42. Bandung : Last day ✅

218 38 50
                                    

Haiii, ambeeeek maaapin lamaaaaaa yaaa 😀 aku sok sibuk 😭🙏

Guys, kalo lupaa alurnya, balik ke chapter sebelumnyaa yaa plisss. Makasiih. 😭

Okeh nais! Hope you like it!!!

.
.
.
Brother Issues III

by

abbiy
.
.
.

Meninggalkan Pak Usman dalam pengawasan tim medis nyatanya tidak semudah yang Milla bayangkan. Pria yang sudah berusia lanjut itu meraung dan meronta ketika ditahan untuk penanganan selanjutnya, sesaat Milla, juga beberapa rekannya memasuki mobil. Bergegas menuju kantor pusat untuk mengumpulkan petunjuk lain yang mungkin mengarah langsung pada pelaku.

... kini bukan hanya beberapa jam lagi yang terlewati, namun hari sudah berganti dan mereka belum menemukan apapun. Mengobrak-ngabrik dokumen yang diberikan langsung oleh 'pelaku', sama sekali tidak membuahkan hasil apapun.

Entah apa yang terjadi dengan para korban sekap saat ini....

...Milla hanya dapat berdoa dan terus berusaha menemukan mereka.

Kemarin, demi melepaskan diri dari jeratan Pak Usman yang terus memaksa agar dapat ikut, Milla membiarkan beberapa bawahannya bertukar nomor hp dengan salah satu perawat. Berujar bahwa, mereka akan langsung menghubungi Pak Usman jika ada informasi terbaru mengenai keberadaan dan kondisi keluarga Haikal Erwin.

Dan beruntung, Pak Usman pada akhirnya berhasil ditenangkan.

Sesampainya di kantor pusat, suasana tegang itu menerpa langsung tubuh Milla. Menularkan pacu adrenalin di dalam tubuh. Menambah kepanikan ketika mengingat 'nyawa' orang lain terancam.

Bukan hanya satu yang mungkin melayang, tetapi...

"...gila... selain empat orang dewasa, lainnya masih remaja," Milla menggigit ujung kuku ibu jarinya. Bahunya sudah terasa kaku, dan tubuh diterpa lelah yang teramat.

"Lamanya waktu mereka menghilang membuat risiko 'sesuatu' sudah terjadi pada mereka semakin besar," Milla menggeser foto-foto yang beberapa saat lalu diterimanya. "Tim pelacak belum menemukan apa-apa juga??" tanyanya, mengalihkan pandangan ke salah satu rekannya.

Rekannya menghela nafas panjang, jemari dengan lihai menari cepat diatas keyboard. Menatap layar laptop, juga sesekali ke sekitarnya. "Kacau bu, kayaknya si Dharma nih beneran punya ahli teknologi deh. Parah banget. Berasa lawan teknisi luar negeri saya bu."

"Hah..." Milla menghela nafas, entah sudah berapa kali sejak ia menerima kasus itu. "...kalian semua, setelah ini saya kirimkan ke pelatihan."

Rekannya hanya dapat tersenyum agak masam, kalimat Milla seakan mengatakan jika mereka tidak cukup mahir dalam bidangnya sendiri--dalam versi halus.

Namun memang seperti itulah kenyataannya.

Milla memutar tubuhnya, menghadap beberapa rekan prianya yang sedang mengebulkan asap rokok mereka.

Bola mata Milla beralih dari wajah mereka, dan bergulir pada puntung rokok di masing-masing jemari.

Salah satunya mulai menyadari tatapan lekat Milla. "Bu??" sapa pria itu, sontak membuyarkan pikiran impulsif Milla.

"Uh?" Milla mengerjap,"Jangan ngerokok disini," tegur Milla dengan suara ketus, menggulung beberapa kertas dari atas meja, dan memukul bahu keduanya. "Di luar sana, bikin polusi aja kalian." usir Milla.

Kedua pria itu pun dengan tergesa berlari keluar ruangan. Meninggalkan Milla yang memijat pelipis kepalanya. Asap rokok tersebut nyatanya tidak membuat Milla sesak. Justru... Milla takut... kecanduannya atas nikotin akan terulang lagi. Itu akan membahayakan orang yang disayanginya.

Brother Issues IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang