Re-write: Chapter 1

122 16 14
                                    

Yang gue update itu ternyata bukan yang itu MAAF YA HARUS DIHAPUS :'( tadi gue edit lewat andro dan nunjukin update yg bener tapi pas gue liat versi publishednya tuh beda. Maaf banget ya (ketahuan deh chapter 2 ky gimana -_-)

_______________________________

Los Angeles, California

Ponsel berdering tepat jam 12 siang. Ga perlu lagi melihat nama pemanggil, dari nada dering khusus itu pun sudah bisa ditebak. Gue menggelengkan kepala sambil tersenyum simpul. Gadis yang selalu tepat waktu atau sering gue panggil dengan sebutan Punc-B, Punctual B**** menelepon untuk ketiga kalinya. Tanpa menghiraukan, gue memutar gagang pintu bundar yang ukurannya tidak lebih besar dari buah apel. Kadang di pikiran gue terlintas sedang memutar gagang pintu studio kecil di rumah; The Dungeon.

"I'll stay alive. Will I?" gumam gue ke diri sendiri sambil mengunci pintu.

Ini bukan kali pertama gue jauh dari rumah. Tapi untuk hidup sendiri? Ya, ini pertama kali.

Gue memasukkan kunci kedalam saku jeans lalu menuruni tangga spiral menuju lantai dasar. Pemandangan cukup asing dengan hiruk-pikuk di kawasan Chinatown ini kadang membuat gue tertawa sendiri. Bukan karena gue menjadi manusia rasis yang 'geli' melihat perbedaan budaya, but I get too exited to find myself here on my own.

Didominasi perabotan kayu, lantai 1 apartemen 'mewah' ini dihuni oleh pemiliknya yang berusia hampir se-abad. Samar-samar terdengar suara pembaca berita berbahasa Mandarin. Tidak jarang terdengar suara pukulan yang menghantam kepala TV layar cembung itu kalau-kalau dia menampilkan tayangan dengan layar setengah saja.

"I'm going out with a friend. Do you want me to get you something, Mrs. Mingzhu?"

Wanita Chinese itu menoleh pelan. Rol rambut bertengger di kepalanya turut menoleh ke arah gue di bingkai pintu. Semenjak tiba di apartemen hingga hari ini, gue belum pernah melihat benda yang menggulung rambutnya itu berpindah dari atas kepala sedetik pun.

"Cotton candy," ucapnya lalu tersenyum lebar menampakkan lapisan keriput di sudut-sudut wajahnya.

"Cotton candy...?" gue mengerinyitkan dahi.

"Anything else?"

Dia menggeleng.

"Okay then, I'll be back at seven."

Gue berjalan menuju stasiun kereta. Jaraknya lumayan dekat, sekitar 8 menit dengan jalan kaki. Di atas trotoar, seorang pemain musik tradisional Cina menyambut pejalan kaki dengan suara yang berasal dari gitar kurusnya. Hampir dua bulan menetap dan dua-tiga helai senar itu menimbulkan suara yang mulai familiar di telinga gue.
Tiba di stasiun, ponsel gue berdering lagi. Pemanggilnya sendiri sedang gue tatap berdiri tepat di depan loket.

"Yes, two please. Thank you."

Gadis itu berbalik dan terkejut mendapati gue tersenyum girang.

"I'm arrived one minute ago. Am I late?" tanya gue sambil menyodorkan popsicle.

"Whatever," ucapnya sambil memutar bola mata lalu tertawa kecil. "You should pick it up when I call."

"Yes, ma'am."

"And - one popsicle everyday."

"Everyday?"

"Every-freaking-day. Even in winter."

"Hahha okay okay. Do you have another request Miss Alexzandah?"

"Nope," dia mengambil sebatang popsicle di tangan gue lalu kita berjalan masuk ke kereta.

"Where are we going today?"

"You'll see. Is this strawberry or watermelon?"

"Strawberry, maybe. I couldn't tell. It's quite similiar, don't you think?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tiang Listrik, I'm in Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang