Helaan nafas keluar dari bibir Hana. Kepalanya menoleh ke samping, dimana Satya duduk sembari menatapnya, dengan kaki yang menyilang, dan kedua lengan terlipat di depan dada.
"Bisa nggak sih, bapak jangan ganggu konsentrasi saya?"
Satya mengerutkan keningnya heran. "Emang saya ngapain? Dari tadi saya diem, kan?"
"Bapak emang diem, tapi bisa nggak, jangan terus-terusan ngeliatin saya? Saya risih!" Hana mengutarakan apa yang sejak tadi ia pendam, begitu Satya memutuskan untuk berada dalam satu ruangan yang sama dengannya.
Satya menggeleng kecil. "Nggak bisa! Kalo kamu risih, itu urusan kamu, bukan urusan saya! Jadi, semuanya tergantung sama kamu, bagaimana kamu menghilangkan perasaan risih itu!"
"Emang bapak nggak malu, kalo bapak digosipin sama karyawan bapak, gara-gara kelakuan bapak ini?"
Satya mengedikkan bahunya tak peduli. "Bukan urusan saya buat peduli, apalagi malu sama mereka! Biarin aja itu jadi urusan mereka. People talk behind your back, because you are always ahead of them. Dan, yang menjadi urusan saya adalah rasa suka saya sama kamu! Selama hal itu nggak melanggar hukum, maka akan saya lakukan!"
'Lo bisa ngomong begitu, karena lo bos mereka! Coba aja lo pekerja, kayak gue gini! Masih bisa lo ngomong begitu?' Hana mendengus kesal. "Terserahlah! Saya nggak peduli!"
"Lagian, saya udah biasa jadi bahan gosip, terutama sama karyawan cewek di kantor ini. Jadi, buat saya, ini bukan hal aneh, Hana."
Hana memutar bola matanya. 'Pede banget lo!'
"Ya udah, silahkan lanjutkan pekerjaan kamu kalo gitu."
Hana kembali melihat ke arah layar laptopnya dengan perasaan dongkol. Bagaimana tidak, sejak tadi pagi Satya memutuskan menjemputnya, dan mereka tiba di kantor bersamaan, lalu keluar dari mobil laki-laki itu. Hana bisa merasakan tatapan karyawan yang lain melihatnya dengan pandangan mencela.
Dan Hana semakin yakin, jika dirinya saat ini menjadi perbincangan hangat dikalangan karyawan yang lain. Ketika mereka tau, jika bos-nya itu berada di satu ruangan yang sama dengannya.
Baru satu ruangan kerja saja, Hana sudah yakin, jika dirinya menjadi bahan gosip. Apalagi jika para biang gosip itu tau, dirinya juga akan tinggal di rumah si bos besar? Hana yakin, semua pikiran buruk di kepala mereka akan menjadi-jadi. Dan mungkin, mereka akan memanggilnya jala**, pela***, bi*** dan semua jenis panggilan yang sangat kotor, juga menjijikan tersemat untuknya.
Jika seperti itu akhirnya, maka Hana tidak punya cara lain, dengan menjadi orang tuli sungguhan, untuk mengabaikan orang-orang tidak berkualitas, yang selalu membicarakan orang lain. Mungkin akan melelahkan kedepannya untuk kesehatan mentalnya, tapi Hana tidak mau membuang energi untuk meladeni orang-orang yang menurutnya tidak penting.
***
"Ayo masuk!" Ajak Satya, begitu mereka sudah tiba di rumah laki-laki itu.
Ada perasaan ragu dalam diri Hana, haruskah ia meladeni permintaan Satya?
"Kok diem? Kamu kenapa, sih? Ayo masuk! Biasanya juga langsung masuk gitu aja, kan? Jangan-jangan, kamu lagi mikirin barang-barang kamu ya? Kamu tenang aja Hana, saya udah bisa pastikan semua barang kamu nggak ada yang ketinggalan di apartemen."
"Saya mau balik ke apartemen aja, pak!"
"Kenapa? Kamu nggak suka sama rumah saya yang ini? Mau rumah yang lain? Coba bilang, kamu maunya rumah yang kayak gimana?"
Hana speechless mendengar ucapan Satya, yang sangat diluar ekspektasi. "Bukan gitu, pak! Tapi ..."
Satya tampak menunggu ucapan Hana, saat wanita itu tiba-tiba saja tidak mau melanjutkan ucapannya. "Tapi, kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss or Lust [Miss Independent Series]
FanfictionCHEOLHAN/JEONGCHEOL GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 PERATURAN KERJA BARU! -Tidak boleh pakai rok mini. -Tidak boleh memakai pakaian terbuka. -Tidak boleh make up berlebih...