Note untuk dialog Hinata :
Jika kalimat BERADA dalam tanda kutip ("), artinya percakapan dilakukan secara langsung
Jika kalimat TIDAK BERADA dalam tanda kutip ("), artinya percakapan dilakukan dalam hati.
.
.
Happy Reading
.
.
Sudah beberapa kali Hinata mencoba menghubungi Toneri. Jika ditotalkan dengan usahanya semalam, telah hitungan belasan kali ia berusaha agar bisa berkomunikasi bersama pemuda itu.
Mungkin terdengar tak ada harga dirinya karena dia masih menganggap Toneri sebagai tambatan hati setelah perlakuan tidak pantas yang dia terima. Walau Hinata memang sudah mencoba membatasi diri dengan pemuda tersebut, tapi tidak bisa dipungkiri bila Hinata masih mencoba mengirim beberapa pesan untuk menanyakan alasan mengapa Toneri harus sekejam itu padanya.
Sayangnya, semenjak kejadian itu, Toneri juga terkesan menghindarinya.
Namun sungguh, kali ini Hinata sangat memerlukannya. Meski terkesan memaksa, tetapi, mau atau mau, Toneri harus bicara dengannya.
Saat Hinata memasuki kelas pemuda itu, beberapa orang memandang heran lantaran wajahnya begitu pucat.
Toneri tampak menegang saat menyadari kehadirannya, dan itu membuat perasaan Hinata tergores perih. Dia bersikap seakan tidak mengharapkan Hinata tidak ada di sini.
Tapi, Hinata tidak peduli. Beberapa siulan menggoda dan ejekan dari teman-teman Toneri bahkan tak dihiraukan.
Sebuah kertas Hinata angkat agar Toneri melihatnya.
"Boleh kita bicara?"
Dari raut wajahnya, Hinata bisa menebak jika Toneri akan menolak.
"Err ... sebenarnya, aku tidak ada waktu saat ini. Kami ada kegiatan lain."
Untuk merasa kecewa pun rasanya tidak ada waktu lagi. Jadi, Hinata tak mengindahkan ucapannya.
"Sebentar saja. Aku sangat membutuhkanmu sekarang."
Sebelum yang lain ikut membaca apa yang Hinata tulis, Toneri segera bangkit berdiri dan menariknya keluar kelas. Ia memandangi wajah penuh harap gadis itu dan menghela napas pasrah.
Akhirnya, belakang sekolah diambil sebagai lokasi. Toneri setuju untuk bicara, meskipun sebenarnya sangat enggan.
Sesungguhnya, Toneri merasa sangat tidak enak harus berhadapan dengan Hinata seperti ini. Ada kasihan dan bersalah yang dia rasakan setiap kali menatap matanya.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?"
Ketika pertanyaan itu dilayangkan, Toneri sadar ada getaran kecil di mata Hinata. Kegelisahan. Itu yang Toneri tangkap.
Hinata juga begitu berantakan, bukan pada penampilan, tetapi tatapannya.
"Kenapa kau menghindariku?"
Toneri terdiam. Toneri kehabisan kata-kata.
"Aku ... tidak melakukannya. Aku tidak menghindarimu."
Hinata selalu menyukai apa pun yang ada pada Toneri. Ia begitu mengaguminya, hingga apa pun yang pemuda itu perbuat, semua sanggup membuat Hinata terpukau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuroi ✔
General FictionHidupku hanyalah lembaran putih kosong. Meski terkesan hampa, namun terasa tetap stabil. Lalu, hal itu datang. Bersama jutaan keping rasa yang ditawarkan agar menebar berbagai lautan keindahan untuk mewarnai hidupku. Membuatku merasa indah, merasa j...