Hana tak henti-hentinya terus menggerutu dan mengutuk Satya yang kembali berlaku seenaknya. Hana pikir, setelah apa yang dilakukan Satya kemarin, laki-laki itu akan menjaga jarak, karena tidak menghubunginya seharian. Tapi, ternyata itu tidak bertahan lama.
Perasaan Hana sudah bahagia, memikirkan jika Satya akan menjaga jarak dengannya, setelah berkata jika dia punya nafsu terpendam kepadanya. Tapi kenyataannya, hari ini laki-laki itu kembali berulah seperti biasa.
Dengan terpaksa, Hana harus membersihkan wajahnya yang baru sepuluh menit ia pasangi masker. "Sekalinya bajin***, ya selamanya bakal jadi bajin***! Nggak bisa banget liat orang lagi seneng dikit! Hobi tuh, mancing, joget, nyanyi, naik sepeda, naik gunung, bukannya malah ngerecokin hidup orang!"
"Pengen resign ajalah rasanya kalo gini!" Lagi-lagi Hana mengeluhkan hal yang sama. "Tapi, sayang duitnya ...! Jaman sekarang, mana ada perusahaan yang ngasih gaji dua digit, belum lagi bonus tahunannya bisa buat beli motor secara cash! Apalagi fasilitas yang dikasih nggak main-main. Huhuhu mama ... anakmu kayaknya butuh pendamping pewaris tunggal kaya raya aja, kalo gini caranya!"
Dan lagi-lagi, Hana kembali dilema.
"Seandainya aja, tabungan gue udah cukup buat beli rumah impian, dan menjamin masa tua gue nanti! Gue udah resign dari perusahaan lo, Satya! Gue capek ngebabu sama lo tiap saat, tau nggak! Orang songong, sok ngatur, egois, nggak ada otak kayak lo paling bener mampus aja ke laut! Biar lo ketemu megalodon, terus mati!" Maki Hana pada foto Satya yang sengaja ia cetak berukuran 10R, lalu ia tempel di kaca kamar mandinya. Guna meluapkan emosi dan kekesalannya pada pria itu, tiap kali Satya mulai membuatnya kesal.
Setelah memastikan wajahnya bersih, Hana segera bergegas keluar dari kamar mandi. Namun, Hana kembali masuk ke kamar mandi, dan mengacungkan dua jari tengah kepada foto Satya, lalu kembali keluar.
"Handphone, dompet, notebook, iPad, buku catatan, bulpoin!" Hana mengabsen satu-persatu barang yang harus selalu ada di dalam tas kerjanya. "Ok, udah lengkap!"
Hana sekali lagi memeriksa penampilannya yang terpaksa harus memakai pakaian tertutup. Kemeja putih berlengan panjang, dan celana kain panjang. "Cringe banget penampilan gue, kayak mahasiswa baru aja, pake setelan putih hitam. Tapi ... bodo amatlah, lebih cringe lagi, kalo si Satya itu nafsu sama gue! Hiiii ..."
***
Baru saja Hana hendak mengetuk pintu rumah Satya, ternyata laki-laki itu sudah lebih dulu membuka pintunya.
Satya memperhatikan penampilan Hana dari atas ke bawah, dengan pandangan menilai, dan kedua tangan yang bersedekap di depan dada. "Bagus! Tiap hari aja penampilan kamu kayak gini! Biar saya nggak terpancing. Masuk!"
"Berarti emang ada yang salah sama otak bapak, kalo masih terpancing."
Satya mengabaikan ucapan Hana, dan masuk begitu saja ke dalam rumahnya. Sedangkan Hana langsung saja mengacungkan jari tengahnya di belakang punggung laki-laki itu. Dan segera bersikap biasa saja.
Langkah Hana terhenti, ketika Satya tiba-tiba berhenti dan berbalik menghampirinya, lalu menggenggam pergelangan tangan kanannya. "Lain kali, coba kasih jari tengahnya di depan saya langsung, jangan beraninya di belakang."
Mata Hana membulat, dan tampak sedikit takut, karena ketahuan.
Sedangkan Satya menunjuk deretan kaca hitam di sebelah mereka, dengan dagunya. "Kamu udah sering kesini, tapi kayaknya kamu lupa ada kaca sebesar itu."
Mata Hana melirik kaca yang dimaksud Satya. Dalam hati, Hana memaki dirinya sendiri dan kaca tersebut, yang sepertinya tidak mendukung keadaannya. "Maaf ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss or Lust [Miss Independent Series]
FanfictionCHEOLHAN/JEONGCHEOL GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 PERATURAN KERJA BARU! -Tidak boleh pakai rok mini. -Tidak boleh memakai pakaian terbuka. -Tidak boleh make up berlebih...