"Waktu Berjalan Begitu Cepat"

1 0 0
                                    

Di suatu pondok makan dekat stasiun kereta. "San, ngga kerasa ya? Kita sudah hampir lulus."

Pandemi membuat waktu berjalan begitu cepat. Perkuliahan yang seharusnya menemukan banyak cerita baru hanya berhenti di sebuah kamar setiap harinya. Entah karena suasana rumah yang nyaman atau media belajar yang hanya dilakukan secara daring ini. Pendidikan berubah dengan cepat, sekolah tatap muka yang sistemnya tidak pernah berubah tiba-tiba menjadi begitu modern.

Keluhan dari pengajar dan siswa tentu muncul, pengajar yang tidak terlalu paham teknologi dan siswa yang tidak memiliki teknologi. Pandemi mengubah cara belajar karena dia menjauhkan yang dekat dan manusia berusaha untuk mendekatkan yang jauh.

Angkasa merasakan beratnya menjadi seorang yang hidup sendirian, pesan singkat dari Sanni tidak dapat menolongnya dari rindu yang dia rasakan. Sanni juga sama, dirinya berjuang menjadi seorang dokter dan tentunya tidak mudah. Mereka berdua terpisahkan jarak semenjak Angkasa pulang. Kesibukan mereka berdua membuat rindu terus tertabung di masing- masing hati mereka.

Pak Sutoyo dan Bu Win juga sering bercerita kalau Sanni jarang sekali berada di indekos dan kembali ke kebiasannya untuk pulang larut malam. Angkasa mulai khawatir dengan kesehatan mental Sanni dan dia lebih khawatir jika ada seseorang yang mengisi kekosongannya di sana.

Waktu berlalu dengan cepat dan mereka sudah berada di tingkat akhir perkuliahan. Sanni sudah beberapa kali menunjukkan foto dirinya yang sudah hampir selesai dengan pendidikannya dan siap melanjutkan ke pengabdiannya setelah menjalani koas. Sedangkan Angkasa akan segera masuk ke dunia kerja, namun Angkasa merasa ada hal yang membuat dirinya tidak ingin masuk ke dunia kerja yang sama dengan jurusannya.

Ketika hendak tidur, mereka memang selalu terbiasa untuk berbicara melalui telepon genggam untuk meredakan rindu mereka. Namun malam itu pembicaraan mereka sangat serius dan tidak ada tertawa yang muncul dari keduanya.

"Angkasa, setelah lulus kamu mau kemana?" Tanya Sanni.

"Belum tahu, menjadi pekerja perusahaan sepertinya bukan jalanku, kamu?" Tanya Angkasa balik.

"Lho, jangan begitu. Lalu apa gunanya kamu kuliah empat tahun. Kalau aku sudah jelas harus koas dulu dan setelah itu pengabdian. Aku ingin pengabdian di pelosok, sekalian liburan. Hehe." Kata Sanni terdengar sangat antusias.

"Kalau aku coba lihat nanti saja, aku masih ingin banyak berpetualang San." Kata Angkasa pelan.

"Ya sudah, kenapa tidak mencoba menjadikan petualangan sebuah pekerjaan?" Tanya Sanni.

"Mungkin bisa, namun aku belum tahu caranya." Angkasa mulai kikuk.

"Cari dari sekarang, sebelum lulus kamu harus punya rencana. Aku tidak suka dengan orang yang tidak terencana masa depannya." Kata-kata Sanni membuat Angkasa sedikit tertampar.

"Iya, nanti aku buat rencana kalau sudah ada niat." Kata Angkasa dengan nada datar.

"Dasar Angkasa, selalu tidak terencana dan mendadak. Ngomong-ngomong, besok kamu ada sidang kan Sa?"

"Iya, doakan semoga lancar ya. Aku ingin segera selesai dan kembali mengejar mimpiku."

"Semangat Sa, jangan lupakan orang-orang yang membantumu juga."

"Baik, terima kasih San." Malam itu Angkasa langsung tidur karena keesokan harinya dia harus menjalankan sidang akhirnya.

Sidang akhir Angkasa dimulai, ketegangan terasa walau tidak bertatap muka. Pemaparan yang biasa saja dan penuh kesalahan membuatnya dihajar oleh para penguji. Namun semua itu tidak membuat Angkasa merasa ini adalah tekanan. Pertanyaan kepada Angkasa dia jawab dengan seadanya dan selalu menimbulkan pertanyaan lanjutan. Namun pertanyaan itu akhirnya berhenti dan sampai dimana Angkasa selesai dengan pemaparannya.

Ruang SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang