"Pendakian Gunung Prau"

3 0 0
                                    

"Nat, tas kamu aku bawain aja ya." Idoy mengangkat tas milik Natasha.

Mentari sudah mulai bersembunyi tatkala mereka sampai di basecamp pendakian, Patak Banteng. Patak Banteng menjadi tempat dimana nama Angkasa, Idoy, Iky, dan Natasha akan tertulis dalam sebuah lembar pendakian untuk pertama kalinya. Hiruk pikuk Patak Banteng sangat menghangatkan mata dari cuaca dingin di Dieng. Pendaki lain terus silih berganti keluar masuk ruang basecamp. Ternyata gunung ini tidak sesepi ekspektasi Angkasa dan rekan-rekannya.

Angkasa memperhatikan Hana yang sedang mondar-mandir di sekitar tempat administrasi. Angkasa melihat Hana mengangkat barang, mengurus pendaftaran, dan segala hal untuk kepentingan rombongan.

"Sa, makan dulu yuk. Kata Betari, dia sudah memesan makanan untuk kita." Natasha menepuk bahu Angkasa.

"Tidak sekalian menunggu Hana dan Sandhy juga?" Angkasa melambaikan tangan ke Hana.

"Tidak usah menunggu, ini hanya sebentar, nanti kami menyusul." Dari kejauhan Hana menjawab maksud Angkasa.

"Iya kalian duluan saja, ini tidak akan lama." Sandhy juga ikut berteriak.

Entah mengapa pemandangan itu membuat Angkasa menemukan hal baru dalam ruangnya yang sekarang. Dirinya terus bertanya apakah rasa ini namanya. Apakah ini yang dinamakan cemburu? Dan jika iya, cemburu itu hal yang tidak menyenangkan. Namun, Angkasa bisa sedikit mengabaikan rasa tersebut karena lapar lebih mendesak untuk saat ini. Idoy dan Iky sudah terlihat lahap menyantap sayur lodeh dan telur dadar. Sepertinya perjalanan membuat mereka berdua sangat lapar hingga tidak menyadari Natasha dan Angkasa yang berjalan mendekat ke arah mereka.

Angkasa berjalan perlahan bersama Natasha ke belakang Iky dan Idoy. "Woi!"

"Uhuk! Uhuk!" Idoy tersedak karena kaget.

"Waduh, batuk pak haji?" Angkasa menggoda Idoy.

"Dasar duo tidak jelas." Kata Iky sembari dirinya mengangkat telur dadar ke mulutnya.

"Jangan terlalu banyak makan pedas, nanti kalian kebelet malah kesulitan sendiri." Natasha mengingatkan anak kembar itu.

"Sudah Nat, makan ya makan saja. Tidak usah terlalu dipikirkan, toh ini juga untuk menyambung hidup." sahut Idoy.

"Sini, sini, duduk dulu." Kata Iky yang sedang mengejek dengan menunjukkan tempat yang sudah penuh oleh pengunjung.

"Bisa aja kamu, tempat duduk habis tuh." Angkasa mengambil makan dan berjalan keluar.

"Sa, mau kemana?" Natasha bertanya sambil memegang satu piring nasi.

"Di depan saja ada tempat kosong Nat, di situ penuh." Angkasa berjalan.

"Ikut deh, duduk dengan Iky dan Idoy bikin cepet muntah." Natasha sekarang semakin kurang ajar.

Akhirnya mereka semua makan dan disusul oleh Hana dengan Sandhy yang baru saja selesai mengurus registrasi dan pengecekkan barang.

Malam yang semakin dingin membuat rombongan itu harus mengenakan pakaian yang hangat dan bergegas untuk melakukan pendakian. Persiapan sudah diselesaikan dan mereka pun segera menghangatkan diri dengan sedikit pemanasan. Pendaki lain mulai berkurang karena sudah berangkat terlebih dahulu. Selain menjadi sedikit mencekam, suasana malam ini sudah terlampau dingin untuk mereka semua.

"Natasha butuh pelukan? Sepertinya kamu kedinginan." Iky mendekat di samping Natasha.

"Dih, jauh-jauh dariku." Natasha bergeser ke samping kanan Angkasa. Dan Angkasa memasangkan penutup kepala milik Natasha.

Ketika pemanasan sudah selesai, Sandhy mengajak semua orang untuk berdoa sebelum melakukan pendakian. "Baik, sebelum berangkat, alangkah baiknya kita semua berdoa terlebih dahulu agar perjalanan ini menyenangkan dan membawa kita pulang dengan utuh dan selamat. Berdoa mulai." Mereka berdoa dengan tenang, walaupun Iky masih jail kepada Natasha. "Berdoa takkan pernah selesai, mari berdoa hingga kita sampai di puncak dan kembali dengan selamat." Kata Sandhy yang mulai memimpin rombongan di barisan paling depan.

Langkah pertama untuk mencapai puncak Gunung Prau sudah empat orang itu lakukan. Angkasa kaget karena tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dari bagian belakang barisan. Dengan nafas belepotan dia mengatakan "Tanjakkan pertama, jangan memasang wajah muram dong!" Ternyata Hana berada tepat dibelakang Angkasa karena telat mengurus urusan pribadinya. Hana mengatakan ingin di barisan belakang dan mengawasi rombongan dari belakang.

Ruang SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang