"AAAAAAAHHHH!!!! TIDAAAAKKKK!!!"
Teriakan Dijah tadi diikuti gelak tawa cowo-cowo kelas sebelah. Ckckck... pasti lagi dikerjain. Dasar kuning -_- dia gabisa apa jauh dari masalah?
"Gina jangan itu punya aku!!!" Dijah merengek ga jelas. Ternyata itu Gina yang ngerjain dia. Sekali toyor juga jatoh.
"Bando kuning kampungan ini punya lo? Emang lu bera--"
Gue muncul di pintu kelas. Sambil nyilangin tangan depan dada dan mandangin mereka dengan ekspresi seadanya. Gina ngedorong bahu Dijah dan langsung balik ke kelas. Bando Dijah sendiri udah ada di lantai.
"Makasih ya, Mia."
"Gue ga ngapa-ngapain."
"Nanti aku traktir apapun yang kamu mau. Okhay? See yuuu~"
"Cieeee kaka ade reunian," teriak Bagas dari dalam kelas.
Kampret (¬_¬") gara-gara teriakan Bagas gue jadi ilfeel. Gue ini cuma ga rela Dijah dibully anak lain selain gue. Sebagai siswa tertua di sekolah ini, harusnya Dijah yang ditakutin sama murid lain. Mukanya aja udah mendukung gitu. Masa mereka ga takut?
Oh iya, soal Bu Sarah. Karena bu Sarah udah ga mengajar lagi, otomatis yang ngajarin kita bahasa asing hari ini adalah pak Mujahidin. Guru pengganti di segala mata pelajaran yang kosong. Biar ga ngantuk duluan, gue masuk ke wc dan cuci muka.
Bayangan wajah gue yang basah terpantul di cermin.
Gue ga cantik. Gue pendek. Mata gue bulat dengan pipi tembem. Idung gajelas mancung apa pesek. Rambut gue panjang dan lumayan amburadul. Gue ga punya rambut panjang yang cantik kayak Gina. Gue pengen banget motong rambut gue kayak Dijah tapi gue gabisa bayangin seberapa panjang khotbah yang bakal cici semprot ke gue.
Wajah gue keringkan dengan tisu. Gue mencepol asal rambut gue dan menjepit poni sampe ga ada sehelai rambut pun yang menghalangi jidat gue. Gue siap menghadapi pak Mujahidin 80 menit kedepan. Fighting!
*drrrrt drrrrt*
Ponsel gue bergetar di saku seragam sembari gue keluar toilet.
"Greysen?" Gue melihat namanya di layar. Beberapa detik kemudian teleponnya putus. "Cuma misscall?"
"Mau banget ditelepon?"
Jantung gue hampir copot mendengar suaranya. Kok tiba-tiba dia ada di sini? Jangan-jangan dia abis ngintip gue?! Hih!"Hai," ucapnya lalu senyum. Gue ngeflip hp dan memasukkannya ke kantong.
Ga ada suara apapun. Gue menoleh ke kanan, kiri, dan ke belakang.
"Gue? ( ˙_˙ )"
"Ya iyalah."
"Ngapain lu di sini? Ini kan sekolah gue."
Bukannya jawab, dia malah ketawa. Tiba-tiba kuping gue ditarik sambil Greysen nengok kesana kemari.
"Sakit jing!!!!"
"Anterin gue ke kelas...-- ah! There it is."
"Lepasin kuping gua anj--"
Ucapan gue terhenti. Di depan gue ada pak Mujahidin yang lagi ngetuk-ngetuk papan dengan mistar (penggaris) panjang. Gue melerai tangan Greysen yang masih menjewer kuping gue.
"Pak! Saya mau protes!" Gue baru sadar kalo seisi kelas pada liatin gue. Bodo amat dah.
"Protes?"
"Nih, pak. Ada orang luar sekolah yang ngejewer kuping saya," gue mengelus kuping gue yang kedat-kedut. Perih banget njir. Jangan-jangan udah gede sebelah (•́-̯•̀)