Pesan singkat yang masuk beberapa menit lalu pada ponsel Hinata, menyatakan tentang rencana makan siang yang dibatalkan oleh Shion. Dia beralasan jika sedang memiliki kegiatan lain dan tidak bisa ikut serta hari ini.
Sebenarnya, Hinata sedikit kecewa. Ia sudah terlanjur menyiapkan beberapa makanan kesukaan Shion yang dipesan oleh gadis itu malam kemarin. Tapi, ternyata tiba-tiba saja sang sahabat berkata demikian.
Shion adalah salah satu anggota organisasi siswa, jadi, mungkin dia memang sedang disibukkan oleh banyak tugas dan tanggung jawab.
Tapi, di luar itu semua, Hinata merasa ada sesuatu yang sedikit berbeda.
Entah karena apa, Hinata merasa Shion seperti sengaja menjauhinya beberapa hari ini. Bahkan, saat disapa, Shion hanya akan tersenyum tipis, lalu pergi begitu saja.
Hinata akan tetap menganggap positif hal itu. Mungkin saja, Shion memang terlalu banyak urusan lain yang harus diutamakan.
Jadi, daripada terus memikirkannya, Hinata lebih baik menuju atap sekolah agar bisa segera menyantap makan siangnya sebelum jam istirahat selesai.
Setiba di sana, lingkungan tenang adalah sesuatu yang ia dapati. Inilah alasan mengapa tempat ini menjadi favorit bagi dirinya dan Shion.
Ketika baru saja ingin mengambil duduk, Hinata dibuat terpaku sesaat. Tak sengaja, ia mendapati seseorang sedang tertidur di tumpukan kursi bekas.
Jika dari gaya rambut dan juga penampilan, itu seperti... Naruto?
Apa yang dia lakukan di sini? Tidak biasanya pemuda itu berada di atap sekolah.
Perlahan, Hinata mendekat. Naruto terbaring nyenyak dengan sebelah lengan yang menutup sebagian wajah agar cahaya tidak membuatnya merasa silau.
Hinata ingin membangunkannya, tetapi urung karena Naruto tampak sangat menikmati waktu istirahatnya.
Jadi, yang Hinata lakukan hanyalah duduk dalam jarak tak begitu jauh dan mulai menyantap makan siang. Setidaknya, dengan begini dia dapat memperhatikan Naruto yang bisa saja terjungkal dari kursi.
Waktu berlalu. Akhirnya, pemuda itu membuka kedua mata. Hinata tersenyum lembut ketika Naruto menoleh menatapnya.
"Apa tidurmu nyenyak?"
Naruto tak segera menjawab. Ia menyandarkan tubuh dengan kedua kaki yang bertumpu pada kursi lainnya. Makanan di pangkuan Hinata menarik perhatiannya, dan karena menyadari hal tersebut, Hinata segera merapat.
"Kau sudah makan siang?"
Suara dengusan Naruto sebenarnya lebih mirip seorang bocah yang berpura-pura tak peduli ketika ditanya.
"Aku malas ke kantin."
Hinata mengganggap itu sebagai jawaban jika Naruto menginginkan makanan di tangannya.
Tanpa permisi, sepasang sumpit telah terulur. Naruto mendapati Hinata menatap dengan harapan agar ia segera membuka mulut, yang pada akhirnya segera dituruti.
Kunyahan demi kunyahan dilakukan. Terus seperti itu hingga kebanyakan makanan dalam kotak bekal Hinata dihabiskan olehnya.
"Jika kau mau, aku akan membuatkan lagi untukmu besok."
Naruto menggeleng. "Tidak perlu. Hanya karena kau memaksa saja sampai aku mau memakan bekalmu saat ini."
Hinata tertegun. Tapi sedetik kemudian, rona mukanya melembut. "Tidak, aku akan tetap membawakan untukmu."
Naruto tak lagi menanggapi.
"Apa semalam ayahmu pulang?"
Sejujurnya, pembahasan ini membuat Naruto tak betah. Kenapa harus membawa topik mengenai orang itu? Seperti tak ada hal lain yang bisa dibahas saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuroi ✔
General FictionHidupku hanyalah lembaran putih kosong. Meski terkesan hampa, namun terasa tetap stabil. Lalu, hal itu datang. Bersama jutaan keping rasa yang ditawarkan agar menebar berbagai lautan keindahan untuk mewarnai hidupku. Membuatku merasa indah, merasa j...