Sebelumnya....
Gue ketiduran pas ngecas hp di rumah. Dan tiba-tiba gatau gimana gue kebangun di airport tanpa Tanner dan Daffa, keluarga kecil gue yang berniat pindah ke Indonesia.
@ Will Rogers World Airport
Rasa-rasanya gue pengen nonjok orang! Ish. Dasar bule pe'ak! Berani-beraninya dia telantarin gue gini kayak anak ayam. Mana perut gue laper ( ̄__ ̄) tapi jadi ga mood makan gara-gara dia. Ish!
"Pesawatnya delay, mau --"
Gue menggeleng. Mood gue ancur.
"Sorry... gue cuma disuruh ama Tanner. Suwer!"
Mata gue menatap tangan Greyson yang dia letakkan di pundak gue. Gue beralih menatap matanya sinis dan dia pun melepasnya. Mestinya gue sama Tanner dan Daffa, bukan Greyson.
"Iya iya ga ngomong lagi dah ah!" Ucapnya frustasi.
Setelah delay beberapa jam, akhirnya kita naik ke pesawat menuju negara asal gue. Pramugari-pramugari cantik yang menyambut kita di pintu pesawat sedikit menghibur gue. Bukan karena gue terpikat lihat kecantikan mereka, melainkan gue pengen ngakak liat muka oon Greyson yang matanya kayak kena lem korea. Dia ga nyia-nyiain kesempatan cuci mata kali ini. Dasar mata keranjang...
"Sini lu," gue menarik lengan Greyson sampai dia hampir kesandung.
"Apa sih?" Tanyanya masih melihat pramugari itu.
"Please deh jangan norak. Jonesnya jangan ditampakin banget bisa?"
"Stop calling me norak ( ̄●● ̄")"
"Makanya biasa aja liat cewe."
"Rejeki anak soleh gaboleh ditolak. Wkwk."
"(¬_¬) soleh apaan... somplak sih iya."
Gue memilih tempat duduk dekat jendela lalu duduk Greyson di samping gue (bukan di luar jendela ye ._.)
Lampu di atas kepala gue matikan dan hoodie jaket gue pakai biar ga dingin. Tiba-tiba gue kepikiran sama tante Lisa dan om Scott. Gue bahkan ga pamit sebelum pergi. Jadi sedih(•́-̯•̀) gue memakai kaos kaki pemberian om Scott. Karena cuma sebelah, gue melepas sebelah kaos kaki yang gue pakai dan memakai kaos kaki abu-abu bermotif kelinci dan strawberry itu.
"Lucu. Hehe," gue menggerakkan jempol gue dalam kaos kaki. "Mm... Grey."
"Ya?"
Greyson menaikkan senderan tangan kursi pesawat yang menghalanginya lalu menyenderkan kepalanya di bahu gue. Gatau kenapa gue suka seneng liat rambut brunettenya. Keliatannya dekil tapi pas pegang tuh halus banget.
"What?"
"Kenapa kita berangkat pas gue tidur?"
"Iya soalnya Tanner maunya gitu. Takut lu berubah pikiran."
"Ish... Kenapa ga dibatalin aja?"
"Kalo dibatalin, duitnya emang balik tapi cuma beberapa persen. Tanner takut lu ngomel ke dia," ini laki gue alasannya takut mulu ( ̄●● ̄") emang gue serem banget ya jadi bini?
"Emang lu udah ngurus visa, passport, semua muanya?"
"Iya. Gue sih udah biasa trip dadakan gini."
"Udah biasa tapi kok liat pramugari kaya ga pernah liat perempuan (‾. ‾)>"
"Ya bedaa... ini kan. Ah ga ngerti lu. Body-nya tuh, body-nya," dia meniru bentuk gitar Spanyol, "tipe gue banget!"
Dasar otak bokep... (¬_¬")
"Kenapa bukan dia aja yang pergi? Trus kenapa Daffa ga ikut?"