DFR| 02

5 2 0
                                    




_________________________________








Senna telah berada di sekolah tepat pukul enam lebih sepuluh menit. Ia berangkat lebih cepat dari biasanya. Kemarin Mores bilang padanya bahwa hari ini cowok itu akan menjemputnya karena mengetahui bahwa motornya sedang mangkrak di bengkel. Senna sudah menolak keras ajakan pacarnya, namun Mores tetap memaksa menjemputnya, oleh karena itu dia terpaksa kabur darinya.

Ia mengambil sapu dan serokan yang ada di pojok kelas. Kebetulan hari ini dia juga jadwal piketnya, jadi sekalian saja menyapu sambil menunggu teman-temannya datang.

Roknya bergetar singkat menandakan ada pesan masuk, namun Senna tak mengindahkan. Ia lanjut menyapu dari barisan pojok kanan hingga pojok kiri, lalu menghapus tinta hitam pada papan tulis dan membersihkan meja guru.

"Oi, Senna!" Senna menoleh begitu namanya dipanggil. Muncul gadis dengan rambut yang digerai dan bando merah polos yang menghiasi kepala.

"Tumben-tumbenan nih lo berangkat awal." Nika-gadis itu menaik-turunkan alisnya. "Kesambet apa?"

Senna merotasikan bola matanya. "Emang biasanya gue telat? Enggak, 'kan? Ini cuma sedikit lebih awal. Lebay, deh."

Nika hanya terkekeh. Ia lekas menaruh tasnya dan menekuni aktivitas yang sama seperti Senna. Membersihkan meja guru.

"Mau ngapain lo? Ini udah gue beresin semua. Lo ambil jurnal di ruang BK sana! Sekalian ambil buku paket di perpus juga."

"Ihhhh ruang BK, 'kan jauhhh, Sen! Terus masa gue bawa buku paket sendirian, sih? Emangnya perpus udah buka?"

Senna melirik arlojinya. "Sekarang udah jam enam lebih empat puluh  lima menit. Perpus buka setengah tujuh kalau lo lupa."

"Gue ambil jurnal sendiri, deh. Tapi ke perpusnya sama elo ya, Senn? Ya ... ya?" Nika merengek seraya menarik-narik ujung seragam Senna. "Lagian yang piket bukan kita doang, Sen."

"Iya udah sama gue ke perpus!" Senna mendengus pasrah. "Jangan selalu ngandelin yang orang lain, lah. Lagipula kalau kerja kita nggak bener, pasti semua juga kena amuk. Percuma."

***


"Udah belum, Sen?" Nika melongok ke dalam ruang perpustakaan, nelihat Senna yang masih memilah novel yang akan dia baca. Sementara dia membopong 17 buah buku paket. "Berat nih, Sen!" keluhnya tak tertahan.

Di dalam sana, Senna berdecak. Ia sedang membaca blurb dari segala jenis novel yang tersedia-dari mulai genre romance, teenlit, fantasi, action dan lainnya. Memilih novel bukanlah suatu hal yang mudah bagi Senna, karena dia memang sangat menghindari bacaan novel yang jalan ceritanya mudah ditebak.

"Sen? Halo ... lama banget, sih?" Nika mengetuk-ngetuk kaca dari luar. Buku paket dia telantarkan di kursi semen.

Senna nyaris berteriak jika tak ingat dia sedang di perpustakaan. Memang yang paling benar kalau ke perpus sendiri saja, tidak akan diganggu dan terasa khidmat, pikirnya.

"Iya-iya!" Sambil berlalu dari rak novel, Senna malah melipir ke arah rak buku motivasi, lalu mengambil asal buku di sana. Tak lupa juga dia mengambil komik yang akan dijadikan referensi untuk mengerjakan orderan desain grafis-nya.

"Pinjam apa lo?" Nika mengambil buku yang ada dipelukan Senna selagi gadis itu memakai sepatu. "Cara menjadi independent woman?" Nika menyemburkan tawanya. "Perasaan tadi lo pilih-pilih novel, deh, tapi kok malah pinjam buku self improvement?"

"Suka-suka gue, lah." Senna merebut bukunya kembali. Merasa kesal dengan Nika yang menertawai seleranya. "Gini-gini juga berkualitas tahu bukunya! Daripada baca novel romance, mending baca buku beginian. Lebih banyak ilmunya!"

Different RouteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang