamu sudah cukup bosan bekerja? Apa kamu berpikir ini hanya main-main saja?" cerocos pak rizky dengan jurus seribu pertanyaan
"maaf, pak. Saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan kontrak kerja ini, bahkan saya tidak menganggap ini sebagai permainan" jawab adel membela dirinya,
"kalau bukan main-main, kenapa kamu bisa gagal seperti ini? kamu tau kan ini tanggung jawab besar yang saya percayakan ke kamu?" tanya pak rizky lagi ke adel. Adel menghela nafas sambil berpikir dan berusaha menahan emosi yang hampir meletus di kepalanya,
"apa kamu mulai jadi tunawicara?" celetuk pak rizky,
"saya tau ini proyek yang besar, tanggung jawab besar yang pak rizky percayakan ke saya dan saya gagal melakukan itu, tapi bukan berarti saya menganggap ini seperti permainan, saya tidak main-main dalam bekerja, tidak pernah sekalipun itu proyek besar atau bukan. Saya selalu mendedikasikan diri saya ke perusahaa ini, saya berlari kesana demi proyek ini. apa itu masih di katakan main-main? Saya..."
"keluar! Saya tidak butuh pembelaanmu. Lanjutkan pekerjaanmu" potong pak rizky ketika adel sedang menjelaskan
"baik" jawab adel.
Adel merasa tidak perlu mendaki ke gunung berapi, karena rasanya dia sudah berada di puncak gunung itu. Bagaimana tidak? Setelah kejadian sedari pagi dan kontrak kerjanya di tolak, dia merasa itu adalah puncak dari gunung berapi itu sendiri. Adel benar-benar merasa seperti di gempur habis-habisan emosinya setengah hari ini.
huffft.... Adel menghela nafas sambil memijit kepalanya yang sudah hampir terpecahkan karna emosinya, dia rasa sangat panas. Pikirannya masih sangat ramai memikirkan kejadian ini.
"susah ya kalau jadi karyawan kayak gini, selalu di salahin mulu" batin adel mengeluh
"mau berhenti, ya gak mungkin juga lah. Bisa-bisa gue di lemparin batu mulu sama emak. Kerja, berasa udah masuk gunung semeru aja sih" keluh adel lagi dalam hatinya
Adel bukan orang yang mudah mengeluh ke orang lain, kalau dia benar-benar tidak dekat dengan orang tersebut.
"non cantik. Kok ngelamun sih, ada masalah ya?" sapa bibi hee
"eh, bibi hee. Aman bi, Cuma agak pusing aja nih" sangkal adel
"non cantik pusing? Mau bibi ambilin obat?" tanya bibi yang khawatir dengan adel
"enggak usah bi, makasih. Adel gapapa kok bi" sangkal adel lagi
"beneran non? Gamau bibi ambilin obat, atau mau minum kopi?" tanya bibi lagi menawarkan ke adel
"aman bi. Adel gapapa kok, tadi udah minum kopi jadi gausah deh ya bi sekarang" tolak adel,
"yaudah kalau gitu bibi pamit ya non, kalau butuh sesuatu hubungi bibi ya" kata bibi hee,
"iya, bi. Pasti" jawab adel.
Adel sudah merasa capek hari ini, jadi adel lebih memilih untuk langsung pulang tepat waktu hari ini. Dia butuh tidur, harus menenangkan diri untuk meredakan emosinya hari ini.
"eh, anak wedok ibu sampun muleh" kata mak nanik ke anak gadis cantiknya (bahasa jawa : Eh, anak perempuan ibu sudah pulang)
"hmmm..." jawab adel lesu sambil salam tangan ibunya
"loh-loh? Ono opo iki, balek megawe biosone seger kok saiki lemes. Ono opo cah ayu?" tanya mak nanik (bahasa jawa : Loh? Ada apa ini, pulang kerja biasanya senang kok sekarang lesu. Ada apa cantik?)
"gapapa mak, gak ada masalah kok. Mamak masak apa hari ini?" tanya adel sambil meluk ibunya
"kamu laper to nduk?" tanya mak nanik, adel hanya mengangguk saja
"mamak tadi masak sambel terasi sama ada bayam rebus, kesukaan mu. Mau makan sekarang?" tanya mak nanik ke gadis semata wayangnya
"he'eh. Laper" jawab adel yang masih ngelendot manja ke ibunya
"yaudah yokkk makan" ajak mak nanik ke adel.
Mak nanik adalah sosok yang bisa menjadi apapun di depan adel, bukan hanya seorang ibu, melainkan bisa juga menjadi seorang kakak, seorang sahabat, juga seorang ayah. Itu sebabnya, adel selalu mengatakan bahwa ibunya adalah poin utama diatas segalanya. Apapun akan adel lakukan demi ibunya, keduanya sangat saling menyayangi, seperti itulah keluarga yang seharusnya. Keluarga yang saling support, saling menghibur, saling mengerti, saling menyediakan pundak untuk bersandar saat ada masalah. Terutama mak nanik, yang selalu berusaha untuk selalu ada dan selalu memiliki waktu untuk anak perempuan semata wayangnya. Karena bagi mak nanik, adel adalah hartanya yang paling berharga dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Changed My Story
Romanceadellia, seorang sekretaris di sebuah perusahaan besar, bekerja dengan rajin dan ramah bertemu dengan lelaki dingin yang membuat adel darahnya memuncak. namun, sikap yang dingin itu membuat adel terkesima, tertarik dan penasaran. akankah laki-laki m...