3

621 125 19
                                    

Suasana hati Hinata menjadi sangat bagus malam ini.

Sejak apa yang terjadi antara dirinya dan Toneri, sejak itu pula senyuman Hinata tak memperlihatkan tanda-tanda akan pudar. Ia terlalu bahagia hingga apa pun yang dilakukan menjadi terasa menyenangkan.

Ketika tiba di rumah keluarga Namikaze, Hikari bahkan dibuat terheran-heran dengan sikap sang anak yang lebih ceria dari biasanya.

"Bagaimana harimu di sekolah?"

Setelah potongan kedua pada kubis, Hinata mengangkat wajahnya untuk memandang sang ibu. Tangannya bergerak lincah untuk memberi isyarat bagi apa yang ingin ia katakan.

"Hari ini menyenangkan."

"Menyenangkan? Kenapa?"

Sejenak, Hinata seperti berpikir. Ada alasan utamanya, namun, ia akan membuat alasan yang lain. "Aku mendapat nilai tinggi di ulangan Biologi."

"Sungguh? Hebat sekali."

"Iya, nilaiku yang tertinggi di kelas."

Hikari memberi anggukan pelan. Tanda ia merasa bangga. "Kamu sudah bekerja keras."

"Iya, terima kasih, Ibu."

Kegiatan kembali berlanjut. Malam sebenarnya telah menyambut sejak setengah jam yang lalu. Hinata masih berada dalam balutan seragam sekolah ketika datang ke kediaman Namikaze, dan rencananya akan pulang bersama-sama dengan ibu.

Tangan Hinata selesai menyusun beberapa makanan ke atas sebuah nampan. Ibunya berkata, Naruto datang beberapa saat lalu ketika ia belum tiba, dan suasana hati pemuda itu tampaknya sedang tidak bagus.

Jadi, dengan niat baik, Hinata ingin mengantar langsung makanan ini ke kamarnya.

"Kamu sudah selesai?"

Hinata mengangguk. "Ibu, jam berapa Tuan Namikaze akan pulang malam ini?"

"Entahlah. Biasanya, Tuan Namikaze akan pulang lebih larut. Mungkin lembur, bahkan sering tidak pulang. Ibu membuat makanan untuk berjaga-jaga saja seandainya dia mendadak datang."

Hinata paham. Ia yang sejak kecil telah melihat bagaimana keluarga ini, secara tak langsung telah menghafal situasinya.

Tuan Namikaze Minato memang selalu sibuk sejak dulu. Beliau jarang ada di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan pekerjaan.

Hal tersebut sebenarnya tak ada hubungannya dengan Hinata, hanya saja, setiap kali melihatnya, secara otomatis pikiran Hinata akan tertuju pada Naruto.

Dia anak yang tumbuh tanpa kasih sayang orang tua yang cukup, meski mungkin segala hal bisa dia dapati hanya dengan sekali meminta.

Tetapi, tetap saja. Meski hidupnya dilingkupi oleh kecukupan materi, dia hanyalah anak yang kesepian. Naruto tak pernah terlihat dekat dengan ayahnya. Jikapun mereka bertemu, tak ada kebersamaan selayaknya orang tua dan anak.

Mereka begitu kaku.

Tuan Namikaze juga orang yang sangat keras. Mungkin itu adalah salah satu alasan mengapa Naruto kerap lebih memilih menjauh.

Sikap tersebut sangat berbeda dengan ibunya.

Nyonya Namikaze Kushina memang orang yang cukup disiplin, tetapi beliau tetaplah sosok ibu yang lembut dan penyayang. Walau wanita karier, ia masih bisa berusaha menyempatkan waktu untuk menemani Naruto -- meski tak lama. Itulah mengapa, Naruto lebih dekat padanya.

Tetapi sayang, Nyonya Namikaze harus menghembuskan napas terakhir ketika usia Naruto masih begitu kecil, karena kecelakaan ketika hendak menuju acara pameran di luar kota.

Kuroi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang