Setelah selesai dengan laporan di kantor polisi, seluruh keluarga memutuskan untuk kembali ke rumah sakit, karena Adwan hanya sendirian di sana dengan keadaan yang masih belum sadarkan diri.
Menunggu di kantor itu pun memang tidak ada gunanya, karena pencarian baru saja akan dilakukan. Tentu saja hasilnya tidak langsung diperoleh hari itu juga, harus menunggu beberapa hari dulu.
Dan kini seluruh keluarga sedang duduk menunggu di depan ruang rawat Adwan, wajah-wajah itu sungguh kusut dan berduka. Apalagi mama Saras, matanya sudah bengkak luar biasa ulah air mata yang tak henti mengalir.
Tap...Tap...Tap,
Suara langkah kaki setengah berlari.
Dan terlihat lah Mama Adwan, Vanya, serta Tania yang menggendong Aryan, sedang berjalan cemas ke arah keluarga.
"Gimana?! Gimana keadaan anak-anak?!"
Pertanyaan mama Adwan langsung memburu panik.
Seketika semuanya menunduk, tak ada yang berani menatap wajah panik sang mama.
"Mereka baik-baik saja kan?!" tanya sang mama lagi semakin cemas melihat reaksi orang-orang di depannya.
"Mah,"
Papa Adwan merangkul lembut istrinya itu.
"Mama tenang dulu ya, insyaa Allah mereka baik-baik saja," lanjutnya sembari mengusap-usap bahu istrinya, berharap bisa memberi sedikit ketenangan.
"Iya, tapi jelaskan dulu gimana keadaan mereka sekarang, baru Mama bisa tenang!" sambar sang mama, tentu tak bisa ditenangkan semudah itu.
Melihat kepanikan istrinya, papa Adwan tampak menghela napas berat, "Iya, Mah. Adwan lagi ditangani Dokter di dalam. Tidak ada luka yang serius," ucapnya terpaksa berbohong. Karena istrinya itupun baru saja sadarkan diri, jadi tidak mungkin ia langsung menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
"Alhamdulillah, ya Allah," wajah mama Adwan langsung berseri lega.
"Saras gimana, pah?" lanjutnya kemudian.
Sontak, papa Adwan menunduk mendengar pertanyaan itu. Entah jawaban apa yang harus ia berikan sekarang, benaknya.
"Pah, me-menantu kita gimana?" tanyanya lagi mulai berfirasat tak enak setelah melihat reaksi suaminya.
"Mah--,"
Hanya itu kata yang bisa sang papa ucapkan, bersamaan dengan air mata dan suara bergetar yang tak bisa ia sembunyikan lagi.
Seketika pucat menghantam wajah mama Adwan. Pasti sudah terjadi hal berat dengan menantuku, pikirnya langsung kalang kabut.
"Me-menantu ki-kita kenapa, pah?" tangisnya langsung bergetar. Bahkan tangannya ikut gemetaran.
Sama halnya tadi, papa Adwan tetap bungkam dengan kepala tertunduk.
"Saras belum ditemukan,"
Mama Saras buka suara dengan keadaannya yang juga sudah begitu lemas di sebelah suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Santri, I Love U 2
Teen FictionLanjutan kisah dari cerita Mas Santri, I Love U 1