Seharusnya, Naruto tidak mendekati beberapa berkas yang sengaja diletakkan di atas meja pada ruang tengah.
Seharusnya, Naruto tidak perlu merasa penasaran untuk melihat seberapa berharga tumpukan kertas itu hingga membuatnya begitu penting bagi sang ayah.
Seharusnya, ia menyimpan lebih dulu segelas susu di tangannya, agar nanti tidak perlu membuatnya harus meletakkan cairan putih itu ke atas meja yang sama dimana deretan dokumen tersebut tersimpan.
Dan seharusnya, Naruto tidak menyenggolnya, supaya gelasnya tidak perlu terjatuh dan menumpahkan semua minuman hangat yang Bibi Hikari buatkan beberapa menit lalu.
Tapi sekarang, semua sudah terlambat. Satu map yang berisikan beberapa surat penting, sudah terlanjur basah, dan hal ini membuat Naruto hanya bisa terpaku panik di tempat.
Ia ketakutan. Ayahnya akan marah besar dan memukulinya lagi jika tahu apa yang baru saja dia lakukan.
Naruto ingin segera berlari. Ia ingin bersembunyi, agar saat ayahnya keluar dari kamar, dia tidak akan ditemukan di tempat kejadian.
Namun pada akhirinya, mungkin dia akan tetap ketahuan.
Berkas-berkas yang mengenaskan, sisa susu yang masih menggenangi permukaan meja, siapa lagi yang akan mendapat tuduhan jika bukan dirinya?
Semua percuma. Jikapun menghindar, itu hanya akan jadi pelarian sementara, karena ujung-ujungnya, Naruto akan tetap mendapat amukan.
Jadi, untuk meminimalisir kemarahan yang akan dia terima, Naruto akan membersihkan sisa tumpahan susunya dan membuat berkas yang sudah basah menjadi kering kembali.
Namun sebelum itu, Naruto harus memindahkan berkas yang lainnya ke tempat kering lebih dulu, mungkin ke sofa, baru setelahnya ia mengambil kain untuk membersihkan meja.
Dengan sedikit terburu-buru, Naruto memaksakan diri untuk memeluk semua tumpukan berkas secara sekaligus di dada. Tetapi, karena tidak mampu melakukannya, beberapa diantaranya malah berhamburan ke lantai dan tanpa sengaja terinjak oleh kakinya.
Naruto semakin panik. Sebentar lagi ayahnya akan datang.
Sambil berlutut, Naruto berusaha menyusun semua kertas tersebut dengan gelisah.
Tidak! Yang ini terbalik. Ia harus membuatnya lebih rapi, jika tidak--
"Apa yang kau lakukan?!"
Tubuh kecil Naruto membeku. Jantungnya berdetak cepat karena ketakutan. Kepala yang sedang menunduk, tidak berani terangkat untuk menatap langsung wajah mengerikan di hadapannya.
Jangankan wajah, kedua kaki yang dibalut sepatu besar itu saja sudah membuat sekujur badan Naruto bergetar. Ia tak ingin merasakan hantaman benda keras itu untuk yang kesekian kalinya.
"Kau yang membuat semua ini berantakan?"
Suara itu memang terdengar tenang, tetapi sebuah tarikan yang Naruto terima pada lengannya, langsung memaksa Naruto untuk mendongak. Ia mendapati ekspresi marah yang seakan siap memakannya hidup-hidup.
"Selalu saja membuat kekacauan!"
Bibir Naruto sulit terbuka. Ia ingin meminta maaf, tapi ketakutan membuat segala kata-kata itu hilang.
Naruto dihempas sangat kasar. Ia hanya bisa menekukkan tubuhnya sebagai bentuk perlindungan semisal akan menerima hantaman lainnya. Punggungnya terasa sakit karena bertubrukan dengan pinggiran sofa yang cukup keras.
Langkah panjang itu berjalan mendekat. Berdiri dengan tegap seakan siap melayangkan satu tamparan yang benar-benar terjadi pada sisi kepala kanan Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuroi ✔
General FictionHidupku hanyalah lembaran putih kosong. Meski terkesan hampa, namun terasa tetap stabil. Lalu, hal itu datang. Bersama jutaan keping rasa yang ditawarkan agar menebar berbagai lautan keindahan untuk mewarnai hidupku. Membuatku merasa indah, merasa j...