Entah barang apa lagi yang harus Naruto lemparkan untuk menetralkan perasaan. Pikirannya berkabut. Emosi menggelegar sangat brutal hingga rasanya ia ingin meraung dan menghajar tembok.
Naruto hilang kendali. Ia mengaku cemburu ketika melihat senyuman bahagia Hinata setiap kali bersama Toneri. Kesal karena mengingat Hinata menikmati sentuhan orang tersebut, namun menolak ketika bersama dirinya.
Melihat Toneri, hal itu seperti membakar seluruh tubuh Naruto. Ia hilang akal, dan dengan lantang malah mengucapkan sesuatu yang tak seharusnya dilakukan.
"Tiduri Hyuga Hinata."
Sungguh, Naruto tak bermaksud. Kalimat itu keluar secara spontan dari mulutnya. Sampai sekarang, ia masih terus terbayang oleh tindakannya sendiri.
"Pilihlah, kau yang menyentuh Hinata atau aku yang menyentuh Shion."
Tidak. Naruto yakin, Hinata memiliki harga diri yang tinggi. Dia tidak akan mau disentuh secara sembarangan. Mereka sudah saling mengenal sangat lama, dan Naruto memahami gadis itu luar dan dalam. Dia tak akan mau-mau saja menerimanya.
Meski demikian, Naruto sempat tidak menyangka dengan jawaban Toneri.
Mungkin pemuda tersebut memang terlihat menolak, tetapi, raut wajahnya yang kalut, telah menjelaskan bila dia bimbang.
Jika memang Toneri serius pada hubungannya bersama Hinata, seharusnya, dia tak perlu berpikir keras dan seolah sedang diambang pilihan yang sulit.
Apakah karena tak ingin menyakiti Hinata? Atau karena tebakan Naruto memang benar -- jika sebenarnya Toneri telah lama menyukai Shion, jauh sebelum ia tahu jika Hinata ada?
Sial. Ini jadi sangat mengusik.
Naruto sendiri yang telah memulai, tetapi dirinya juga yang terbebani.
Dengan perasaan yang tertekan, Ia berjalan kesal. Tak sedikit pun gurat ramah yang terpasang pada wajahnya. Naruto seperti ingin menekankan bila dirinya tak mau diajak bertegur-sapa oleh siapa pun. Bahkan, seorang kawan sekelas yang bertemu dengannya hanya dilewati begitu saja ketika memberi sapaan.
Tetapi, ketika akan berbelok, Hinata mendadak saja telah ada di hadapannya. Mereka nyaris bertabrakan, andai saja Naruto tidak lekas mengerem diri.
Gadis tersebut terbelalak. Dia terkejut saat melihat siapa pemuda yang ada di hadapannya saat ini. Seseorang yang masih membekaskan ingatan buruk tentang kejadian pada malam itu.
Hinata berniat berbalik pergi dengan segera, tetapi, tangannya sudah lebih dulu diraih.
Sungguh, Hinata tidak paham kenapa Naruto melakukan ini, tapi yang jelas, ia tak ingin bertemu dengannya.
Belum siap. Hinata belum ingin bertemu.
Sayangnya, Dewi Keberuntungan sedang tak berpihak. Hinata tidak mampu menarik tangannya agar terlepas, yang ada, ia malah ditarik semakin mendekat.
"Kau ingin menghidariku?"
Hinata menolak memberi jawaban. Dia hanya menunduk, sehingga helaian rambut tebal menutupi sebagian wajahnya.
"Lihat aku ketika berbicara."
Hinata memang mendongak agar membalas tatapan, tapi, bukan sorot ini yang Naruto harapkan.
Mata bulan Hinata begitu sendu. Dada Naruto serasa disentak cukup hebat karenanya. Mulut pemuda itu jadi sulit berkata-kata, dan secara perlahan, genggamannya terlepas begitu saja.
Hinata tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dalam sekejap, ia pergi.
Naruto menggeram tertahan. Hasratnya untuk menghantam apa saja yang ada di dekatnya menjadi semakin besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuroi ✔
General FictionHidupku hanyalah lembaran putih kosong. Meski terkesan hampa, namun terasa tetap stabil. Lalu, hal itu datang. Bersama jutaan keping rasa yang ditawarkan agar menebar berbagai lautan keindahan untuk mewarnai hidupku. Membuatku merasa indah, merasa j...