"Kamu bisa lembut sedikit nggak sih? Cewek kok barbar banget!" cibir Gilang ketika Riana menyeretnya memasuki kediaman wanita itu. Sejak turun dari taksi tadi, ia sudah diseret seperti sekarang. Seakan-akan ia merupakan tahanan yang ingin melarikan diri.
"Berisik!"
Gilang geleng-geleng kepala dibuatnya. Ia tak habis pikir mengapa Riana bisa sangat keras kepala. Di lingkungan kerjanya, Gilang selalu bertemu wanita yang ramah dan juga sopan. Tentu hal itu dikarenakan pekerjaan mereka berhubungan langsung dengan orang-orang. Pramugari contohnya, kalau pramugari tidak bersikap ramah kepada penumpang, mungkin saja penumpang tersebut tidak akan pernah naik pesawat yang sama lagi.
"Saya kasih saran, mending kamu ubah sikap kamu ini. Karena kalo nggak, bisa-bisa nggak ada cowok yang mau sama kamu nantinya."
Ucapan Gilang itu sukses menarik perhatian Riana. Wanita itu menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Gilang. "Bukan urusan lo!" sahutnya ketus.
"Memang bukan urusan saya. Saya ngingetin kamu aja," balas Gilang sembari mengangkat bahu. Ia sudah berbaik hati memberi nasihat, syukur kalau didengarkan, tetapi kalau tidak pun bukan dirinya juga yang rugi.
"Lo nggak perlu repot-repot ngasih nasihat. Lagian, kalo udah jodohnya, nanti pasti ada cowok yang bisa nerima gue apa adanya."
"Ya, kamu benar. Tapi alangkah baiknya kalo kamu introspeksi diri dulu."
"Berisik deh. Lagian bukan lo juga jodoh gue nanti!"
Gilang menaikkan alisnya begitu mendengar ucapan Riana itu. "Emang kamu yakin? Bisa aja kita malah jodoh," jawab Gilang sengaja menggoda Riana.
Sejak bertemu Riana di restoran tadi, Gilang sama sekali tidak pernah melihat senyum di wajah itu. Yang ada hanyalah ekspresi kesal, cemberut, ataupun marah. Maka dari itulah, ia penasaran dan mencoba menggoda wanita itu karena ingin tahu bagaimana reaksinya.
"Ogah! Amit-amit deh! Mending gue perawan tua daripada sama lo!" tolak Riana langsung.
"Yang bener?"
Gilang maju selangkah mendekat pada Riana. Bibirnya mengukir senyum ketika menyadari wanita itu malah refleks melangkah mundur. Semakin ia bergerak maju, semakin mundur pulalah wanita itu. Saat ini, Riana sudah tak dapat mundur lagi karena terhalang lemari. Sementara itu, Gilang masih saja melangkah mendekatinya. Alhasil, sekarang ini keduanya berjarak cukup dekat.
Sudut bibir Gilang semakin terangkat karena melihat ekspresi terkejut dan was-was milik Riana. Walaupun sebelumnya bersikap keras kepala, tapi ternyata wanita itu bisa merasa gugup juga saat sudah dipojokkan seperti ini.
"Na, lo— upss..."
Lolita langsung menutup mulutnya saat tidak sengaja melihat sang sahabat dikurung oleh Gilang. Melihat posisi mereka yang sekarang ini tentunya sulit untuk tetap berpikir positif.
"Jangan mikir yang aneh-aneh. Kami nggak ngapa-ngapain," ujar Riana usai mendorong Gilang menjauh darinya.
"Ngapa-ngapain juga nggak papa kok," jawab Lolita sambil menyenggol bahu Riana berniat menggoda sang sahabat. "Jangan-jangan gue masuknya kecepetan ya, Na? Kalo gue nggak masuk, siapa tau aja kalian udah kayak gitu," tambah Lolita sengaja memperagakan orang berciuman menggunakan jari tangannya.
"Ngaco deh lo! Lo tau 'kan dia siapa? Lagian ogah banget ngelakuin yang kayak gitu sama dia."
"Masa sih ogah?" goda Lolita makin menjadi.
Riana memilih mengabaikan godaan sahabat laknatnya itu agar tak semakin menjadi-jadi. Sebelum meninggalkan ruang tamu tersebut, ia sempat melirik Gilang sekilas. "Ikut gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
One & Only
RomantikCerita baru dan bukan sekuel dari cerita manapun! *** Riana sangatlah membenci laki-laki yang sering menyakiti hati seorang wanita. Ia lebih-lebih benci dan muak terhadap laki-laki yang telah membuat kakaknya menderita. "Apa pun caranya, aku bakal...