Tujuh

767 75 26
                                    

Greyson's POV

My mind was flying somewhere. I didn't know what to do to hold them a little longer. I mean, stay aja lah. Apa bedanya sih di sini sama Indonesia? Bagusan juga Oklahoma. I wasn't being mean but it's true, right?

Di kepala gue benar-benar cuma ada Daffa. Gue ga pernah selengket ini sama anak kecil. I just want to keep him safe wherever he is. Tapi Tanner bilang dia pengen pindah biar mandiri sama keluarga kecilnya. WTH, dude?
Ke LA aja atau NY. No need to go to a very-far-and-need-to-take-a-freaking-long-time-to-get-there country.

Gue mendengar Tanner dan Dhani pamit pulang.

Ih! Pulang aja lu sono.

Sellin (¬_¬")

"Wait!" Gue teriak di koridor. "Let me stay for a night in your house."

....

Dan akhirnya gue duduk di seat tengah. Ada Daffa yang menoleh ke gue di pelukan Dhaneesa dari seat depan.

"What? (¬_¬")"

Gue menarik kedua kelopak mata gue ke atas dan bola mata gue ke bawah. Bukannya nangis si Daffa malah girang (ಠ_ಠ)

Dhani's POV

"ASTAGA!" *toel* Gue noyor kepala Greyson. "Lu ngapain, sarap?"

"Main. Ga boleh? Ya udah~"

Belum juga gue jawab udah dijawab sendiri. Sarap emang. Greyson menyandarkan dirinya di kursi mobil. Dia ga menggubris gue sampai gue memalingkan wajah ke depan.

Jalan raya sore ini lumayan rame. Banyak truk besar yang sedang membawa muatan. Kalo ga salah asalnya kebanyakan dari Muskogee. Di sana emang terkenal pedesaan yang punya banyak usaha, terutama usaha kayu. Depan kita aja ada mobil truk pengangkut batang pohon super gede yang mirip di film Final Destination. Yang ngiket batang pohonnya cuma lilitan rantai yang keliatannya bisa lepas kapan aja.

"Don't get too close," ucap gue ke Tanner. Bayangan film itu makin jelas di kepala gue.

"I'm trying but there's another truck behind us. I can't get slower." Dia menoleh ke spion membuat gue ikut penasaran nengok ke belakang. Ternyata ada truk gede yang modelnya mirip sama Optimus Prime yang lagi nyamar di bumi.

*beep beep* Tanner membunyikan klaksonnya sambil menyalakan lampu sein kiri. Tangan supir truk itu pun keluar dan mengisyaratkan kita untuk maju ke depan.

Saat melintasi truk itu, Daffa menempelkan wajahnya ke jendela membuat supir itu tertawa.

"Bye bye," gue melambaikan tangan Daffa ke arah supir itu. Meskipun orangnya bertato, pake jaket kulit lengan ketek, dan kain khas preman yang mengikat kepala botaknya, ternyata kalo ketawa malah ga ada serem-seremnya.

"Get off from the window, buddy," Tanner mencolek telinga Daffa. Dia menoleh ke ayahnya lalu duduk di pangkuan gue.

"Do you think he understands what you said?"

"Maybe."

Tiba di rumah, Greyson langsung mengambil Daffa dari gue. Gue tau dia takut jauh-jauh dari keponakannya. Keliatan kok dari ekspresi ga jelasnya antara pengen marah dan takut kehilangan mood booster mungil.

"Packing time!" Seru Tanner.

"Can we just take a rest for a while?"

"No, little lady. You need to help your husband."

Kita mengemas barang-barang dimulai dari pakaian yang bakal dibawa. Peralatan mandi bakal gue kemas paling terakhir. Ya masa kita ga mandi sebelum berangkat? (‾. ‾)

Tiang Listrik, I'm in Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang