Sebulan Kemudian
Mata yang sejak tadi hanya fokus pada sebuah buku, kini harus terputus ketika sebotol minuman dingin mendarat di hadapannya.
Jam istirahat sudah hampir mencapai penghujung, dan Hinata yakin kalau Naruto pasti belum mengisi perut sama sekali.
Sebungkus roti isi ikut diletakkan dekat botol minuman tersebut, sembari Hinata mengambil duduk di seberang meja ruang perpustakaan agar saling berhadapan dengan Naruto.
Pemuda itu hanya melirik singkat pada pemberian yang Hinata simpan dengan setulus hati. Perutnya tak merasa lapar dan ia tak ingin membiarkan lidahnya mengecap apa pun.
"Tak perlu melakukan ini."
Senyuman Hinata mengembang lembut. Ia menorehkan sebaris kalimat.
"Terimalah meski kau tak suka. Aku memberikannya dengan sepenuh hati."
Tangan itu kembali memberi coretan baru.
"Bagaimana keadaanmu sekarang? Aku dengar dari Ibu, kau sempat demam kemarin."
Naruto memilih menutup buku di tangannya. Mata itu terpejam dengan satu helaan napas panjang, sebelum kembali terbuka untuk membalas.
"Aku masih bisa menghirup udara, artinya, aku baik-baik saja."
Hinata mengangguk pelan. Ia memaklumi cara berbicara Naruto yang memang sedikit dingin.
Mereka sudah saling mengenal sangat lama. Bahkan, sejak kecil sekali, Hinata sudah menjadi teman bermain Naruto. Ia kerap menemaninya ketika kedua orang tua pemuda tersebut sibuk dengan pekerjaan.
Selama hampir dua puluh tahun ibu Hinata bekerja pada keluarga Namikaze, sejak itu juga Hinata sudah menghafal watak Naruto.
Dia memang tak terlalu banyak bicara, bahkan mungkin tidak akan bersuara kalau tidak ada hal penting yang perlu dibicarakan, hingga terkadang, orang-orang seringkali menganggapnya sombong.
Padahal, jika mereka mengenal Naruto lebih jauh lagi, dia adalah orang yang baik. Sangat perhatian meski terkadang tak begitu mau memperlihatkannya. Naruto lebih memilih bertindak secara langsung daripada banyak bicara yang hanya terkesan membuang waktu.
Dia memang seperti itu, dan Hinata mengerti.
"Aku senang mendengarnya."
Naruto kembali melanjutkan kegiatan membaca. Tetapi, akhir-akhir ini Hinata memang menjadi orang yang ingin tahu mengenai banyak hal. Naruto bahkan baru saja menangkap sebaris paragraf ketika catatan lain lagi-lagi ditunjukkan padanya.
"Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Shion? Dia pernah mengeluh padaku karena kau terlalu cuek padanya, padahal kalian sepasang kekasih."
"Aku tidak cuek. Memang seperti inilah aku."
Hinata menghela napas.
Naruto dibuat mengernyitkan kening. "Kenapa menatapku seperti itu?"
Hinata menggeleng. "Cobalah untuk lebih memperhatikannya. Tak harus dengan selalu berada di dekatnya ataupun memberi apa saja yang dia mau. Tapi, sebuah kalimat sederhana yang menanyakan apakah dia sudah makan atau belum, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri."
"Bersikaplah lebih manis, aku yakin kau bisa melakukannya."
Coretan Hinata mencapai titik. Hal itu bersamaan dengan Shion yang datang ke tempat tersebut. Tujuannya pasti ingin bertemu Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuroi ✔
General FictionHidupku hanyalah lembaran putih kosong. Meski terkesan hampa, namun terasa tetap stabil. Lalu, hal itu datang. Bersama jutaan keping rasa yang ditawarkan agar menebar berbagai lautan keindahan untuk mewarnai hidupku. Membuatku merasa indah, merasa j...