Hana melemparkan wedges-nya begitu tiba di apartemen yang ia tempati. Tidak, Hana tidak seberani itu untuk menyebut apartemen yang ia tempati saat ini sebagai miliknya. Sebab, Hana mendapatkan apartemen ini dari bosnya secara cuma-cuma. Tapi, dibilang cuma-cuma pun tidak tepat, karena Hana harus membayar menggunakan tenaga ekstra dua kali lipat, agar bisa memenuhi semua kebutuhan sang bos besar.
Terkadang Hana merasa rindu dengan pekerjaannya yang dulu hanya seorang editor. Tapi, jika dipikir-pikir lagi, bukankah itu artinya dia tidak berkembang?
Helaan nafas keluar dari bibir Hana. Wanita itu lalu merebahkan tubuhnya di tengah-tengah ranjang. Menjadi sekretaris pribadi direktur utama tempatnya bekerja saat ini ternyata benar-benar melelahkan. Yaaahhh, walaupun lelahnya sebanding dengan upah yang ia dapatkan. Belum lagi ditambah bonus yang selalu diberikan si bos besar.
Satu hal yang selalu Hana syukuri, Satya itu bukanlah orang yang pelit. Justru selalu royal kepada karyawannya. Satya Ardiansyah Putra Bagaskara itu selalu memakmurkan karyawannya. Laki-laki itu bahkan, selalu meminta Hana untuk membelikan kue ulang tahun kepada karyawan yang memang sedang berulang tahun. Benar-benar seorang bos yang patut dicontoh.
Tapi, bukan hanya itu kelebihan dari bos besarnya. Selain murah hati, Satya juga tampan di usianya yang sudah menginjak umur 40 tahun. Laki-laki itu begitu beribawa, bertanggung jawab, dan yang paling banyak menjadi perbincangan karyawan lain, aura laki-laki itu yang sangat mengintimidasi.
Hana juga berpikiran sama seperti karyawan yang lain, saat pertama kali melihat Satya. Tapi, setelah beberapa tahun menjadi sekretaris pribadi laki-laki itu, Hana tidak lagi melihat Satya sebagai sosok yang mengintimidasi. Justru, Hana melihat Satya sebagai sosok yang menyebalkan, banyak mau alias rewel, seenaknya sendiri dan tidak pernah mau kalah. Sungguh menggambarkan sosok bos pada umumnya, yang diktator dan egois.
Hana melihat grup chat pada ponselnya. Senyum wajahnya mengembang, ketika Tenesya meminta mereka bertemu. Dengan cekatan, Hana mengetik pesan dan menyetujui permintaan Tenesya.
"Rebahan dulu, abis itu mandi, terus meet up sama yang lain." Hana terduduk, lalu memijat kedua betisnya. "Gila, seharian bolak-balik kantor ke rumah si bos gila itu, capek banget! Berasa abis lari maraton. Ngapain sih, dia pake nggak mau balik ke kantor segala? Ngapain juga dia punya kantor, kalo ujung-ujungnya semua berkasnya harus dianter ke rumahnya? Emang kelakuannya sama kayak namanya. Satya, Sat, Sat, bang***!"
Hana kembali merebahkan tubuhnya, namun tidak lama kemudian, wanita itu tersentak, ketika ponselnya berbunyi.
Kedua kaki Hana menendang ke segala arah, hingga sprei ranjangnya pun berantakan, ketika melihat siapa yang menelponnya.
"Nih orang punya mata-mata, khodam atau gimana dah? Selalu aja langsung telpon, kalo abis gue maki-maki! Nggak bisa apa, bikin gue tenang sebentar doang?"
Hana menarik nafas panjang, sebelum akhirnya menjawab panggilan dari Satya. "Iya, pak? Ada apa? Berkasnya ada yang ketinggalan? Bisa besok aja nggak sih, pak? Ini kan, udah jam pulang kantor."
"Siapa yang mau nyuruh kamu ke kantor? Makanya, kalo orang belum ngomong, jangan langsung main potong aja! Dengerin dulu! Saya mau, kamu ke rumah sekarang!"
"Tapi kan-"
"Saya kasih kamu fasilitas mobil, tanpa perlu mikirin uang bensin biar saya enak kalo lagi butuh, dan mau panggil kamu! Kenapa? Mau protes lagi? Protes terus, kerja dulu yang bener!"
Hana meremat selimutnya, mencoba menahan diri agar tidak memaki laki-laki di seberang telepon tersebut. "Ok, saya berangkat sekarang."
"Bagus! Saya tunggu, nggak pake lama! Nanti saya transfer uang bensinnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss or Lust [Miss Independent Series]
Hayran KurguCHEOLHAN/JEONGCHEOL GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 PERATURAN KERJA BARU! -Tidak boleh pakai rok mini. -Tidak boleh memakai pakaian terbuka. -Tidak boleh make up berlebih...