BAB 1 [Ketiduran]

3.1K 245 35
                                    

1 Tahun kemudian,

Di dapur luas nan megah, terlihat seorang wanita muda yang sedang sibuk memasak di depan kompor. Mengenakan daster se-betis dengan rambut terikat rapi. Hm, cantik sekali.

"Mam--ma, ... Mam-ma,"

Tiba-Tiba seorang anak laki-laki menghampirinya ke dapur. Jalannya masih tertatih, bicaranya juga belum fasih. Bisa diperkirakan usianya baru sekitar 1 tahun. Wajahnya tampan sekali, mirip seseorang yang sangat lekat di ingatan.

Mendengar anaknya memanggil, wanita itu tampak menoleh terkejut, "Loh, Aryan! Kamu kok bisa sampe sini, Nak. Papa kamu mana?"

"Mam--ma,"

Anak itu tetap memanggil, seraya merentangkan kedua tangannya, minta digendong sepertinya. Sedikitpun ia tidak menanggapi lontaran Mamanya barusan. Lagian juga dia mana paham.

"Aduh... Sini, Sayang," wanita tadi langsung meraih anak itu ke gendongannya.

"Gimana sih Papa kamu, katanya tadi bakal jagain kamu, tau-tau sampai lolos ke dapur gini. Untung kamu gak jatuh atau gimana tadi, Sayang," lanjutnya mendumel kesal.

"Bentar Mama matiin kompor, biar kita lihat Papa kamu lagi ngapain sebenarnya," lanjutnya lagi, sembari lekas beranjak mematikan kompor. Kemudian setelah itu langsung berjalan cepat menuju ruang tengah yang luar biasa megah.

Sesampainya di ruang tengah, terlihat seorang laki-laki yang sedang tertidur pulas di sofa. Kaos oblong putih dan sarung motif batik melekat tampan di tubuhnya.

"Ya ampun, Sayang! Disuruh jagain anak, malah enak-enakan tidur disini."

Dumelan wanita cantik tadi langsung memenuhi ruang tengah, bersamaan dengan ia yang mendekati suaminya ke sofa.

"Wan, bangun loh. Ini anak kamu udah nyusul ke dapur."

"Heumh... Apa, Mah. Ngantuk banget ini," tanggap laki-laki itu setengah sadar, bahkan dengan mata masih terpejam. Yang ternyata dia adalah Gus Adwan.

"Ish, Sayang. Tuh kan, kebiasaan memang. Jadi aku gimana sekarang masaknya, belum ada satupun yang beres di dapur," wanita tadi menggerutu kesal, sembari tetap menggendong anaknya. Yang berarti dia adalah Saras.

"Heumh... Ayo bobo, Say....,"

Brugh,

Saras dan Aryan jatuh berhimpit ke pelukan Adwan. Ulahnya sendiri yang menarik istri dan anaknya itu dalam keadaan setengah sadar.

"Huwaaaa," tangisan Aryan sontak memenuhi ruang tengah. Sepertinya dia merasakan sesuatu yang sakit ulah jatuhan barusan.

"Adwan, ish! Anak kamu, heh!" Saras langsung memukul bahu Adwan dengan emosi menggebu. Kemudian ia berdiri dengan susah payah.

"Eh.... Astaghfirullah, Sayang,"

Adwan reflek bangun dari posisi tidurnya. Barulah ia benar-benar sadar, membuka matanya lebar-lebar.

"Dasar jahat!" Saras langsung menatap sinis wajah suaminya.

"Mam--ma," Aryan lanjut merengek di gendongan Mamanya.

"Cup-Cup, Papa jahat ya Sayang...Papa jahat. Kita gak usah temanin Papa lagi."

Seketika wajah Adwan langsung dilanda beribu-ribu perasaan bersalah, "Sayang, maafin aku. Sumpah, aku benar-benar gak sadar tadi."

"Aryan sayang, maafin Papa ya Nak. Ayo Papa gendong, kita beli mainan ke luar," lanjutnya merayu anaknya dengan wajah memelas.

"Mam-ma," Aryan justru menyembunyikan wajahnya ke gendongan Mamanya, terlihat ingin menghindari Papanya.

"Aryan, jangan jahat dong sama Papa. Sedih tau Papa digituin," bujuk Adwan dengan suara yang sengaja dibuat sedih, sembari memegangi kaki mungil anaknya di gendongan Saras.

"Entah nih siapa yang jahat. Ayo Aryan, kita lanjut masak berdua aja," sambar Saras dengan ketusnya, dan langsung meninggalkan Adwan sendirian di ruang tengah itu.

"Ya ampun, Tuhan. Padahal semalam habis lembur, ya wajar ketiduran gini," lirih Adwan berpasrah tiada daya.

Namun tak mau duduk berdiam begitu saja, ia pun memberanikan diri menysul Saras dan Aryan ke dapur. Walau sepertinya ia akan menerima semprotan luar biasa, tetap akan ia terjang juga. Lagian Ayah mana yang tahan didiamkan anak dan istrinya sekaligus.

Sesampainya di dapur, matanya langsung berkaca-kaca sesal melihat pemandangan di hadapannya. Disana ada Saras yang sedang sibuk menggoreng-goreng sesuatu di depan kompor, sembari menggendong repot anak mereka.

"Sayang," panggilnya dengan nada yang sengaja dibuat sedih.

Saras menoleh sekilas, kemudian lanjut lagi dengan masakannya tanpa menghiraukan keberadaan Adwan.

"Sayang, aku minta maaf loh. Aku gak sengaja tadi ketiduran, tiba-tiba mata aku berat banget. Mungkin karena habis lembur semalam."

"Oh iya, dia kan lembur tadi malam. Ya ampun, aku lupa. Kasihan suami aku," batin Saras luluh juga akhirnya.

"Yaudah, Sayang. Lanjut istirahat aja sana ke kamar," tanggap Saras kemudian, tak lagi sinis seperti tadi.

"Bukan gitu maksud ak...,"

"Iya, Sayang. Aku juga serius, istirahat aja sana ke kamar. Paling bentaran lagi aku sama Aryan juga selesai masaknya."

"Ih, mana bisa gitu. Kasih Aryan lagi sama aku, Sayang. Kali ini aku bakal jaga dia dengan baik, biar kamu tenang juga masaknya."

"Aryan, ayo main sama Papa ke kamar, Nak," sambung Adwan, sembari memasang senyum manis.

Bukannya langsung menanggapi, Aryan malah menatap lekat wajah Mamanya.

"Mam--ma," ucapnya seolah minta pendapat.

Saras nampak tersenyum melihat tingkah manis anaknya, "Yaudah, sama Papa dulu ya Sayang. Nanti Mama gendong lagi kalau udah siap masak."

Barulah Wajah Adwan terlihat bernyawa lagi. Dengan cepat ia menghampiri anaknya itu ke gendongan Saras.

"Ayo Papa gendong, Sayang,"

Aryan pun langsung menghambur ke pelukan Papanya. Sepertinya ia juga rindu, hanya saja ingin berada di pihak Mamanya tadi. Hm, seberhasil itu mereka mendidik Aryan, padahal baru usia 1 tahun.

"Kami ke kamar dulu ya Mama," ucap Adwan memaksudkan Aryan yang berbicara.

"Yaudah, nanti Mama nyusul ya," balas Saras terdengar lembut.

"Mau cium Mama dulu, muach," ciuman Adwan mendarat di kening Saras.

"Muach," ciuman Aryan juga mendarat setelahnya. Begitu menggemaskan.

"Aduh, lucu banget sih dua kesayangan Mama. Buru kalian main ke kamar, nanti makanan kita gak masak-masak lagi," celetuk Saras dengan raut wajah yang begitu riang.

Segara setelah itu, Adwan dan Aryan pun beranjak ke kamar atas.

Sesampainya di sana, Adwan langsung mendudukkan Aryan di tempat tidur.

"Aryan mau main apa, Nak? Main robot-robotan atau main barbie? Main robot-robotan aja ya, Nak. Kemarin Mama kamu marahi Papa gara-gara ijinin kamu main barbie."

Aryan nampak menyengirkan barisan gigi rapinya ke Papanya, seolah meledek cerita Papanya yang dimarahi Mamanya.

Adwan pun beranjak mengambil robot-robotan milik Aryan. Kemudian  setelah itu ia menaruh semuanya di hadapan anaknya. Sedangkan ia lanjut rebahan di kasur sambil memantau Aryan yang mulai asik bermain.

Berlalu sekitar 10 menit. Mata Adwan nampak terpejam rapat, sepertinya ia ketiduran lagi. Dan gawatnya, tanpa sepengetahuannya, Aryan turun dari tempat tidur, lalu berjalan tertatih menuju balkon kamar yang kebetulan pintunya terbuka. Padahal balkon itu lumayan tinggi.

Segera!

Terima kasih bagi yang sudah mampir. Mungkin MSILU-2 ini tidak akan sebaper MSILU-1 lagi karena latar suasana para tokoh yang sudah berumah tangga. Namun Author bakal usahain banyak kejutan tak terkira di dalamnya, yang mungkin sebelumnya tidak akan pernah terlintas di pikiran kalian.

Sekian, Vote dan Komen ❤

Mas Santri, I Love U 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang