CHAPTER DELAPAN

502 21 0
                                    

Niko memandang wajah Nola yang memerah disertai dengan keringat yang mengalir dari dahi ke pipi serta saliva yang menetes dari sudut bibir. Dan jangan lupakan Nola yang sedang terengah-engah.

Pemandangan yang begitu menyiksa bagi Niko. Indah. Indah sekali.

"Niko ... udah belum?" tanya Nola dengan napas yang tidak sepenuhnya miliknya. Dia kelelahan. Mereka sudah melakukan sex sedari sore hari sampai saat ini sudah larut malam. Dia rasanya akan mati sebentar lagi.

Tapi Niko belum puas. Dia kembali menekan Nola ke tempat tidur. Menggerakkan pinggangnya maju-mundur dengan cepat, menusuk penisnya ke lubang anal Nola.

"Nghh ... ah! Ni–Nikohh! Mmhh ..."

Tangan Nola melingkari punggung tegap Niko. Kuku-kuku dari jemarinya menancap dan membentuk cakaran panjang di punggung suaminya.

Tubuhnya melengkung saking nikmatnya tumbukan penis Niko di lubangnya. Dan dia akhirnya keluar lagi untuk kesekian kalinya. Niko benar-benar ahli membuat tubuhnya merasa kenikmatan.

"I love you ... "

Wajah Nola bersemu begitu mendengar pengakuan Niko. Senyumnya terbit.

"I love you too ... "

Keduanya saling memeluk dengan erat. Menuangkan rindu yang sudah terpendam begitu lama. Niko memejamkan matanya mengingat kembali bagaimana dia bisa mencintai Nola sampai sedalam ini.

Penerimaan murid baru sudah berlalu dua hari. Niko yang menjabat sebagai anggota OSIS mengharuskan dirinya mengatur acara perkenalan lingkungan sekolah kepada murid baru. Mengurus permasalahan yang bisa saja terjadi.

Dan benar saja, terjadi permasalahan antara salah satu murid baru dengan anggota osis yang bertugas.

"Jangan rebut Kevin!"

"Enggak ada yang rebut!"

"Gue lihat lo megang tangan Kevin! Jangan gatal jadi orang."

"Kakak yang gatal! Orang gila!"

Hal ini bermula ketika Mira—anggota osis, melihat pacarnya dekat dengan murid baru tersebut—Nola. Mira tidak terima dan mulai mengata-ngatai Nola. Nola yang tidak terima membalas perkataan Mira.

Keduanya ribut. Yang menonton tidak memisahkan justru merasakan kesenangan. Mendapatkan hiburan di tengah matahari terik.

"Cukup."

Mira dan Nola, keduanya tidak mendengarkan teguran dari Niko. Mereka beradu mekanik. Berhubung Mira memiliki gaya yang tomboy, sudah jelas gaya berkelahinya bukan tamparan atau pun jambakan. Melainkan tumbukan. Begitu juga Nola yang jelas-jelas laki-laki tentunya juga berkelahi dengan tumbukan.

Alhasil wajah keduanya memar. Niko yang sudah terlanjur malas memisahkan mereka karena tegurannya tadi tidak direspon membiarkan mereka tetap berkelahi. Sampai matanya dengan tidak sengaja melihat tangan kiri Nola yang mengambil pisau lipat dari saku celananya.

Dengan cepat dia memasukkan kembali tangan kiri Nola yang sudah memegang pisau lipat kembali ke dalam saku milik Nola. Dan tangannya yang lain menarik mundur tubuh Nola yang terbilang kecil.

"Cukup."

Mira memandang penuh kebencian kepada Niko karena sudah menghentikan aksinya. Niko menghela napas melihat sepupunya yang gila ini. "Lo lihat Kevin. Dia takut ngelihat lo."

Menoleh ke belakang, Mira melihat Kevin yang sudah menangis ketakutan. Langsung saja Mira memeluk tubuh Kevin dan kemudian menggendong Kevin seperti hewan koala. Membawanya pergi entah ke mana. Yang melihat tindakan Mira merasa takjub.

Anggota osis lain membubarkan barisan. Mengistirahatkan murid baru lebih awal karena kerusuhan yang terjadi.

Niko menatap dalam Nola yang menunduk. "Kamu milik saya," bisiknya tepat di telinga Nola. Nola langsung menatap terkejut pada Niko yang menampilkan senyum tipis. Tampan.

"Gila!"

Nola melarikan diri. Senyum Niko semakin mengembang. "Manisnya."

Sejak saat itu keduanya menjadi dekat. Sebenarnya Niko yang dengan gencar mendekati Nola. Nola yang sejak pertama sudah terpikat oleh wajah Niko dengan senang hati membiarkan hatinya digenggam oleh Niko. Bahkan juga dengan tubuhnya.

"Engghh ... Nikoohh! Lebih dalam ... "

Niko menuruti permintaan Nola. Napas keduanya beradu dengan mesra di udara bebas. Sebebas lidah mereka yang saling menjilat. Nola menggigit bibir bawah Niko ketika hentakan Niko semakin cepat, mengejar kenikmatan dunia. Tubuhnya melengkung dan jari-jari kakinya menekuk ketika keduanya sampai pada pelepasan nikmat mereka.

Huhh.

Nola menduselkan wajahnya di dada Niko dan Niko mengusak-usak rambut Nola dengan penuh kasih sayang.

"Ini pertemuan terakhir kita," lirihnya. Nola merasakan kesedihan yang mendalam.

Niko mengernyitkan alisnya. "Kamu mau ke mana?"

"Kamu pasti bakalan ngerti nantinya. Kalau kamu kangen aku, bikin sedih atau marah aja." Nola mendongak, menampilkan senyumnya yang sangat manis itu. "Aku pasti datang, terus kita bisa kayak gini lagi. Aku suka banget pas penis kamu nusuk lubang aku." Senyum manisnya berganti senyum nakal.

Wajah Niko memerah melihat senyum menggoda dari Nola. Setelahnya, lubang Nola kembali terisi dengan penis Niko yang berurat panas.

Huhh. Niko menghela napas. Setelah kegiatan panas mereka saat itu, Nola tidak lagi Nola. Dia akhirnya mengerti atas perkataan dari Nola. Tawa kecil terdengar. Dia mengingat lagi ekspresi benci dari Nola setiap dia mendekatinya. Pantas saja ya Nola membencinya.

"Kamu ketawa kenapa?" tanya Nola dengan masih menutup matanya. Dia benar-benar kelelahan. Niko tidak tanggung-tanggung.

Senyum tipis Niko terbit. "Rindu kamu."

"Heleh." Tangannya mencubit pelan pinggang Niko. Niko terkekeh sebagai balasan. Dikecupnya pucuk kepala Nola.

"Kamu ada ngeseks enggak sama Nola?"

Entahlah, Nola hanya merasa tidak puas dengan waktu yang membiarkannya keluar. Selalu singkat. Dia iri. Tapi ...

"Enggak ada."

Nola ber-hm-ria. Yah ... setidaknya kegiatan bercinta hanya dilakukan Niko ketika dia memiliki tubuh pemilik tubuhnya.

"Aku enggak puas sama waktu."

Niko mengeratkan pelukannya. "Tidur ya?"

"Peluk aku."

"Hm."

"Niko ... aku cinta banget sama kamu. Tapi hidupku bukan punyaku. Aku selalu sendirian di ruang gelap. Aku takut enggak bisa lihat kamu lagi."

Isakan terdengar.

Niko memejamkan matanya. Tanpa sadar dia juga ikut menangis dalam diam. Dia benar-benar mencintai Nola. Dia juga memiliki rasa ketakutan yang sama besarnya dengan yang dirasakan oleh Nola.

"Jangan pernah meninggalkanku, Nola."

Keduanya terdiam dengan perasaan yang sama. Seiring dengan waktu tanpa sadar mereka tertidur sembari memeluk dengan perasaan takut kehilangan.

Tetapi tidak lama Niko terbangun. Dia tersentak. Jangan. Dia benar-benar takut. Karena setiap dia tidak sengaja tertidur Nola sudah pergi.

"Nola?" Di usap-usapnya punggung Nola. Nola yang terganggu tidurnya merengek dengan kesal. "Jangan ganggu ih, Sayang. Kalau mau nusuk lubangku lagi nanti dulu. Aku ngantuk."

Senyum Niko terbit. "Iya. Silahkan kembali tidur, Sayang."

"Ih!"

Dengan wajah memerah, Nola kembali menduselkan wajahnya di dada Niko. Kembali tidur. Niko terkekeh pelan. Dikecupnya singkat bibir Nola.

Satu harapan Niko. Nola tidak akan kembali lagi ke ruang gelap itu. Tapi mustahil 'kan?

•••••
TBC

Talk to Me, Honey!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang