"Angkasa, aku pergi dulu ya. Sampai bertemu lagi di lain waktu." Pesan Hana malam itu.
Segala pertemuan pasti akan bertemu dengan perpisahan, entah itu dengan jarak atau kematian. Sekarang sudah saatnya perempuan itu pergi meninggalkan tempat mereka mengenal satu sama lain dan melukis cerita yang akan Angkasa kenang.
Bandara Ahmad Yani menjadi tempat dimana Hana akan menghilang entah sampai kapan hingga mereka bertemu kembali. Angkasa pun sengaja meminta jadwal penerbangan kepada ayah Hana tanpa memberitahu perempuan itu karena Angkasa tahu jika dirinya meminta langsung kepada Hana maka tidak akan dia beri.
Malam Minggu itu Angkasa yang seharusnya berada di rumah dengan keluarga, kali ini dia tunda. Anak SMA yang tidak pernah naik pesawat ini tidak tahu bagaimana caranya masuk ke bandara. Kali ini pertama kali untuk dirinya masuk ke kawasan yang sepertinya hanya untuk kalangan menengah keatas. Waktu sudah menunjukan pukul enam sore dan pesawat Hana berangkat jam delapan malam. Memang masih lama untuk menyampaikan puisi kepada perempuan itu seperti di film-film yang adegannya romantis. Namun, bukan itu alasan Angkasa, dirinya berangkat sangat awal karena dia tak tahu bagaimana caranya masuk dan bertemu dengan Hana.
"Maaf Pak, kalau saya ingin menuju ke ruang tunggu pesawat ini kemana ya Pak?" Tanya Angkasa kepada satpam yang sedang berjaga.
"Depan situ saja dek, nanti parkirnya di depannya persis." Jawab satpam itu dengan tangannya menunjuk ke arah sebuah bangunan berisikan orang yang sedang mengantri entah apa.
Sungguh terkejut Angkasa ketika melihat kertas parkirnya, baru kali ini dia mendapatkan biaya parkir sebesar dua puluh ribu. Harga yang sama dengan biaya makannya untuk sehari penuh. Setelah Angkasa selesai menaruh motor dan membawa sebuah buku kecil, laki-laki itu bergegas menuju tempat yang ayah Hana kirimkan kepadanya. Dari kejauhan Angkasa melihat pria berkumis dan perut buncitnya yang tidak asing baginya. Ayah Hana yang sedang duduk bersama istrinya menikmati makanan dan menunggu panggilan keberangkatan, namun Angkasa tidak melihat Hana di sekitarnya.
"Eh Angkasa, udah sampai sini. Kenalan dulu Bu ini Angkasa, temannya Hana." Sapa ayah Hana hangat dan mengenalkan Angkasa pada istrinya.
"Iya pak, ini baru aja sampai. Maaf pak si Hana dimana ya pak, kok saya belum melihat dia." Tanya Angkasa penasaran dimana Hana.
"Dia biasa ke kafe, cari saja di depan sana. Masih lama juga ini nak pesawatnya." Tunjuk ayah Hana ke arah kafé.
"Baik pak, saya cari Hana dulu ya pak. Terima kasih." Angkasa pun bergegas menuju kafe dan mencari Hana yang sepertinya sedang asyik menyendiri.
Kepala Angkasa tidak bisa berhenti menengok kanan kiri mencari Hana. Sesekali kecerobohan Angkasa membuat dirinya menabrak koper milik orang atau mungkin malah menabrak orangnya. Dari ujung ke ujung lorong café dia telusuri, namun Angkasa tidak menemukan Hana dimanapun. Buku yang Angkasa bawa dia genggam dengan sangat erat seakan takkan dilepas selain dia lepas untuk Hana.
Bau makanan yang sepertinya sangat lezat menampar hidung Angkasa yang jarang sekali memakan makanan yang ada di sini. Bau itu membuat perutnya berbunyi karena dia belum makan sedari siang. Angkasa pun bersikap bodo amat dengan bau itu dan terus mencari Hana. Masih ada waktu sekitar satu jam sebelum perempuan itu benar-benar meninggalkan Angkasa. Dirinya berharap sempat mendapatkan waktu yang panjang untuk terakhir kalinya.
Setelah sampai ke ujung café, Angkasa duduk sebentar di dekat tiang besar. Dia pun memeriksa buku kecil yang aku bawa apakah masih layak dia berikan kepada Hana. Muncul pertanyaan mengapa dia tidak menitipkan saja ke orang tua Hana, mungkin akan lebih mudah. Tentu saja tidak, ada sesuatu dalam buku ini yang sangat laki-laki itu sukai dan ada sedikit perasaan terima kasih di dalamnya, Angkasa yang membuatnya dan dia yang akan memberikannya secara langsung. Laki-laki itu tidak mau perasaan yang sudah dia sampaikan pada buku ini berjalan melalui perantara orang lain untuk sampai kepada pemilik aslinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Singgah
Romance"Menurut Angkasa bagaimana?" Kalimat yang muncul dari perempuan yang tidak disadari keberadaannya. Perempuan yang menjelma menjadi ruang singgah bagi sosok laki-laki yang entah apa tujuan hidupnya. Angkasa adalah orang yang tidak memiliki tujuan hi...