11. Hero

51 23 112
                                    

[TRIGGER WARNING: kekerasan, bully, darah]

Keesokan harinya, Mai sudah masuk sekolah. Namun, tingkah laku dan sikapnya berbanding terbalik dengan biasanya, gadis itu tidak lagi berbaur dengan yang lain dan hanya duduk di bangkunya sendiri sambil memandang sendu ke luar jendela. Menyadari keberadaan Mai dan keganjilan yang terlihat, Ryouta yang baru saja datang lekas menghampirinya.

Sialnya, saat baru sampai di dekat Mai, tiba-tiba beberapa orang gadis mendorongnya hingga terjungkal sampai membentur kaki meja.

"Y-yasutake-kun!" pekik seorang anak perempuan bernama Maeda Shiori yang datang menghampiri Ryouta.

"Ya ampun, dasar anak-anak perempuan itu. Brutal sekali," ucap Fukuda Souta sembari menopang dagu. Anak laki-laki yang duduk di bangku paling depan dekat jendela itu kemudian menggeleng dramatis. "Kalau fans-mu tahu kau diperlakukan seperti itu, bisa habis mereka."

"Kau tak apa, Ryouta?" tanya Kusuhara Rikuma, si badan tinggi besar, yang tahu-tahu muncul dan membantu Ryouta bangkit berdiri.

Ryouta tertawa sambil duduk di bangku di sebelah Souta yang masih kosong, sedangkan bangkunya sendiri masih digunakan oleh salah satu tiga karib Mai dari kelas lain yang masih bercakap-cakap dengan Mai.

"Kalian berlebihan. Aku baik-baik saja kok." Meski berkata begitu, Ryouta mengusap sisi kepalanya sambil menyembunyikan kernyih kesakitan. "Mereka mengkhawatirkan Mai. Wajar. Mereka kan cukup dekat dengan Mai."

"Berlebihan bagaimana? Kepalamu sampai terbentur meja tuh. Kalau kau gegar otak, bagaimana? Nilai-nilaimu bisa turun dong?" sergah Souta tidak sabar.

"Fukuda-kun! Hentikan! Ucapan Fukuda-kun membuatku takut." Dengan khawatir, Shiori kemudian beralih pada Ryouta. "Coba aku lihat, Yasutake-kun. Di bagian mana yang terluka?"

"Tidak perlu mengkhawatirkanku, Maeda. Sepertinya yang patut dikhawatirkan justru dia."

Mengikuti arah pandang Ryouta, anak-anak itu menatap Mai yang sama sekali tak tampak bersemangat. Padahal anak perempuan itu kelihatan sudah menampilkan senyum tipis kepada tiga gadis di sekitarnya. Tapi mereka tahu betul bahwa itu bukanlah Mai yang mereka kenal.

"Aku dekat dengan Mai, tapi aku tidak seperti mereka tuh." Megumi yang sedari tadi berdiri di sana tidak tahan untuk mencibir dan berkomentar. Agaknya, dia mencemburui teman-teman baru Mai yang didapat dari keikutsertaan Mai dalam cheers sekolah. "Mai jadi aneh sejak tidak masuk beberapa hari. Dia bahkan tidak mau bercerita apa pun ketika aku tanya tadi. Huh. Menyebalkan. Sepertinya dia sudah tidak menganggapku sebagai sahabatnya."

Mai memang berubah. Gadis aktif ceria dengan lagaknya yang sentil, mendadak jadi pendiam. Bukankah pasti ada sesuatu? Meski begitu, tidak ada yang dapat mengorek apa yang terjadi pada gadis itu, bahkan Kawaguchi-sensei sekalipun. Ketika ditanya, Mai hanya akan tersenyum tipis, atau justru kelihatan banyak tidak fokusnya. Seperti ada hal yang menggelayuti pikirannya.

Sampai beberapa hari, gadis itu masih bersikap serupa: menyendiri dan diam. Tidak ada respons baik dan positif saat seseorang mencoba mendekatinya. Bahkan ketika Ryouta mengajaknya berangkat bersama, atau pulang bersama seperti sekarang ini, jawabannya hanya satu.

"Gomen¹. Aku ingin sendiri."

Ah. Sudah kali ke-berapa ya Ryouta mendapat jawaban seperti itu. Bahkan jika mencapai belasan, puluhan--ratusan kali sekalipun, Ryouta masih tidak percaya jika kata-kata itu keluar dari mulut Mai.

"Ryouta! Lupakan Yoshida, biarkan dia pulang sendiri! Kau ikut kami bermain baseball saja! Kami kekurangan orang nih!"

Ryouta menatap Mai yang berjalan menjauh, sebelum menuruti ajakan teman-temannya yang berniat menuju tanah lapang dekat sekolah.

Forget Him NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang