11. Pencarian

662 108 13
                                    

Satya hampir saja terjengkang, ketika Shua tiba-tiba menggebrak meja, hingga pengunjung cafe yang lain memperhatikan ke arah meja mereka.

"KOK, LO GOB*** BANGET JADI COWOK? BISA-BISANYA LO NGIKUTIN ALUR DRAMA YANG JELAS-JELAS FIKSI! LO TAU FIKSI NGGAK, SIH? BUATAN MANUSIA! FANTASI! KHAYALAN! NGGAK NGOTAK BANGET ALASAN LO NGELAKUIN ITU SEMUA SAMA HANA, CUMA GARA-GARA DRAMA!"

Sejenak, Tenesya dan Donita terpaku, melihat Shua yang biasa sabar, kini tampak begitu marah. Keduanya bahkan saling menggenggam masing-masing tangan Shua, agar wanita itu tidak kalap, yang mungkin saja akan melakukan tindakan kekerasan kepada Satya.

"Heh! Sabar! Kok lo jadi marah gini? Tadi aja, gue nggak boleh marah-marah. Tapi, lo sendiri sekarang malah marah-marah!" Cibir Tenesya.

"NIH ORANG GOB*** TAU NGGAK! LO DENGER SENDIRI KAN, APA KATA DIA TADI? BISA-BISANYA DI JAMAN BANYAK COWOK LAGI BERLOMBA-LOMBA JADI BUAYA, DIA MALAH BEGINI! BARU KALI INI GUE KETEMU COWOK, STATUSNYA BOS, PEMIMPIN PERUSAHAAN, TAPI HOBINYA HALU! GUE TAU LO EMANG DIREKTUR UTAMA PERUSAHAAN PENERBIT BUKU, TAPI NGGAK SEHARUSNYA LO JUGA HALU, SATYA!"

"Sabar Shua! Gue juga mau marah-marah kali, bukan lo doang! Tapi, nggak di tempat umum kayak sekarang! Malu diliatin orang-orang tau!" Sahut Tenesya.

Shua menggertakkan giginya, dengan kedua tangan terkepal erat. "Seandainya nggak ada hukum, udah abis lo sama gue!"

Disaat ketiga wanita di depannya itu tampak menahan amarah. Justru berbeda dengan ekspresi Satya yang hanya diam dan tampak biasa saja. "Kalo kalian nggak bisa bantu saya buat nemuin Hana, mending saya pulang sekarang, dan saya akan cari dia sendiri."

"Heh! Enak aja lo mau pulang! Gue belum marah sama lo, tau! Duduk lo!" Titah Donita.

"Kalian mau apalagi? Bukannya saya udah cerita semuanya? Kalo kalian terlalu lama nahan saya di sini, kapan saya bisa ketemu Hana?"

Mendengar ucapan Satya yang sepertinya tidak terganggu sama sekali dengan kemarahan mereka, membuat ketiga wanita itu menganga tidak percaya.

"Ternyata bener kata Hana, nih orang emang ngeselin." gumam Donita.

"Gue tarik ucapan gue, yang bilang pengen punya laki kayak dia!" Timpal Tenesya.

"Semua cowok bener-bener bajin***, dan dia salah satu spesiesnya." Sahut Shua.

"Kalo lo maksa buat ketemu Hana, kita nggak setuju! Bagus kalo Hana ngilang dari orang kayak lo!" Seru Tenesya.

"Atas dasar apa, kalian bisa ngomong begitu?"

"Asal lo tau, cewek kayak Hana nggak butuh modelan cowok kayak lo! Dia cewek yang beda, nggak kayak cewek-cewek yang ada di dunia fiksi! Apalagi dalam khayalan lo! Dia nggak suka sama cowok ngeselin, seenaknya dan sok ngatur kayak lo! Yang kayak gitu cuma bikin Hana ngerasa sesak, karena ngerasa sakit hati tau, nggak? Kalo lo mau ketemu Hana, lo harus bisa pastiin, kalo lo bisa berubah lebih baik! Dia cewek baik-baik, jadi, lo harusnya mikir, cara yang lo dapetin dari drama ataupun karya fiksi itu jelas nggak guna! Hana butuh kepastian! Kalo lo cuma mau main-main, mending tinggalin dia!"

"Saya nggak pernah main-main sama Hana." Satya menjawab ucapan Tenesya.

"Masih aja ngejawab mulut lo!" Gertak Donita.

Satya tampak tidak takut. "Tapi, saya benar-benar nggak pernah main-main sama Hana. Saya suka, dan saya sayang sama Hana." tegasnya.

"Kalo gitu, lo nikahin dia! Bukannya malah lo paksa dia buat tinggal sama lo, tanpa ada ikatan apapun! Dia bukan jala**! Lo buktiin ucapan lo dengan cara itu!"

Satya hanya diam, mencerna ucapan Shua. "Saya bilang sama Hana, kalo kita akan tinggal bersama. Bukannya itu udah jelas, kalo saya bakal nikahin dia?"

"Udah halu, nggak peka pula!" Bisik Donita, mencibir kelakuan Satya.

"Cewek tuh nggak bisa digituin!" Pekik Shua tertahan.

"Lalu saya harus bagaimana?"

"Ya, elo lamar dia dulu! Baru nikah, terus tinggal bareng! Tol** banget! Bukannya lo duda? Harusnya lo tau kan, gimana perempuan? Harus dengan step by step yang jelas! Nggak bisa seenaknya! Emang dulu lo langsung tinggal bareng sama istri lo, gitu? Nggak pacaran dulu? Nggak ngelamar dia dulu?" Ucap Tenesya, mulai habis kesabaran.

"Kalo iya, emang kenapa? Saya dan istri dulu memang dijodohkan. Jadi, saya nggak tau, kalo harus ada langkah-langkah seperti yang kamu maksud." jawab Satya tenang.

Tenesya, Shua dan Donita seketika bungkam. Tidak menyangka dengan jawaban Satya.

"O-oke. Sorry. Kita nggak tau." balas Shua tak enak hati.

"Kalo gitu, saya pergi dulu. Dan, terima kasih atas sarannya. Terima kasih juga, atas semua kata-kata bijaknya." ucap Satya menekankan ucapannya pada 'kata-kata bijak.' "Sekarang saya tau, darimana Hana belajar banyak kata-kata kotor itu."

Satya memandang ketiganya dengan pandangan menilai. "Saya permisi." pamitnya.

"Masih sok aja tuh orang." cibir Donita.

"Tapi, dia hebat juga sih, masih aja keliatan tenang, padahal kita udah marah-marah dari tadi." komentar Tenesya.

"Tapi, yang kayak gitu, bukannya kayak psikopat ya?" Celetuk Shua.

"Heh! Jangan ngadi-ngadi lo! Kasian Hana, kalo dia beneran psikopat!" Seru Donita.

"Ya udah sih, berarti deritanya Hana dapet laki psikopat." balas Tenesya.

"Iya juga, sih. Bukan urusan kita juga! Semoga aja, Hana bisa sabar deh, ngadepin lakinya!"

"Jahat banget lo berdua sama temen sendiri. Kalo si Satya beneran psikopat, yang pasti kita bertiga udah masuk ke bukunya dia! Kita udah ditandai tau, nggak!"

"Udahlah! Biarin aja si Satya itu! Mending lo telpon Wanda. Siapa tau, dia udah selesai dinas, biar kita tau posisi Hana dimana." sahut Tenesya.

"Oh iya. Bentar."

Shua segera mengaktifkan tombol loudspeaker pada ponselnya, ketika Wanda menjawab panggilannya.

"Udah dapet lokasinya Hana?" Tanya Tenesya.

"Bentar dulu. Masih gue cari." jawab Wanda.

"Tapi, masih bisa dilacak, kan? Handphone-nya kan, nggak aktif."

"Bisa. Lo semua tenang aja." ujar Wanda menenangkan. "Lagian, kenapa Hana tiba-tiba ngilang, sih? Kenapa dia? Menghindar dari si bos-nya itu?"

"Panjang ceritanya. Ntar aja, kalo kita udah ketemu pasti kita ceritain. Gue, Tenesya sama Donita baru aja ngobrol sama Satya." jawab Shua.

"Hah! Ngapain?"

"Ada deh! Ntar juga lo tau. Mending lo cari tau aja dulu Hana ada dimana sekarang. Gue takut dia ngelakuin yang enggak-enggak." jawab Donita.

"Heh!"

Donita hanya tersenyum tanpa dosa.

"Ya udah, gue matiin dulu teleponnya, biar fokus nyari posisi Hana. Ntar gue kirim alamatnya, kalo udah ketemu."

"Ok, ditunggu."

Panggilan keduanya terputus, lalu  ketiganya menunggu beberapa menit, sebelum akhirnya Wanda berhasil melacak, dan mengirimkan lokasi terakhir dimana Hana berada.

"Bentar deh, kayaknya gue tau alamat itu." ucap Tenesya, setelah Shua mengatakan alamat yang dikirim Wanda.

"Yang bener?"

"Gue inget!" Seru Tenesya.

"Apa?"

"Itu alamat kos gue! Ayo kesana!" Ajak Tenesya.

"Seriusan?" Tanya Shua tak percaya.

"Mau taruhan?" Tantang Tenesya.

"Ya udah, ayo!" Ajak Shua pada akhirnya.



***

Boss or Lust [Miss Independent Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang