__
Aurora melangkah keluar dari ruangan teater dengan langkah pasti, tasnya tergantung di bahunya. Matanya yang tajam menatap lurus ke depan, menandakan keteguhan dan fokus yang tidak tergoyahkan.
Gedung sekolah yang biasanya ramai kini tampak sepi, hanya menyisakan anggota ekskul teater yang baru saja menyelesaikan latihan. Ekskul teater mereka dikenal sebagai yang paling sibuk, dan Aurora terlibat dalam proyek besar yang menuntut dedikasi penuh.
Aurora melanjutkan perjalanannya dan secara tidak sengaja mendengar suara yang dikenalinya. Ia cepat-cepat menuju sumber suara tersebut dan mendapati Aneska dalam kesulitan, dengan seorang pria yang tampak kasar menahan lengan gadis itu.
"Lepaskan tanganku!" Teriak Aneska, suaranya penuh dengan kepanikan dan kesakitan. Aurora mengamati pria itu dari tangga luar sekolah.
Tampak jelas bahwa pria tersebut semakin keras menahan Aneska, dan situasi semakin memburuk ketika pria itu mengangkat tangan, siap untuk menampar Aneska.
Aurora tidak membuang waktu. Dengan langkah mantap, ia mendekat dan menyatakan dengan suara dingin dan tegas.
"Aku tidak tahu seorang pria berani menyakiti seorang gadis." Ucap Aurora dengan nada sinis.
Kehadiran Aurora yang tiba-tiba membuat pria itu dan Aneska menoleh ke arahnya. Aurora berdiri dengan sikap percaya diri, tangan dibiarkan di saku jaketnya, sementara tatapannya tetap dingin dan penuh tekanan.
"Itu bukan urusanmu!" Ucap pria itu, melepas genggaman tangannya dari lengan Aneska, seolah merasa terancam oleh kehadiran Aurora.
"Bisa jadi urusanku kalau kau sudah mulai menyakiti Aneska. Dia temanku." Jawab Aurora dengan nada sinis, menandakan bahwa ia tidak akan membiarkan tindakan kekerasan ini berlalu begitu saja.
Pria itu menatap Aurora dengan tatapan menantang dan mendekat, mengangkat lengan bajunya seperti seorang preman.
Aurora memandang dengan skeptis, hampir ingin tertawa melihat gaya pria itu yang sangat norak. Namun, ia tetap mempertahankan sikap dinginnya, menatap pria itu dengan penuh kewaspadaan.
"Pergilah sebelum aku membuat wajahmu lebih jelek dari sekarang." Kata Aurora dengan nada dingin dan penuh ancaman.
Pria itu tampak tersinggung dan, dalam kemarahannya, mendorong bahu Aurora dengan kasar. Aurora hanya melirik lengan yang menyentuh bahunya dan dengan cepat melancarkan tinju yang kuat ke wajah pria tersebut.
Pria itu langsung terjatuh ke tanah, mengaduh kesakitan sambil memegangi pipinya yang merah. Aurora berdiri tegak, menatap pria itu dengan tatapan penuh kesinisan.
"Sekarang pergilah, dan jangan pernah kembali." Ucap Aurora sambil melihat pria itu.
Pria itu hanya bisa menatap Aurora dengan rasa malu dan kemarahan yang menyala, sebelum akhirnya merangkak pergi dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMBOK DI ANTARA KITA(FUTA)[OnGoing]
Teen Fiction-BIJAKLAH DALAM MEMBACA- Cerita ini bukan pure gxg tapi cerita ini mengandung unsur futanari yang cukup jelas. Cerita ini juga menggunakan bahasa yang non baku dan memiliki beberapa kata yang cukup vulgar dan kasar. Cerita ini benar benar murni dari...