38. Bandung Day 2 part 8 (❗)

356 47 85
                                    

Haiii ambeeekkk!!!

。:゚(;'∩';)゚:。 timacey bagi kelean yang masih berminat ama cerita ini, huhu.

⚠️INI FIKSI YA GUYS! AKU INGATKAAAN! Dari sifat karakter, relation, adegan, kekerasan, omongan kasar dan sebagainya!

Okeh, hope you like it!!!

.

.

.

"O-Orang suruhan Dharma...???" Pak Usman mendelik, menatap Milla dengan ekspresi ketakutannya. "J-Jadi semua ini benar sudah direncanakan??" pria paruh baya itu beberapa kali melirik keadaan sekitarnya. Tubuhnya semakin menggidik ngeri tiap kali melihat 'korban' yang masih tak sadarkan diri. Merasa ia cukup beruntung karena bisa bangun lebih cepat dari mereka. Tetapi, bukan itu satu-satunya hal yang membuatnya khawatir hingga lemas, "Saya tidak ingin sesuatu terjadi pada keluarga Pak Haikal, Bu!!!" pekiknya, mulai mengulurkan tangan untuk mengguncang bahu Milla. "K-Kita harus bagaimana bu!! T-Tolong...!! Saya mohon, saya mohon!! Selamatkan mereka!!"

Dua rekan kerja Milla perlu turun tangan langsung untuk menjauhkan Pak Usman darinya. Sebelum kehebohan di dalam ruangan itu bertambah dan semakin rumit untuk dijelaskan. Apalagi, mereka harus sadar diri jika kini berada di dalam fasilitas umum masyarakat negara. Sudah pasti keributan apapun memicu komplen karena mengganggu ketenangan lainnya.

Setelah berhasil melepaskan Milla dari Pak Usman, Milla menyodorkan segelas air dari sisi meja samping kasurnya. "Pak, minum dulu ya." ujarnya masih penuh sopan.

Pak Usman yang menerima sikap tenang itu, secara paksa ikut tertular. Ini hanyalah permainan psikologis sederhana. Saling berbagi emotion saat itu. Pak Usman meneguk air beberapa kali. Kini membiarkan Milla mengambil alih alur pembicaraan. "Kalo Pak Usman tadi bilang Hanan dan teman-temannya langsung ke Bandung setelah mendapatkan kabar..." lipatan pada kening Milla menandakan jika wanita itu sedang berpikir dalam. Dan dua rekan kerjanya yang lain tidak berani mengelak sedikit pun. "...ada kemungkinan Pak Haikal beserta istri juga ada di sana," wajah Pak Usman sedikit cerah setelah menemukan satu titik terang dari kasus saat ini. "Tugas kita mencari lokasi pastinya." Milla lalu mengalihkan pandangan kembali ke Pak Usman setelah memberikan isyarat kepada dua rekan kerjanya untuk segera melacak. "Pak," senyumnya, berusaha setenang mungkin ketika berbicara dengan 'korban selamat' itu. "Istirahat ya, hal seperti ini biar Kami yang menangani."

Mendengar itu, Pak Usman menatap Milla unutk beberapa saat. Mencoba menilai keyakinan dirinya dengan wanita itu melalui sorot mata. Kepala yang sudah mulai pening pun membuat Pak Usman tidak memiliki banyak pilihan. Ia menganggukan kepala, sambil menaikan kaki ke atas kasur. "Bu... semua pasti baik-baik saja kan? Keluarga Pak Haikal... saya tidak akan kehilangan mereka bukan??"

"..."

Pertanyaan yang selalu menyita fokus Milla untuk setiap kasus itu tentu saja sedikit menyentak bahunya. Bukan ia tidak yakin dengan kemampuan sendiri, namun berharap lebih pada 'kabar baik' dalam sebuah kasus itu justru terkadang berdampak sebaliknya, jadi...

"Kami usahakan, Pak. Kami berikan yang terbaik agar keluarga Pak Haikal semua kembali dengan selamat."

...ia tidak berani menumpukan harapan pada kabar baik itu, tetapi Milla akan menjemput kabar baik itu sendiri.

Milla pun perlahan menjauh dari Pak Usman. Langkah singkat yang baru diambilnya itu bahkan sudah mengiringi isi kepala semerautnya. Banyak ujung benang yang harus ditariknya menjadi lurus.

"B-Bu Milla...!!!" salah satu rekan kerjanya yang berbeda berlari kearahnya. Milla yang melirik Pak Usman bangkit lagi dari posisinya, langsung menarik rekannya itu menjauh. "Kenapa???" tanyanya, begitu berhasil memisahkan diri dari keramaian. Menatap lelaki di depannya dengan rasa penasaran, apa yang membuatnya terlihat panik. "Apa... itu??" timpalnya sekali lagi, menunjuk sebuah box dari tangannya.

Brother Issues IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang