15

51 3 0
                                    

Pagi hari ini di Ruang Inap Akasia VIP terdengar suara isak tangis dan penuh kekecewaan dari Farida atau ibunda Agatha. Wanita berusia 40 tahun itu mengucapkan kekecewaannya pada seseorang yang berada di balik telepon. Agatha hanya menunduk mendengarnya, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Tubuhnya masih terlalu capek selepas perjalanan jauh Bali-Bandung, ya meskipun hanya dua jam menggunakan pesawat, tetapi capek yang ia alami itu menjadi berkali-kali lipat ketika melihat Ayahnya terbaring tidak sadarkan diri di atas kasur rumah sakit itu.

"Ayah kamu koma, Ngga! Ngga khawatir kamu? Bisa-bisanya kamu gak pulang dan ngebiarin adik kamu balik sendiri ke Bandung?! Kakak macam apa kamu!" kesal Farida.

"Iya maaf, Ma. Rangga disini masih ada urusan yang ngga bisa ditinggal-"

"Urusan apa Mama tanya! Apa urusan yang lebih penting dari keluarga sendiri, Ngga? Apa?!" potong Farida cepat.

"Ma udah... jangan terlalu keras, nanti Mama sakit," ucap Agatha khawatir. Bagaimana tidak, ia mulai melihat otot-otot yang bermunculan ketika Ibunya berbicara kepada Rangga.

"Maafin Rangga, Ma. Rangga janji bakal kembali secepatnya. Maaf ya Ma..."

"Udah lah, terserah," ucap Farida. Ia lalu menutup panggilan telepon tersebut secara sepihak.

Farida lalu melemparkan diri ke sofa hitam itu. Ia berusaha melepaskan penat dan seluruh pikiran dengan menyandarkan kepala dan memejamkan mata. Agatha mengelus pundak Farida dan berusaha menenangkan emosi dari wanita itu.

"Bang Rangga memang cukup sibuk, Ma. Banyak hal juga yang perlu diurus dan gak bisa ditinggal. Tapi Agatha yakin abang pasti balik secepatnya kok, nanti aku follow-up lagi. Sekarang Mama pulang aja ya ke rumah. Istirahat." Agatha tidak tega membiarkan Mamanya terlihat begitu kelelahan. Kerutan di wajahnya nampak dua kali lebih terlihat dari biasanya.

"Mama disini aja," jawab Farida.

"Ssstt... Jangan. Udah biar Agatha aja yang jagain Ayah. Aman kok, tenang!" ucapnya sambil berusaha ceria agar dapat meyakinkan Mamanya.

"Baiklah. Mama pulang dulu ya. Besok pagi Mama bawain sarapan, okey?"

"Okey!"

-o0o-

Malam telah tiba. Di lain tempat, tepatnya di basecamp Elramos, terlihat bahwa tempat itu kini menyala terang dan terdengar musik-musik yang disetel keras hingga dinding bergetar. Kini Elramos menunggu untuk dilaksanakannya rapat perihal meluncurkan balas dendam kepada Cobra. Ada yang menunggu dengan melakukan adu panco, ada yang bermain catur, ada yang sambil minum dan membahas sisi gelap wanita, bahkan ada yang tertidur di pojokan ruang. Mereka hanya menunggu perintah dari ketua dan anggota inti yang kini duduk di sofa berbentuk setengah lingkaran itu.

"Babe... ngelamunin apa? Kok dari kemarin diem terus?"

Rayyan hanya terdiam, ia lebih memilih membaca manga Black Clover daripada menanggapi pertanyaan dari Tasha.

"Masih mikirin cewe kemarin? Dia siapa sih?"

"Bukan siapa-siapa."

"Sayang... aku gak mau berprasangka buruk ke kamu. Aku tau kamu emang punya banyak teman cewek. Aku juga gak pernah ngelarang kan kalau kamu deket sama teman cewek mu? Tapi kenapa dari kemarin kamu gak mau speak up tentang cewek itu ke aku? Aku cuma mau kamu terbuka sama aku, Ray." Tasha menatap Rayyan sambil mengelus rambut Rayyan. Wanita berambut pendek itu terus menatap sepasang mata yang fokus membaca manga.

"Iki cimi mii kimi tirbiki simi iki, Riy," desis Ravi yang merasa jijik dengan ucapan Tasha.

"Iki gik mii birprisingki birik ki kimi..." balas Aakash sambil menahan tawanya.

RAYYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang