Ting-Tong
Ting-Tong
Bunyi bel rumah di kediaman megah Adwan,
Kini Adwan beserta istri dan anaknya tengah berada di dalam ruang kamar, ketiganya asik mengobrol riang walau Adwan masih dalam keadaan sakit. Istrinya merawatnya dengan telaten, sedangkan anaknya menghiburnya dengan tingkah menggemaskannya.
"Sayang, coba kamu periksa siapa yang datang?" ucap Adwan setelah mendengar bel rumah dibunyikan beberapa kali.
"Oh iya, bentar sayang," Saras lekas berdiri, sembari meraih Aryan yang duduk di sebelah Adwan yang sedang tiduran di kasur.
"Aryan disini aja nemanin aku, sayang" celetuk Adwan tiba-tiba.
"Jangan, sayang. Nanti dia nakal, repotin kamu yang lagi sakit."
"Dak, Mam--ma," Aryan menyahut tak disangka-sangka, bersamaan dengan ia yang menggelengkan lucu kepalanya.
Saras nampak terkejut mendengar anaknya, "Eh, anak Mama bilang apa tadi?"
"Dak, Mam--ma," ulang Aryan, lalu menyengirkan barisan gigi rapinya.
"Tuh kan, anak Papa mau nemanin Papanya disini, gak bakal nakal juga kan?" timpal Adwan tersenyum menang.
"Eum...Eum," Aryan menyambar dengan anggukan antusias.
Senyum bahagia seketika menyapa di wajah Saras, "Ya ampun, pintarnya anak ganteng Mama ini," ucapnya penuh kegemasan, seraya mencubit pelan pipi anaknya.
"Buruan, sayang. Nanti orangnya keburu pergi," celetuk Adwan lagi.
"Eh, iya. Yaudah, Mama tinggal bentar ya kalian," Saras langsung beranjak dari ruang kamar.
"Iya, Mama," balas Adwan dengan tatapan penuh sayang ke istrinya yang semakin hilang di pandangan.
Ceklek,
Saras membuka pintu, lalu menampakkan sosok wanita yang tak asing dari baliknya.
"Eh, kakak. Aduh, maaf ya kak nunggu lama," sapa Saras terlihat akrab.
Wanita itu tersenyum hangat, "Iya, gak masalah, Ras," ucapnya lembut, yang ternyata adalah Isyafa, kakak kandung Adwan.
"Ayo masuk, kak," lanjut Saras sedemikian sopan.
"Eh, disini aja Ras. Kakak juga lagi buru-buru, sayang."
"Loh, tapi kak--"
"Jadi gini, Ras. Kakak kesini cuma mau nawarin apa kalian mau ikut jenguk Wulan. Ini Mama yang nyuruh kakak ya, kakak juga sebenarnya agak gimana gitu bilangnya sama kalian."
"Loh, kok tumben gini, kak. Emang ada apa?" Saras nampak mengernyit kebingungan.
"Wulan masuk RSJ," bisik Isyafa heboh tiba-tiba ke Saras.
"HAH--?!" wajah Saras langsung dilanda syok.
"Iya, hari ini dia bakal dipindahin dari sel tahanan ke rumah sakit jiwa. Makanya Mama usul buat kita pergi menjenguk," tutur Isyafa dengan wajah yang begitu asik bercerita.
"Ya Allah, kak. Gi-gimana ceritanya dia bisa sampai gitu," wajah Saras masih saja dilanda ketidak percayaan.
"Kakak juga kurang pasti kalau sama cerita awalnya. Tapi dari yang kakak dengar, dia sering ngamuk tiba-tiba di sel tahanannya. Habis ngamuk, dia bakal ketawa-ketawa gak jelas. Habis itu lagi, dia bakal nangis jerit-jetit."
"Astaghfirullah, Ya Allah," seketika wajah Saras memucat. Mungkin karena terlalu syok dengan kabar ini.
"Begitulah, Ras. Kakak juga merinding pas dengar dari Mama tadi."
"Jadi gimana, dek. Kalian mau ikut? Kalau gak mau ikut juga gak masalah," tambah Isyafa kemudian.
Saras nampak memasang wajah tak enak, ditambah lagi dengan perasaan syoknya yang bergemuruh sekarang, "Aduh, gimana ya kak. Bukannya kami gak mau ikut, tapi Papa Aryan lagi sakit."
"Hah? Adwan sakit?" sekarang gilaran Isyafa pula yang syok. Karena adek semata wayangnya itu sangatlah ia sayangi.
"Iya, kak. Tapi Alhamdulillah cuma demam ringan, panasnya juga udah turun sepenuhnya. Sekarang dia lagi main sama Aryan di kamar."
Terlihat Isyafa yang langsung menghela napas lega, "Alhamdulillah kalau gitu ternyata."
"Kakak gak mau jenguk Adwan dulu?" tawar Saras dengan senyum sumringah di wajahnya.
"Kalau masalah yang ini kakak harus mampir dulu," balas Isyfa tersenyum juga. Padahal tadi niatnya ia tidak akan masuk, karena sedang terburu-buru.
"Ayo, kak," Saras lalu membuka pintu lebar-lebar. Kemudian ia dan kakak iparnya itu pun berjalan bersama menuju ruang kamar.
Krek,
Saras membuka pelan pintu kamar yang tak dikunci.
Dan terlihatlah disana Aryan yang sedang meletakkan kepalanya di dada bidang Papanya, disertai tawa-tawa riang mereka berdua juga. Entah apa yang sedang mereka obrolkan. Hm, pemandangan yang sangat indah dan menggemaskan.
"Eh....Eh, Aryan jangan dekat-dekat begituuuu!"
Teriakan Isyafa memenuhi ruang kamar itu tiba-tiba, begitu heboh.
"Sini sama Ibu, sayang," Isyafa lanjut menarik Aryan dari samping Adwan.
Adwan yang sama sekali tidak tahu apa-apa hanya bisa menatap tak bernyawa atas perlakuan kakaknya. Serta Saras ikut menatap keheranan juga ke arah kakaknya.
"Adwan lagi sakit, jadi usahakan jaga jarak dulu dari Aryan. Bayi mudah tertular sakit karena imun tubuhnya belum sekebal orang dewasa," terang Isyafa setelah melihat reaksi heran dari kedua orang tua Aryan.
"Eh, iya kak?" sambar Saras langsung cemas.
"Iya, Ras. Jangan kasih mereka dekat-dekat dulu buat sementara waktu."
"Aduh, iya kak. Saras baru tau."
"Untung kakak jadi masuk. Kalau gak, habis anak ganteng ibu ini ditulari sakit Papanya," tutur Isyafa datar saja.
"Ish, jahat banget kak," Adwan langsung memasang wajah sakit hati yang sengaja dibuat-buat.
Bukannya kasihan atau bagaimana, malah Isyafa mendelik tajam ke arah Adwan yang berbicara, "Jahat apaan, ini kan demi kebaikan bersama."
"Iya iya, Adwan bakal jaga jarak dulu dari Aryan."
"Emang harus gitu. Kalau gak, bakal kakak bawa Aryan sementara ke rumah kakak."
"Apaansih, kak. Ya, gak gitu juga kali. Tuh Mamanya kan sehat-sehat aja."
"Kakak bercanda, serius amat,"
Saras hanya bisa tersenyum melihat perdebatan sengit antara suami dan kakak iparnya.
"Ngomong-Ngomong, tumben kakak mampir kesini. Ada apa, kak?" Adwan mengalihkan topik pembicaraan.
"Wulan masuk RSJ," bisik heboh Isyafa ke Adwan, sama seperti ke Saras tadi.
Namun berbeda dari reaksi Saras tadi, Adwan bahkan tak tampak terkejut sedikitpun. Padahal Isyafa sudah sangat maruk mengasih info yang begitu hot menurutnya--
"Terus aku harus ngapain?" tanggap Papa Aryan begitu datarnya.
Isyafa yang mendengarnya jadi kesal sendiri, "Ya, gak mesti ngapa-ngapain, cuma ngasih tau aja."
"Adwan gak peduli dia mau kenapa. Jauhi orang yang menyakitimu, itu kata Ali Bin Abi Thalib," sarkas Adwan seketika jadi dingin.
"Lah, iya loh Wan. Kok malah marah sama kakak," Isyafa jadi takut sendiri.
"Bukan kok, kak. Adwan cuma gak suka aja dengar nama itu."
"Iya, kakak minta maaf ya."
Vote dan Komen ya kalau mau dilanjut cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Santri, I Love U 2
Teen FictionLanjutan kisah dari cerita Mas Santri, I Love U 1