16. Conversation

999 213 21
                                    

###

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

###

Seoul membuka tirai dan menatap pemandangan Kota Seoul dari apartemen di lantai 20 tempat keluarganya tinggal.

Hari ini adalah hari ketiga ia berada di Kota Seoul yang berarti ia harus kembali ke Jakarta besok. Kenyataan itu seolah-olah membuat Seoul merasa menyesal karena mengambil libur terlalu sebentar untuk pulang.

Perempuan itu tiba-tiba tersenyum memikirkan kata pulang. Ia tiba-tiba teringat ucapan London yang berkata kalau kita tidak mungkin menyukai sesuatu dalam kadar yang sama. Setelah Seoul pikir-pikir lagi, mungkin Kota Seoul terasa seperti rumah baginya, baik dan buruknya kota ini sudah ia pahami sejak kecil sampai sekarang.

Berada di sini memang membuat Seoul merasa pulang.

Terutama karena ada Appa dan juga anggota keluarga yang lain.

Tapi bukan berarti ia tidak menyukai Indonesia, atau lebih tepatnya Jakarta.

Seoul baru mengenal Jakarta lebih dalam selama beberapa tahun ini. Ia kadang masih merasa asing karena waktunya berada di sana juga baru sebentar. Jakarta tidak ada dalam memori intinya sejak masa kecil, semuanya hanya ada lewat cerita-cerita yang dibagikan ibunya.

Dan kalau Seoul pikir-pikir, ia menyukai keduanya, walaupun mungkin London ada benarnya, kalau kadarnya tidak mungkin sama.

"Gongju-ya, mwo hae?" (Tuan puteri, lagi apa?)

Seoul langsung menoleh mendengar suara bernada ceria itu dan menemukan ayahnya berada di ambang pintu. Satu yang pasti setelah tinggal terpisah jauh, ia menyadari bahwa semakin bertambah dewasa berarti semakin bertambah tua ayahnya. Seoul bahkan tidak yakin garis-garis halus itu sudah ada sebelum ia pindah ke Jakarta.

"Cuma melihat pemandangan," jawab Seoul dalam Bahasa Korea. "Ada apa, Appa?"

"Ayo makan," ajak ayahnya. "Sudah lapar, kan?"

Seoul mengangguk kecil sambil menghampiri sang ayah. "Sudah! Padahal biar Seoul yang menyiapkan makanannya."

"Tidak apa-apa. Kapan lagi kan disiapkan Appa?"

"Hmm," gumam Seoul sambil menggandeng tangan ayahnya.

Perempuan itu tersenyum kecil menatap makanan buatan neneknya yang sudah ditata sedemikian rupa oleh sang ayah. Katanya karena Seoul datang, jadi neneknya memasak banyak supaya ayah dan anak ini tidak perlu repot memikirkan makanan selama mereka bertemu.

Hampir seumur hidup menghabiskan waktu di sini juga membuat Seoul langsung tersenyum lebar setiap kali lidahnya merasakan nikmat dari masakan sang nenek. Daripada masakan restoran, Seoul sebenarnya lebih menyukai masakan rumahan, oleh karena itu ia pun belajar memasak supaya ke mana pun ia pergi, ia bisa tetap membuatnya.

###

Piring-piring bekas makan siang sudah kembali bersih tercuci, makanan-makanan pendamping seperti kimchi sudah kembali masuk ke dalam kulkas, dan Seoul kini membawa sepiring buah stroberi yang sudah dibersihkan untuk ia bawa ke ruang TV di mana sang ayah duduk bersantai di sana.

I Left My Soul in LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang