"Sanni, kamu baik-baik aja kan disana?" Pesan Angkasa kepada Sanni setelah sampai di rumahnya.
Sesuatu yang tidak pernah diduga tiba-tiba muncul di kehidupan manusia. Dan dia secara tidak sopan menjauhkan manusia dari kehidupan normal sebagai manusia sosial. Dan tentu saja dia menjauhkan Angkasa dari Sanni.
Sesekali Angkasa mengirim pesan untuk memastikan Sanni masih baik-baik saja. Sanni yang memilih tinggal di kampus untuk pendidikannya membuat Angkasa sedikit tidak tenang. Waktu dua minggu terlihat begitu lama ketika mereka jauh dan tidak bertemu. Kerinduan yang muncul tidak bisa diobati hanya melalui pesan singkat atau pesan suara saja. Tidak terlalu sering pula mereka saling menyapa karena Sanni terlalu sibuk akan dunia yang dia kerjakan. Angkasa hanya takut Sanni menjadi seperti Hana ketika jauh darinya.
Angkasa yang terbiasa berjumpa dengan Sanni tatkala malam minggu, sekarang dipaksa rela untuk tidak berjumpa. Angkasa melihat cafetaria tempat dimana mereka pernah berbincang dulu sekarang tidak lagi penuh canda tawa. Sekarang hanya tersisa kursi kosong dan lampu yang separuh menyala. Corona benar-benar membuat manusia menjadi terkurung dan sulit bergerak. Berita yang muncul menambah kekhawatiran orang karena tidak sedikit yang terkena atau bahkan meninggal.
Namun berita itu tidak terlalu berpengaruh di tempat tinggal Angkasa. Masyarakat di desanya masih tenang dan tidak menggunakan masker dimana- mana. Angkasa percaya sebenarnya mereka ada yang terkena namun karena imun di daerahnya kuat mungkin tidak begitu terlihat dampaknya.
Rasa bosan membuat Angkasa ingin berkumpul dengan teman-temannya. Dia pun mengajak Natasha, Iky, dan Idoy yang sepertinya tidak terlalu sibuk untuk duduk di café yang biasa mereka datangi.
"Ky, kumpul mau tidak?" Tanya Angkasa lewat pesan singkat.
"Mau kumpul dimana Sa?" Jawab Iky.
"Café biasa saja, gimana? Idoy bisa ikut?" Lanjut pesan dari Angkasa.
"Santai, selalu luang waktu kalau dia." Jawab Iky lagi.
"Oke, kumpul malam minggu saja. Nanti kabari saja aku."
"Aku ikut juga, sudah lama juga tidak bertemu kalian." Natasha pun membalas walaupun sedikit telat.
Malam minggu itu Angkasa pergi ke café tempat mereka biasa berkumpul. Angkasa dan Sanni juga sering ke sini ketika mereka masih di Semarang sebelum perkuliahan dimulai. Sebenarnya tidak terlalu sering juga karena waktu dia mengenal Sanni adalah ketika mendaki Gunung Sindoro dan setelah turun mereka hanya punya waktu satu minggu untuk terus bertemu.
Dulu mereka datang ke kafe itu tatkala mentari sudah termakan gelapnya malam. Kemudian mereka duduk di pojok sebelah kanan cafetaria sambil melihat lalu lalang jalan raya. Angkasa dan Sanni selalu berdebat tentang mereka memesan apa. Sanni selalu memasang senyum manis ketika berdebat dengan Angkasa dan tatapan matanya selalu bisa membuat ruang Angkasa kembali berbunga.
Ruang lagi, ruang lagi, entah mengapa kata itu seakan menggambarkan kehidupan Angkasa yang terus berubah-ubah ketika ada orang baru datang. Dulu Hana mampu membuat ruang yang gelap menjadi sedikit berwarna dan Sanni datang untuk mempertahankan warna-warna itu. Penggerak porosnya sudah pergi namun rotasinya tetap tidak berhenti karena masih ada hal lain yang menjaganya tetap berputar dan itu adalah Sanni.
Angkasa ingat, mereka selalu membuat dosa waktu dulu di cafetaria. Mereka suka berghibah ketika bertemu, mereka selalu membuat obrolan tentang orang lain di sekitar meja, tentang baristanya, atau tentang pasangan lainnya yang sedang membuat dunia mereka sendiri. Sanni yang penuh rasa ingin tahu selalu ingin mencoba robusta milik Angkasa tapi kemudian dia mengambil tisu karena tak kuat dengan rasa pahitnya. Sanni memukul Angkasa dengan tangan kanannya yang padahal sudah pasti derita Sanni itu bukan kesalahan Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Singgah
Romantizm"Menurut Angkasa bagaimana?" Kalimat yang muncul dari perempuan yang tidak disadari keberadaannya. Perempuan yang menjelma menjadi ruang singgah bagi sosok laki-laki yang entah apa tujuan hidupnya. Angkasa adalah orang yang tidak memiliki tujuan hi...